Berita selanjutnya, sebelum fajar pagi ini. Sebuah pesawat dari Makassar menuju Jakarta mengalami kecelakaan tunggal, sampai saat ini belum dipastikan penyebabnya. Puing-puing pesawat maskapai lokal, ditemukan di area pegunungan setempat. Dilaporkan bahwa pesawat itu mengangkut 102 orang saat ini hilang kontak Minggu (29/5) waktu setempat.
Perkiraan dinyatakan bahwa korban tidak ada yang selamat dari kecelakaan tersebut. Pesawat itu hilang kontak dengan menara kontrol bandara saat hendak mendarat di area sungai yang dalam disekitar puncak pegunungan.
"Innalillahirajion...."
Sebuah photo terpapang di layar TV. Ia adalah salah satu korban kecelakaan pesawat itu wajahnya tidak begitu asing, ini tidak mungkin bagaimana ia kembali setelah menjadi korban menggenaskan itu.
"Ega tidak boleh liat ini"
"Assalamualaikum Bu"
"Waalaikumussalam ada apa Nat?" Balas Ibu Fhimasari, Mama Ega.
Sejenak, Finattalia terdiam sambil mencari alasan yang tidak mengejutkan keadaan. "Hem. Ega Sudah berangkat sekolah Bu?"
"Ya, ampun ibu hampir lupa, tolong mampir ke rumah. Ibu mau ngasih surat izin sakit Ega."
"Ega sakit apa Bun? Aku kesana sekarang." Ia bergegas mengambil jaket dan tas di atas meja ruang tamu.
"Nat, tak serapan dulu?"
"Tidak Bun buru-buru nih! Nat mau ke rumah Ega, dia sakit. Assalamualaikum" Pamitnya.
"Waaikumusalam hati-hati di jalan Nat"
Membalikkan badan seraya membalas ibunya dengan senyuman sekilas meski hatinya sedikit merasa tidak tenang.
Tidak butuh waktu lama, Finattalia telah tiba didepan rumah sahabatnya itu. Tiing! Tiing! Seorang paruh baya membuka pintu dengan senyuman khasnya sebelum mempersilahkan masuk tamunya.
"Assalamualaikum Bu"
"Waalaikumusalam, masuk yuk!"
Langkahnya sedikit dipercepat setelah mendapatkan izin dari tuan rumah.
Tok!
Tok!
Tok!
"Ega…"
Tak ada jawaban, keheningan menyelimuti seisi kamar minimalis itu. Ia perlahan membuka daun pintu, agar tidak mengganggu istirahat sahabatnya. Matanya berkaca-kaca melihat seorang gadis terbaring lemas, wajahnya bagitu pucat dan terlihat sedikit lelah. Finattalia perlahan melangkah ke arah Ega, hatinya begitu ngilu melihat penderitaan sahabatnya itu.
"Ega…"
Ia merasakan sebuah usapan di kepalanya. Gadis itu perlahan membuka matanya, Ega masih diam sambil mengangguk pelan. Air mata mengalir di sela-sela matanya, ia tidak sanggup mengangkat tubuhnya sendiri meski hanya sekedar ingin bersandar.
"Nat" Lirihnya begitu memilukan.
Tubuh gadis itu perlahan diangkat dengan lembut, lalu menselipkan sebuah bantal yang empuk di belakang punggungnya.
"Jika tidak nyaman. Lebih baik berbaring aja!"
"Hem. Tidak masuk sekolah?"
"Aku sudah izin ke guru, tidak masuk hari ini."
"Hem. Baiklah"
Menggenggam erat tangan sahabatnya. Ega menghela napas pelan. "Nat-aku-takut..."
"Takut kenapa?"
"Nat. Mimpiku tadi malam aneh?"
"Aneh kenapa?" Mengernyitkan dahi, merasa ada sesuatu sudah terjadi kepada sahabatnya sehingga ia seperti saat ini.
"Aku bermimpi Fizri datang kepadaku. Dia…" Tangisnya seketika pecah yang sudah sedari tadi di bendung.
"Dia… dia…" Mengatur pernafasannya yang sudah tidak terkontrol.
Finattalia mematung, tatapannya kosong. "Apakah dia sudah mengetahui berita pagi ini? Tak mungkin! Ega tidak boleh tahu kalau…"
"Dia pamit untuk pergi selamanya, hiks… hiks!"
"Nat…" Tatapannya perlahan memudar.
"Ega…"
"Buu...!"
"Ibu…"
"Ega tak sadarkan diri!"
"Iya, ada apa Nat?"
"Asstagafirullah…"
Usapan demi usapan ditangannya. Belum ada tanda-tanda kesadaran anaknya. Bau minyak kayu putih sudah begitu menyengat di indra penciuman. Ibu Fhimasari sudah merasa putus asa, dimana saat seperti ini. Suaminya lagi keluar kota untuk menjalankan bisnisnya.
Seorang gadis yang masih memakai baju putih abu-abu terduduk di sudut atas kasur memberi sentuhan hangat di tangan Ega. Kurang lebih tiga puluh menit, gadis itu terbaring seolah tidak bernyawa, Ega perlahan membuka kedua bola matanya.
Ia perlahan beranjak dari tempat tidur anaknya. "Nat, ibu titip Ega ya?"
"Oky. Siap Bu."
Satu tangan gadis itu perlahan naik memijat keningnya yang sedikit sakit, ia perlahan membuka kembali matanya. Sebuah sentuhan di pundak, membuat Ega sedikit merespon dengan senyuman dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Ega."
"Kamu kenapa?" Tanya Finattalia. Ia mengusap air mata diwajah sahabatnya itu. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya.
"Ega… aku pulang dulu ya! besok aku sini lagi" Tutur Finattalia sambil beranjak dari kasur gadis itu.
Membuang nafas seraya mengangguk pelan. "Iya. Hati-hati-ya"
.................
Gadis ini sontak terbangun ketika mendengar azan subuh, dengan tubuh yang masih sedikit melemah, karena penyakit menyerang imun tubuhnya beberapa jam yang lalu. Perlahan ia melangkah untuk menunaikan sholat subuh.
Setelah melaksanakan kewajibannya, baru saja hendak melipat sajadahnya, ia dikejutkan oleh sosok yang tengah berdiri dihadapannya. Senyumnya merekah ia perlahan berjalan kearah gadis itu.
Sebuah usapan lembut mendarat di atas kepalanya. Senyumnya hangat, tapi seperti seolah-olah sedang menahan rasa dingin disekujur tubuhnya, terlihat jelas di wajahnya yang begitu pucat.
"Fizri…" Membeku, tatapannya kosong Ega merasa heran. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa berada di dalam kamarnya.
"Jaga dirimu baik-baik ya?"
"Jangan bersedih lagi ya?"
"Semoga kita dipertemukan kembali di…"
"Aku mencintaimu, tapi Allah lebih mencintaiku Ega"
"Ikhlaskanlah…"
"Janji esok hari jangan bersedih lagi, aku sedih loh!" Ledekan itu mempu mengukir senyum sekilas di wajah gadis itu.
"Selamat tinggal, Fazri bucinmu pergi"
"Ega… " Sebuah kecupan sekilas mendarat di dahi gadis yang sedang terpaku di atas sejadah, tatapan mereka tertangkap begitu lama.
"Assalamualaikum Firzahra Ega sayang" Sosok itu kembali menghilang dari pandangannya.
"Tidak…"
"Fizri, jangan lagi-kumohon...!" Ia terbangun saat ini dia mendapati dirinya masih memakai mukena, tanpa ia sadari Ega sudah tertidur cukup lama di atas sajadah.
"Aku mencintaimu, tapi Allah lebih mencintaiku Ega." Ega kembali memutar memori dipikirannya yang sempat ia rekam begitu jelas.
Apakah Fizri sudah menemukan sosok gadis yang lebih baik dariku. Ataukah ia dijodohkan? Jika ia, baiklah aku ikhlas. "Terimah kasih Yaa Allah akhirnya Engkau mendengarkan permohonanku selama ini"
Ucap sosok Ega yang begitu polos sehingga tidak memahami maksud dari pesan kekasihnya itu.
Pukul 06.00 pagi, Ega bangun lebih awal daripada hari biasanya saat akhir pekan seperti ini. Ega duduk sendirian di kursi taman sambil menikmati sinar matahari, dia butuh vitamin ini untuk menstabilkan sistem kekebalan tubuhnya, yang sudah beberapa hari terbaring lemas di atas kasur.
"Ega…"
"Ehh. Nat!"
"Tumben datang pagi banget ke sini"
"Hem,"
"Mau ngajak jalan ketaman sambil olahraga yuk."
"Boleh. Aku pamit sama Mama dulu ya?"
"Ok!"
Ega berjalan sendirian menuju ke arah taman setelah berpisah dengan Finattalia di tempat parkir. Ia memasang ekspresi bahagia senyumnya kini kembali terukir yang mana sudah hilang beberapa hari yang lalu. Earphone terpasang di kedua telingannya, menikmati udara segar di pagi, angin lembut menyentuh pipinya. Perlahan ia menutup matanya menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Hm! Lalaa… lalaaa…! Alunan musik yang begitu indah. Sebuah ayunan di bawah pohon rindang menariknya melangkah ke sana.
Seorang gadis menghampirinya dengan dua botol minuman di tangannya. "Nih minum dulu biar tak capek"
Terkekeh pelan. "Thank you Nat. Uh!"
"Nat dorong tapi jangan kencang ya?" sebuah
jentikan melayang di udara "oky."
"Siap!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments