Semua urusan menyangkut kepindahan Aira sudah terselesaikan dengan baik. Dan pada semester baru nanti di kelas duabelas, Aira sudah resmi menjadi salah satu siswi di SMA Patuh Karya. Meski sangat berat hati meninggalkan Pulau Banu, tempat di mana ia menghabiskan masa kecilnya dan tumbuh remaja, tapi inilah jalan yang Aira pilih, dan Aira tidak akan menyesalinya. Setidaknya untuk saat ini.
Kematian Ayah dan Ibunya dalam sebuah kecelakaan setahun yang lalu yang juga melibatkan Aira, menjungkir-balikkan kehidupan Aira dalam semalam. Semuanya berubah. Dan kenyataan bahwa ia harus kehilangan Ayah dan Ibunya dalam waktu yang bersamaan membuat Aira merasa begitu menyedihkan. Sesekali ia merasakan penyesalan, jika harus hidup sendiri, kenapa ia tidak ikut tewas sekalian dalam kecelakaan itu?
Hingga akhirnya, kedua orang tua Nico, yang Aira kenal sebagai sahabat dari Ibu dan Ayahnya, datang menemui Aira begitu mendengar kabar kematian Ibunya. Mereka mengajak Aira untuk ikut tinggal bersama mereka. Bukan keputusan mudah bagi Aira untuk menyetujui ajakan itu. Ia bahkan butuh waktu setahun lamanya untuk sampai pada kata sepakat. Dan akhirnya di sinilah Aira sekarang. Tidak ada satupun keluarga yang akan mengurusnya sejak kematian Ayah dan Ibunya. Aira juga tidak memiliki kerabat dekat yang bisa ia mintai pertolongan. Keluarga jauhnya bahkan lepas tangan pada Aira. Itulah pertimbangan terbesar Aira untuk menyetujui ajakan kedua orang tua Nico.
Dalam diam, Aira merasa seperti terbuang. Sampai akhirnya kedua orang tua Nico yang memang ia kenal juga sejak ia masih kecil datang menemuinya, perasaan Aira perlahan jadi membaik.
"Ikut sama Tante dan Om ya, Na?" Bujuk Regina untuk terakhir kali sebelum Aira menyetujuinya. "Bagaimanapun kondisinya sekarang, Nana harus tetap melanjutkan hidup Nana. Mendiang Ibu sama Ayah, pasti nggak mau lihat Nana terus-terusan terlarut dalam kesedihan. Seenggaknya demi Ibu dan Ayah, Nana harus lanjutin hidup dan raih semua mimpi Nana. Tante, Om Adryan, sama Nico akan selalu ada sama Nana. Kita akan jadi satu keluarga."
Aira menatap raut wajah Regina yang dipenuhi dengan ketulusan. Aira lalu beralih menatap Adryan yang tengah berdiri di ambang pintu, Adryan menatapnya dengan cemas. Cemas kalau-kalau Aira menolak mereka seperti yang sudah-sudah. Adryan lalu mengangguk pelan pada Aira sebagai tanda bahwa ia juga dengan tulus memiliki keinginan yang sama dengan istrinya.
Aira menghela nafas, lalu berkata dengan pelan, "ba—baiklah."
Adryan dan Regina tersenyum lega. Kali ini Adryan lebih mendekat pada Regina dan Aira. Ia mengusap lembut puncak kepala Aira sembari tersenyum lebar, "Nico pasti bakalan senang juga."
Aira Kelana adalah gadis remaja berusia 18 tahun yang terlahir dengan kecantikan alaminya. Menurut Regina dan Adryan, Aira sangat mirip dengan mendiang Ibunya ketika masih muda. Ia memiliki wajah kecil dengan tahi lalat di pipi sebelah kirinya. Rambut panjang lebatnya menutupi bahu, dan ia membiarkan poni tipisnya menjuntai di dahinya. Aira juga memiliki kecerdasan yang membuatnya selalu mendapatkan peringkat teratas di sekolah.
Tetapi Aira yang dulu memiliki keperibadian cerah, sekarang berubah menjadi sosok yang tertutup sejak kematian Ibunya. Kedua mata cantiknya yang dulu selalu berbinar seakan kehilangan cahaya.
"Bersikap baiklah pada Aira." Pinta Adryan dengan penuh kesungguhan pada Nico.
Setelah mendengar cerita kelam Aira dari Papanya, Nico semakin merasa bersalah atas ucapannya tempo hari pada gadis itu. Bahkan jika ia kembali pada waktu itu dan mengubah keadaan, Nico fikir rasa sesalnya tidak akan menghilang.
...****...
Aira sedang membaca sebuah buku di teras belakang saat tiba-tiba Nico datang dan mengambil posisi tepat di sampingnya. Menyadari bahwa ia tidak lagi sendiri di tempat itu, Aira mengalihkan perhatiannya dari buku yang ia baca, lalu menoleh ke arah Nico. Tatapannya pada Nico begitu lembut, tidak ada lagi kemarahan atau rasa kesal atas penolakan Nico tempo hari.
Tapi Aira merasa bingung sekarang. Ini kali pertamanya ia bertemu kembali dengan Nico setelah bertahun-tahun, tidak hanya menolak kehadirannya, Nico bahkan tidak menyadari bahwa dia adalah Nana, sahabat yang begitu Nico sayangi di masa lalu. Namun meski begitu, Aira tidak bisa menyalahkan Nico terlalu lama, apalagi membencinya.
"Hai, Aira!" Sapa Nico dengan canggung.
'kamu bahkan nggak manggil aku Nana' Balas Aira dalam hati. Sebersit rasa kecewa tiba-tiba mengusik hatinya. Dan atmosfer canggung yang Nico bawa, mau tidak mau membuat Aira merasa canggung juga.
"Hai, Nic! Kenapa?"
Nico tidak langsung menjawab. Ia terlihat ragu-ragu lalu mengusap belakang tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Dan Aira masih hafal gesture itu. Itu adalah gesture yang menunjukkan bahwa Nico sedang gugup sekarang. Dan sialnya, ini pertama kalinya Nico merasa segugup ini.
Setelah berhasil menenangkan diri, Nico pun mengulurkan tangannya di hadapan Aira untuk mengajaknya bersalaman seraya berkata, "maaf terlambat menanyakan ini, tapi... apa kabar, Aira?"
Aira tersenyum tipis, dan menyambut uluran tangan Nico dengan hangat. Lalu dengan tenang dan yakin, Aira menjawab,
"kabar baik. Senang rasanya ketemu kamu lagi..."
^^^To Be Continued...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments