"Maaf karena aku tidak ada di sisimu di saat-saat terberat itu. Maaf untuk membiarkanmu sendirian melewati detik-detik yang menghancurkan itu. Kini, biarkan ku tebus serentetan waktu yang hilang. Biarkan ku sibak kabut kesedihan yang menutupi binar di mata indahmu."
...****...
Juni, 2012 (H-3 Sebelum Semester Baru)
Nico baru turun dari lantai dua hendak menuju dapur untuk sarapan, ketika melihat Aira yang pagi itu sudah terlihat rapi.
"Mau kemana, Ra?", tanya Nico sambil mengucek salah satu matanya. Terlihat jelas, bahwa Nico baru saja bangun tidur.
"Mau beli keperluan buat sekolah." Jawab Aira sekenanya.
"Sama Pak Salim?" Nico bertanya sekali lagi untuk memastikan.
"Iya."
Nico mengangguk beberapa kali, lalu tanpa berfikir panjang ia kembali berkata pada Aira, "tunggu. Aku siep-siep bentar. Aku temenin."
Sebelum Aira sempat menolak untuk ditemani, Nico malah sudah kembali ke lantai atas seraya berlari. Aira hanya menghela nafas. Sembari mengingat-ingat kembali perseteruan di antara mereka, yang akhirnya membuat situasi di antara mereka menjadi tidak nyaman.
Setelah obrolan yang terjadi di antara mereka semalam, Aira memang merasakan bahwa pagi ini, Nico bisa lebih santai dengannya. Tidak seperti sebelumnya. Sekarangpun masih agak canggung, tapi tidak secanggung kemarin. Dan meskipun tidak mengatakan banyak hal, Aira tahu pasti, bahwa Nico sedang berusaha memperbaiki hubungan di antara mereka. Hanya saja, Nico tidak ingin menunjukkannya secara terang-terangan. Sampai di sini Aira paham, bahwa Nico adalah tipe orang yang sulit mengungkapkan perasaan hatinya melalui perkataan, tetapi tindakan.
Dan di sinilah mereka sekarang. Dalam satu mobil yang sama. Nico duduk di samping Pak Salim yang sedang mengemudi, sementara Aira duduk di jok belakang sembari mendengarkan musik melalui earphone. Nico menatap wajah Aira yang terlihat cukup tenang dari kaca spion depan.
"Ra!" Panggil Nico pelan.
Aira yang memang tidak mendengarkan musik dengan volume full, langsung melepas salah satu earphone di telinganya dan menatap Nico dari belakang, "ya, Nic?"
"Urusan seragam udah selesai?"
"Udah. Aku cuma harus beli beberapa buku, dan beberapa keperluan lainnya. Kamu sebenernya nggak harus nemenin aku. Selama ada Pak Salim, aku aman."
Pak Salim yang mendengarkan perkataan Aira serta-merta tersenyum lalu mengangkat jempolnya sambil tetap fokus menyetir.
"Kamu nggak suka ditemenin?" Tanya Nico santai.
"Bukan begitu. Aku cuma takut kamu bosen. Eh iya, Nic..."
"Apa?"
"Bukannya tadi kamu nggak sempet sarapan, ya?"
"Nggak masalah. Nanti aku bisa sarapan setelah nemenin kamu belanja."
Kali ini Aira tidak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, dan kembali memasang earphone-nya.
Setelah dari Toko Buku dan selesai membeli semua keperluannya, Aira dan Nico pergi ke lantai paling atas mall itu untuk mampir makan di salah satu Food Court favorit Nico. Nico merokemendasikan beberapa makanan ringan yang menurutnya cukup enak pada Aira. Aira yang awalnya tidak berniat makan akhirnya memesan Buttermilk Pancake dan segelas Milkshake Starwberry.
Sudah hampir pukul duabelas siang. Dan Aira mendadak merasa tidak enak hati pada Nico yang terpaksa harus melewatkan jam sarapannya hanya untuk menemani Aira.
"Ra, sebelum pulang, kita nonton dulu, ya? Aku baru inget kalau hari ini '*T*he Grey' tayang." Ucap Nico pada Aira setelah memeriksa ponselnya dan menemukan jadwal tayang Film yang sedang ia tunggu-tunggu.
Aira sebenarnya tidak tertarik dengan film, dan saat ini ia lebih ingin pulang. Tapi setelah melihat bagaimana Nico menemaninya sejak pagi untuk membeli semua keperluannya hari ini, membuat Aira merasa tidak tega untuk menolak ajakannya. Lagipula, Aira tidak bisa begitu saja menutup matanya atas usaha yang dilakukan Nico untuk memperbaiki hubungan mereka saat ini.
Dengan berat hati, Aira akhirnya menyetujui. Dan ia dapat melihat Nico tersenyum begitu lebar, dan secara mengejutkan mengusap kepalanya.
Degh! Jantung Aira tiba-tiba berdegub. Ketika masih kecil dulu, Nico memang sering melakukan hal itu padanya. Tapi ini kali pertamanya Nico melakukan hal itu lagi setelah mereka memasuki usia remaja. Dan tentu saja setelah mereka terpisah selama beberapa tahun terakhir ini.
Aira terkesiap setelah Nico menyingkirkan tangannya dari atas kepalanya. Ketika Aira masih terkejut dan merasa sedikit gugup, Nico justru terlihat biasa saja. Bahkan tadi, ketika Nico mengusap kepalanya, Nico tampak melakukannya dengan sangat natural.
"A—aku ke toilet bentar." Ucap Aira yang mulai merasa kualahan menutupi kegugupannya sekarang. Dengan terburu-buru, ia beringsut dari kursinya, dan melangkah ke arah toilet dengan terburu-buru.
...****...
Pulau Banu, 2004...
Nico dan Aira terlihat tengah sibuk dengan buku gambar masing-masing dengan posisi telungkup di bawah sebuah pohon yang cukup rindang. Aira menggambar sepasang pengantin, sementara Nico menggambar sosok seorang superhero favoritnya
Begitu selesai, Aira langsung menyerahkan gambarnya pada Nico, "ini buat Nico."
Nico menghentikan aktifitasnya sejenak, lalu menerima gambar itu dari tangan Aira.
"Ini siapa?" Tanya Nico tanpa mengalihkan perhatianya dari gambar hasil karya Aira.
Aira lebih mendekat ke arah Nico, lalu mulai menjelaskan dengan antusias. "Ini Nana sama Nico. Suatu hari, Nana mau nikah sama Nico, supaya kita bisa hidup bareng-bareng dalam satu rumah kayak Ibu, Ayah, Tante Regina, dan Om Adryan." Jawaban Aira kecil terdengar begitu polos, dan membuat Nico tersipu.
"Emang Nana mau nikah sama Nico kalau besar nanti?"
"Iya." Aira terdengar lebih bersemangat dari sebelumnya. Ia lalu mengecup pipi Nico sejenak lalu tertawa, dan membuat Nico ikut tertawa juga.
Kali ini giliran Nico yang menyerahkan gambarnya untuk Aira, "ini buat Nana. Nana harus inget ini, Nico mau jadi hebat kayak superhero supaya bisa jagain Nana."
"Janji?" Ujar Aira seraya menjulurkan kelingkingnya yang mungil.
Sebelum menjawab Aira, Nico mengeluarkan sebuah kotak kecil dari kantong jaketnya. Di dalam kotak itu terdapat sebuah cincin plastik berwarna biru dengan hiasan berbentuk hati. Nico lalu meraih tangan Aira yang masih menggantung di udara, dan memasangkan cincin mainan itu pada jari manis Aira. Nico tersenyum puas, dan setelah itu barulah ia manutkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Aira.
"Nico janji." Jawabnya, "dan cincin ini sebagai tanda, kalau Nico udah ngelamar Nana." Lanjutnya kemudian sambil mengusap lembut puncak kepala Aira.
^^^To be Continued...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Crown Princess
Tulisannya bagus, udah aku favoritekan ya. ❤️
2022-11-23
0