Malam itu saat tanpa sengaja aku mendengar bang Parlin bicara dengan ayahnya tentang jumlah uang yang lumayan besar aku pun bertanya sebenarnya apa pekerjaan bang Parlin di desa dan dia bercerita kalau dia di desa punya ladang jarak sepuluh hektar, tambak ikan dua puluh lima petak, dan juga peternakan sapi yang entah jumlahnya aku belum sempat bertanya jadi jika hanya memberikan ayah uang empat puluh juta aku rasa itu mudah baginya tapi aku takut kalau saudaraku memiliki kecurigaan yang bukan-bukan.
"Ya ayah sedang Membohongi kita, sebelumnya ayah sudah bicara dengan Parlin dan ayah memberi tahu rencananya pada Parlin sebab itu dia berani bicara memberikan uang kekurangan haji untuk ayah, secara ayah sangat akrab dengan Parlin," ucap Kakak tertuaku.
Aku pun masih bingung dengan apa yang mereka tuturkan aku tidak mengerti apa yang mereka maksud dan aku pun menatap mereka bergantian dengan memberi isyarat untuk menjelaskan lebih detail karena aku tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka maksud.
"Untuk membelikan mu bedak saja Parlin tidak mampu, kok ini mau sok biayai ayah haji tidak masuk akal, logikanya seandainya itu memang benar dia memberikan uang ke ayah sudah bisa di pastikan itu uang ayah sendiri yang sebelumnya sudah diberikan pada Parlin agar dia terlihat lebih dari kita secara dia mantu kesayangan ayah tapi diantara kita semua dia yang terlihat paling memprihatinkan secara pengangguran dapat uang sebegitu banyak dari mana," ucap kakakku yang kedua.
Sungguh mulut mereka semua pedas dan cara berpikir mereka juga terkesan merendahkan suamiku tapi jika dipikir memang ada benarnya suamiku seorang pengangguran dapat uang dari mana dia sebanyak itu, karena mereka belum tahu sebenarnya suamiku seperti apa pekerjaan dan kekayaannya.
Aku lirik suamiku dia hanya diam dengan tenang seperti biasa, kadang aku heran suami macam apa dia ini orang membicarakan dia di dekatnya tapi dia diam tidak peduli seakan akan dia tuli tidak mendengarnya. Ku tarik suamiku menjauh dari saudara saudaraku ku ajak dia bicara berdua di ruang tengah.
"Bang apa benar Abang mau menambahi uang kekurangan ayah untuk haji?" tanyaku sekali lagi untuk meyakinkan.
"Ya Dik benar," jawab suamiku tegas.
"Bang sebaiknya tidak usah Bang aku takut para saudaraku akan mengira itu uang hasil dari yang tidak -tidak secara Abang melarangku untuk mengatakan kebenaran tentang Abang dan pekerjaan Abang," ucapku.
"Loh kok Adik ngomong begitu? kok perhitungan dengan orang tua? jangan begitu Dek ini orang tuamu sendiri loh, bisa jadi ini permintaan terakhir dan kita tidak bisa memenuhi apa kamu tidak akan menyesal dilain hari," tutur suamiku.
"Bukannya perhitungan Bang aku hanya takut itu mulut saudara saudaraku tambah nyinyir dan menghina Abang, aku yakin pasti mereka akan mengira kalau kita punya pesugihan," ucapku.
Kalau dipikir-pikir memang benar apa yang dia katakan tapi yang aku heran dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu bukannya dia setiap hari ada di rumah bersamaku tidak pernah bekerja. Pasti orang-, orang mencurigainya yang bukan-bukan.
"Lalu Abang dapat dari mana Bang uang segitu dalam waktu sebegitu Bang?" tanyaku pada Bang Parlin.
"Itu gampang Dek, itu hanya harga sekali panen kita jual saja hasil panen dikampung cukup uangnya," jawabnya santai.
hasil panen katanya? apa dia punya panenan berkali kali? aku lupa kalau suamiku orang desa terpelosok di sana dia punya ladang yang luas secara aku belum pernah datang ke desanya dan juga aku belum begitu banyak tahu tentang seberapa luas ladang suamiku ini.
Dan apa tadi katanya hanya satu kali panen di rumah ? itu artinya dia punya banyak hasil panen di rumah begitu? Ah kepalaku pusing memikirkan kekayaan suami ndeso ku ini.
"Bang memangnya Abang mau jual hasil panen sama siapa dalam waktu sedekat ini ?" tanyaku lagi.
"Ya aku punya langganan Dik tenang saja, tidak usah khawatir nanti pas hari H pasti uang sudah ada," ucap bang Parlin.
"Memang Abang punya banyak hasil panen ya?" tanyaku lagi sungguh aku penasaran dengan kehidupan suamiku ini secara aku belum begitu mengetahui seluk beluknya saat menikah dengannya kemarin.
"Iya Dek kita punya itu sebagai usaha utama kita, dan aku juga punya usaha sampingan bertambak ikan dan juga merawat sapi," tutur suamiku.
Apa katanya tadi? usaha sampingan? sungguh apakah telingaku ini sedang tidak salah dengar usaha sampingan saja sebegitu banyaknya lalu berapa duwit hasil yang diperoleh suamiku kok banyak sekali usahanya? suamiku ini semakin membuat aku penasaran tentang kehidupan yang dia miliki. Andai saudara saudaraku tahu pasti mereka akan malu saat mengolok-olok suamiku tapi sayangnya suamiku tidak mau aku menceritakan itu pada orang lain takut di kira pamer.
Apakah suamiku ini seorang juragan sapi, juragan empang atau petani? tapi seingatku ayah bilang suamiku ini seorang petani, dan aku tidak mengerti apa pun tentang dirinya, yang aku pikirkan saat itu aku menikah dengan pilihan orang tuaku karena aku ingin berbakti kepadanya dan juga karena aku lelah dibilang perawan tua yang tidak kunjung menikah. Ternyata aku dapat durian runtuh. Nikmat sekali...
"Kenapa Abang tidak mau menceritakan pada saudara -saudaraku biar mereka tidak nyinyir terus," ucapku kesal.
"Saudara saudaranya adik tidak pernah bertanya sesuatu tentang Abang jadi Abang ya tidak bercerita," tuturnya santai.
"Ah Abang masa iya harus bertanya dulu Abang baru memberi tahu kalau punya ini itu, sama saudara main rahasia sih Bang," tuturku pura pura merajuk.
"Bukannya menyembunyikan usaha Dik, tapi abang tidak bercerita pada mereka takut nanti Abang dibilang pamer, sudahlah Dik kita simpan saja apa yang kita punya jangan di koar koar kan dengan sombong, pamer itu tidak baik sudah jangan bilang-bilang kalau kita punya sapi di kampung biarkan mereka tahu sendiri suatu saat nanti," tutur suamiku.
Kami pun kembali ke rumah setelah berbicara dengan para kakakku untuk berkumpul lagi lusa untuk menyerahkan uang itu pada ayah.
Bang Parlin benar benar memberikan uang kepada ayah empat puluh juta untuk memenuhi kekurangan biaya hajinya. Aku yang melihat suamiku memberikan uang sebegitu banyak dengan mudahnya hanya bisa menatap kagum secara kakak tertuaku yang bisa dibilang paling mapan hanya memberikan lima juta tapi paling mapan itu dulu sekarang mah kalah sama suami ndesoku. Bedanya suamiku tidak mau pamer.
"Aku masih yakin kalau ayah mengerjai kita, itu pasti uang ayah sendiri dan diberikan pada Parlin untuk diberikan padanya lagi agar kita tidak memandang Parlin sebelah mata," ucap kakak keduaku saat kita semua berada di teras.
"Iya aku juga yakin masa orang seperti itu bisa memberikan uang sebanyak empat puluh juta padahal pekerjaan hanya seperti itu dari mana dia dapat uang sebanyak itu kalau bukan uang ayah sendiri," sahut Kakak pertamaku sambil mengarahkan mulutnya pada suamiku yang saat ini sedang mencabuti rumput di samping rumah.
"Maksudnya gimana Kak ayah mengerjai kita dengan cara itu untuk apa?" tanyaku lagi.
"Ya begini logikanya Dek, Parlin kan pilihan ayah jadi ayah ingin menunjukkan kepada kita kalau pilihannya tepat, ayah memberikan uang pada Parlin untuk kemudian Parlin memberikan uang itu lagi pada ayah dihadapan kita jadi kesannya Parlin menantu yang tepat," tutur Abang ku yang kedua.
Ingin rasanya aku katakan pada mereka bahwa sebenarnya itu uang suamiku sendiri dan itu uang dia dapat dari menjual hasil panen, punya sapi juga di kampung, ingin aku tutup mulut kakakku yang sering merendahkan suamiku dengan mengatakan kalau suamiku punya usaha sampingan memelihara sapi , memiliki tambak ikan di sana bahkan suamiku memiliki usaha utama yang entah berapa luas lahan pertaniannya sendiri belum tahu apa itu tapi mengingat kata kata bang Parlin yang kemarin melarang ku untuk mengatakan kepada siapapun tentang usahanya aku pun memilih mengurungkan niatku itu biarkanlah suatu saat nanti saudara saudaraku mengetahui sendiri bagaimana sebenarnya suamiku biar menjadi surprise bagi mereka semua termasuk bagiku juga karena aku belum begitu tahu banyak tentang suami pilihan ayah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments