Ega menarik nafas dalam-dalam. Ia terduduk di sebuah ayunan di sudut taman di depan rumahnya. Tatapannya fokus kepada kupu-kupu yang berterbangan di sana.
"Ironisnya, semakin kuhindari masalah, masalah justru membanjiriku tanpa henti," Ega bergumam, keputusasaan memenuhi hatinya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.
Seketika itu juga, ponselnya meledak oleh notifikasi. Tentu saja, dari Fizri, si kekasih bayangan yang telah berbagi rahasia selama setahun penuh. Ega meraih ponselnya dari saku hoodie, jari-jarinya gemetar.
"Astaga! Laki-laki ini keterlaluan! Ponselku baru saja mati, sudah dibanjiri spam!" suaranya dipenuhi amarah dan kelelahan.
Ega merenung sejenak sebelum membalas kembali pesan itu. Merebahkan tubuh diatas kasur membuatnya berfikir sejenak. 'Apakah aku terlalu cuek untuk menjadi seorang pacar.'
Tangan Ega kembali menari-nari diatas layar, ia membalas pesan dengan singkat. Sedangkan seseorang yang kini berada dikota lain tengah gelisah menunggu pesan berikutnya.
"Aku tidak berbuat salahkan?" Ucap Fizri, pandangannya tak teralihkan dari ponsel yang kini ia genggam.
"Ega, semoga kamu tidak akan pernah berpaling dariku. Sejujurnya aku sangat takut kehilangan dirimu." Membuka galeri matanya tertuju pada sebuah photo. Manis dan cantik banget...
Perhatian Fizri teralihkan ketika melihat notif balasan Ega di layar. Senyum tipis kembali terbit diwajah tampangnya.
"Hem, dia pasti lagi pura-pura cuek lah tu… "
"Tapi aku sangat... suka cara dia seperti ini."
Ega merasa perutnya tergelitik saat membaca isi pesan dari Fizri. Ini yang ia suka dari sosok ini, dia selalu memberi keceriaan dalan hidupnya. Selama ia berpacaran dengannya, sosok itu tak pernah sama sekali memberinya kesedihan maupun kesepian.
"Fizri… entah sampai kapan kita akan bersama. Yang pasti untuk saat ini, aku sangat bersyukur dengan kehadiranmu."
Beberapa saat, suasana menjadi sangat hening. Ega pun hanya menatap meja belajarnya, otaknya terasa buntu untuk mengerjakannya tugasnya. Sejarah lagi! Kenapa kita harus mengingat masa lalu sih, seharusnya yang berlalu biarlah berlalu.
Sampai akhirnya ponselnya kembali bergetar. Dengan malas ia melihat notif didalam layar ponselnya. Sontak Ega terkaget melihat isi pesan. Ega terdiam sejenak melihat banyaknya pesan yang masuk dari Fizri. Ia memilih untuk tidak merespon pesan itu, ia langsung menonaktifkan ponselnya. Melempar benda itu diatas kasur.
"Dari mana curut itu dapat info ini sih?!" Ega menggerutu, jengkel.
"Pasti dari Finatt, dasar sahabat nggak banget!" Umpatnya kesal.
"Aduh, mati aku! Kalau dia tahu Fikri yang ngejar-ngejar," Ega mengacak rambutnya frustasi. "Semoga dia cuma ngarang aja. Ya Tuhan!"
Triiiingggg…
Ponselnya berdering. "Ish, video call lagi," Ega menerima panggilan dengan ekspresi malas.
Senyum terpaksa mengembang di bibirnya. "Biar dia penasaran dulu, hehe," gumamnya.
Vc tersambung…
"Yang… kamu makin cantik deh," puji Fizri, cengar-cengir.
"Oh, jadi selama ini gue kurang cantik?" Ega manyun.
"Sayangku, Ega…"
"Aduh, salah ngomong!" batin Fizri panik.
Ega langsung memutuskan panggilan.
Cepat-cepat Fizri buka chat, berusaha ngerayu Ega. Dia tahu persis sifat Ega, kalau lagi bete, bisa-bisa di-ghosting. Fizri cuma bisa geleng-geleng kepala, dengan sangat menyesal.
Notifikasi dari Ega bikin dia langsung loncat kegirangan. Ponselnya muter-muter di udara, kayak lagi nari-nari saking senengnya. Cuma Ega yang bisa bikin keajaiban kayak gini, hari biasa jadi kayak pesta.
Hari berikutnya, senyum merekah di wajah Fizri. Panggilan video dari Ega, yang dinanti-nanti, akhirnya datang.
Video call terhubung
"Ciee… ada yang kangen… hati-hati, jangan sampai beban rindu itu memberatkanmu! Biar aku saja yang menanggungnya, aku rela memikul beban apa pun demi dirimu," goda Fizri, sambil tersenyum dan mengedipkan mata.
"Sok puitis. Eh, btw, kamu masih lama di sana?" tanya Ega.
"Hem—"
"Kenapa, Yang…?" panggil Fizri, lembut namun sedikit panjang.
"Oh, gitu! Ya sudah. Aku cuma bertanya," sambut Ega dengan nada jengkel.
"Ihh, Yang… kok jutek, aku sedih loh!" Fizri pura-pura sedih.
"Siapa yang sedih?" tanya Ega.
"Aku!"
"Sayang—"
"Aku-boleh-minta-oleh-oleh-khas-Makassar, nggak?" Ucapnya langsung inti dengan satu tarikan nafas, memalingkan wajah kearah lain karena malu
"HAHAHAHA," Fizri tertawa puas. "Cuma itu saja?"
"Hem."
"Kalau tidak mau, tidak apa-apa."
"Sayang…!"
"Hem."
"Sayangku, Ega."
"Hem."
"Jangan jutek-jutek, aku sedih loh!"
"Ihh, siapa yang jutek? Ingat, to the point itu menghemat waktu," balas Ega.
"Ck, aku hanya bercanda… Emang sayangku mau apa?"
"… Emm, mau oleh-oleh dong! Itu saja, kalau mau sih? Aku juga tidak memaksa."
"Jangan galak-galak, nanti cantiknya hilang loh!"
"Yaa… sudah. Kalau memang tidak mau memberi, ya sudah! Aku tidak memaksa kok," Ega mengalihkan pandangan, kecewa.
"Maaf. Aku hanya bercanda, Yang… Ya Allah," Fizri memperlihatkan sesuatu di layar.
"Tara… Yangg… masih marah ya? Jangan gitu dong, baru saja video call sudah ngambek-ngambek saja!" Fizri memohon.
"Aku capek, mau tidur," kata Ega datar.
"Waduh, pakai 'gua', 'lo' lagi. Mampus! Siap-siap kena ghosting lagi kalau begini," batin Fizri.
"Iya, Sayang! Tidurlah, good night. Ingat, di sini ada yang merindukanmu. Besok ketemu di kelas atau di kantin sekolah?"
"Good night, terserah," Ega memutuskan panggilan.
"Sabar… untung pacar, kalau tetangga sudah kubom," batin Fizri lega.
...ΩΩΩ...
Pagi itu, Ega duduk termenung di lapangan sekolah, ransel masih tergantung di bahunya. Ia menatap langit biru, mengamati taman bunga yang diramaikan kicauan burung, dan daun-daun kering yang berputar-putar ditiup angin.
Duarrrrrrr… suara itu mengagetkannya. Ega dari lamunam panjangnya.
"Finatt, pagi-pagi sudah bikin jantungku berdebar! Untung aku tidak lemah jantung, bisa-bisa mati muda aku," gerutu Ega, napasnya memburu.
"Jangan begitu, Ega! Ingat, kalau kamu mati, nggak ada lagi yang dibucinin Fizri, kan kasihan juga dia. Lagian kamu ini jutek sekali! Aku heran, kok Fikri bisa-bisanya bucin akut kayak Fizri, sih!" Finattalia menjelaskan panjang lebar.
"Ihhh… Finatt, aku lagi…" Ucapan Ega terpotong.
"Sayangku, Egaaa…" Suara itu familiar.
"Waduh, kira-kira dia dengar nggak, ya? Finatt sampai sebut nama Fikri segala!" Ega tersenyum terpaksa.
"Kalian lagi ngobrol apa, sih? Curhat kangen sama aku, ya? Tenang, aku sudah datang kok," Fizri datang, langsung menggenggam tangan Ega erat-erat.
Finatt hanya menggeleng melihat tingkah Fizri yang kini berdiri di samping Ega.
"Huff, untung dia tidak mendengar," gumam Ega lega.
"Yang, pergi yuk ke taman akhir pekan nanti," ajak Finattalia.
"Hem, yang. Bukannya aku tidak mau, tapi kamu tahu sendiri kan? Kita kan pacaran diam-diam, kalau sampai ketahuan, bisa habis aku," Ega memasang wajah memelas.
Tanpa mereka sadari, Fikri menyaksikan kemesraan Ega dan Fizri dari kejauhan. Rasa cemburu menggelegak. Brukkkk! Sebuah pukulan keras mendarat di tembok dekat kelas Ega.
"Fiz, kita mau ke kantin, lepas tanganmu itu kenapa! Nempel terus kayak perangko yang dilem pakai lem setan… Tenang, Ega tidak akan kemana-mana kok," Finattalia menatap tajam kearah Fizri.
"Sibuk saja kamu, Nat! Cari gebetan sana, jangan jomblo terus, nanti lumutan," ledek Fizri.
"Ihh, gini-gini aku banyak gebetan, kok," Finattalia membela diri.
Ega terkekeh melihat interaksi Finatt dan Fizri.
"Hem—" Ketiadaan respon dari keduanya.
Ega berdehem. "Ehem… ehem… ehem!"
"Yang, aku lapar, kami mau ke kantin… Nanti malu diliatin guru," Ega memohon.
"Ok! Siap, Sayang. Makan yang banyak ya? Ingat, meski kamu gendut, cintaku tidak akan berkurang sedikit pun!" teriak Fizri sebelum pergi.
Finattalia mencibir. "Eh… Ga, sadar nggak sih, tadi Fikri lewat pas kamu lagi dipeluk Fizri?" bisik Finattalia di jalan menuju kantin.
"Tidak, sih. Gimana ekspresi dia, Finatt?"
"Ya, dia marah lah! Dia kan tidak tahu kalau kamu sudah punya pacar. Tau nggak, saking kesalnya dia sampai mukul tembok, terus pergi dengan wajah kecewa banget," jelas Finattalia.
"Serius? Kira-kira endingnya nanti gimana, ya?" Ega cemas.
Finattalia merangkul Ega. "Ada aku, semuanya pasti beres."
"Thank you… kamu memang sahabat terbaikku," ucap Ega.
Perut mereka berbunyi bersamaan, keduanya tertawa kecil dan berjalan menuju kantin.
"Jujur aku bingung, terkadang aku berfikir seperti apa cinta sebenarnya."
"Ada apa antara mereka berdua? Jangan-jangan mereka sudah pacaran? Semenjak kapan?!" Fikri menggeram, amarahnya membuncah. Raut wajahnya memerah, tangannya mengepal erat.
"Bahkan kalau mereka memang pacaran, aku harus merebut Ega darinya. Bagaimana pun caranya!" Matanya menyala, penuh dendam.
"Firzahra Ega, kamu adalah milikku! Ditakdirkan untukku, bukan untuk bocah itu!" Umpatan kasar lolos dari bibirnya. "Sialan!" Ia menatap tajam ke arah seberang jalan, sebuah rencana jahat mulai terpatri di benaknya.
Senyum licik mengembang, membayang-bayangi rencana licik. Tatapannya tajam, mencari sasaran. Ia melihat seseorang di seberang jalan, sebuah ide jahat mulai terbersit dalam pikirannya. Sebuah senyum sinis terkembang di bibirnya, menandakan rencana liciknya untuk merebut Ega.
"Ega kau membuatku gila, kan-kuberantas penghalangku dihadapanmu."
-Fikri.
...ΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments