Pradana mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi setelah menerima telpon dari babysistter Nisa, yang mengabarkan bahwa Nisa sekarang dirawat di rumah sakit. Gadis kecil itu tidak sengaja tertabrak mobil, saat hendak mengambil bola yabg terlempar ke tengah jalan raya.
"Ayolah angkat telponku Natsume! Hah..., sesibuk apa sih dia?" Pradana membuang ponselnya ke bangku penumpang disebelahnya.
Sesekali diliriknya ponsel itu dengan tatapan kesal, dan berharap akan ada telpon balik dari Natsume. Sudah belasan kali ia menghubungi istrinya itu untuk mengabarkan kondisi Nisa, namun tak kunjung diangkat.
Tak berapa lama kemudian, Pradana telah sampai didepan rumah sakit dimana putrinya sedang dirawat. Pradana segera memarkir mobilnya dan berlari ke dalam, untuk mencari keberadaan putrinya.
" Ratih" panggil Pradana saat melihat perempuan yang ia pekerjakan untuk bertugas mengasuh putrinya itu, sedang berdiri dengan gerakan gelisah didepan sebuah ruangan.
" Tu.. tuan" jawab Ratih dengan suara takut yang jelas terdengar.
"Maafkan saya tuan. Ini semua salah saya, saya sudah lalai menjaga non Nisa. Saya minta maaf tuan" Ratih memohon ampun pada Pradana, dan menjatuhkan tubuhnya ke lantai rumah sakit untuk berlutut dihadapan tuannya itu.
"Saya belum bisa memutuskan apakah kamu ikut bersalah atau tidak, atas kejadian yang menimpa anak saya. Sebelum tau cerita lengkapnya, tentang bagaimana hingga putri saya bisa terbaring dalam ruangan itu"
Pradana menjadi sedih, saat melihat kondisi putrinya yang sedang berbaring disebuah ranjang dalam ruangan yang terletak tepat didepan hadapannya. Kedua mata gadis itu tertutup rapat, dengan kepala yang terbalut perban tebal.
" Bangunlah Ratih. Saya ingin menemui dokter yang merawat Nisa" lanjut Pradana.
"Baik tuan" jawab Ratih pasrah. Dirinya tau, bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk membantah.
Tiba-tiba pintu ruangan dihadapan mereka terbuka, dan keluarlah seorang pria muda dalam balutan jas putih melekat dibadannya. Ia mencoba memaksakan seulas senyuman meskipun wajahnya nampak kelelahan, saat melihat kehadiran Pradana.
"Apakah bapak adalah orang tua dari gadis kecil yang sedang saya rawat?" tanya dokter itu ramah.
"Iyah betul dok, saya ayahnya Nisa. Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Pradana cemas.
"Putri anda mengalami pendarahan dikepalanya akibat benturan yang cukup keras.Tapi tidak usah khawatir, karna saya sudah menanganinya. Sekarang ia tinggal menunggu kesadarannya kembali, kemudian saya akan melakukan beberapa pemeriksaan terhadapnya"
" Terima kasih dok, karna sudah merawat anak saya. Saya mohon bantuan dokter untuk perawatan selanjutnya"
"Sama-sama pak. Untuk sekarang biarkan anak bapak beristirahat dulu"
"Baik dok"
" Kalau begitu saya permisi dulu" dokter berlalu dari hadapan Pradana dan Ratih, setelah melemparkan senyum ramah kepada keduanya dengan sopan.
Pradana membuka pintu rawat inap dan masuk kedalam diikuti Ratih dibelakangnya. Pradana memandang wajah Nisa dengan resah, kemudian duduk disamping putrinya. Hatinya seketika terasa begitu sakit, seperti teriris sebilah pisau tajam melihat kondisi putrinya yang terbaring tak berdaya dengan selang infus menacap pada tangannya.
Putrinya yang selalu lincah dan penuh tingkah lucu itu, kini harus berada dirumah sakit dalam keadaan menyedihkan. Sungguh Pradana tak sanggup melihatnya, dan tak terasa setetes air mata mengalir turun membasahi pipinya tanpa bisa dicegah.
"A..yah.., emmm.." Nisa berusaha membuka matanya, ketika merasakan tangannya digenggam oleh seseorang.
Sebenarnya, ia sudah tersadar sedari tadi, namun kepalanya terlalu sakit untuk membuka mata.
"Nisa? Kamu sudah sadar nak? Kamu baik-baik saja kan sayang? Bagian mana yang sakit, coba beritahu ayah!" Pradana menatap putrinya cemas, sambil tangannya buru-buru menghapus air mata dipipinya.
"Iyah ayah... Ni..sa..., baik-baik aja ayah... Ayah jangan sedih" Nisa memaksakan seulas senyum untuk menyakinkan Pradana bahwa dirinya benar dalam kondisi yang baik-baik saja.
"Ayah tolong jangan menyalahkan mba Ratih, karna saat itu mba Ratih sedang pergi ke toilet. Ini semua adalah salah Nisa sendiri, karna tidak hati-hati saat sedang bermain"
"Apa benar itu Ratih?"
"Memang benar saya pergi ke toilet waktu itu tuan, tapi tetap saja saya telah lalai dalam menjaga non Nisa. Jika seandainya saya tidak pergi dan meninggalkan non Nisa, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Saya akan terima apa pun hukuman yang akan tuan berikan sekalipun itu berarti saya harus berhenti bekerja di keluarga tuan" jelas Ratih panjang lebar.
"Baiklah, saya akan memberikan kamu hukuman sesuai dengan perkataanmu barusan" ucap Pradana datar tak berekpresi.
"Ayah!" seru Nisa lemas karna kaget mendengar ucapan ayahnya barusan.
"Kamu harus tetap berada, dan bekerja sebagai pengasuh Nisa. Bahkan sampai dia besar, dan hanya saya yang berhak memecat Kamu. Satu hal yang saya inginkan dari kamu, jangan pernah mengurangi rasa sayangmu terhadap putri saya"
"Tu.., tuan.." Ratih terkejut mendengar perkataan Pradana. Baru saja ia berpikir telah berada dalam masalah besar, saat melihat tatapan dingin yang diberikan oleh Pradana padanBaruNamun siapa sangka, majikannya itu malah memberikan hukuman yang sangat menyenangkan baginya.
"Saya berjanji tuan, akan selalu ada disisi non Nisa, dan menyanyanginya selalu"
"Baguslah kalau begitu. Dan kamu putri kecil, tolong kembali tidur. Karna dokter bilang, kamu harus banyak beristirahat supaya bisa cepat sembuh" kini tatapan Pradana beralih pada wajah putrinya.
"Baik ayah. Nisa tidur dulu yah, bye ayah"
" Ratih, apa kamu sudah mengabari istri saya tentang keadaan Nisa?" tanya Pradana pada Ratih, setelah memastikan Nisa telah tertidur lelap.
" Saya sudah mencoba menelpon nyonya berkali-kali tuan, tapi tidak ada satupun yang diangkat. Dan sampai sekarang, nyonya belum juga menelpon balik"
"Baiklah. Kamu temani dan jaga Nisa disini dulu, saya ingin pulang sebetar. Karna ini sudah sore, pastinya Arya dan Arkana ada di rumah sekarang. Mereka pasti khawatir dengan keadaan Nisa, kamu pastinya mengabarkan hal ini ke rumah kan?"
"Iyah tuan. Saya menitipkan pesan pada bi Inah, untuk menyampaikan keadaan non Nisa pada orang rumah"
"Baiklah, nanti saya akan kembali lagi ke sini. Jika ada sesuatu yang kamu butuhkan, telpon saja sapir untuk diantarkan"
"Baik tuan"
Pradana segera meninggalkan rumah sakit dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia sangat kecewa terhadap Natsume yang tak juga bisa dihubungi sama sekali.
Pradana sadar betul, jika waktu Natsume untuk dirinya dan anak-anak, sudah sangat berkurang sekali. Namun ia mencoba untuk memahami keinginan istrinya itu.
Seringkali Natsume pulang larut malam, dan pergi ke kantor di pagi hari tanpa menyiapkan keperluan dirinya dan anak-anak mereka.
Pradana tak ingin mempermasalahkan hal sepele seperti itu, toh Pradana juga bisa melakukannya sendiri, begitupun dengan anak-anak mereka yang cukup mandiri. Apalagi ada Ratih dan bi Inah yang bekerja di rumah mereka.
Tak perlu waktu lama untuk Pradana sampai di rumah, segera ia raih tas kerjanya dan berjalan masuk kedalam rumah.
"Ayah!" seru Arya saat melihat sosok Pradana "Bagaimana keadaan Nisa yah? Dia baik-baik saja kan?" tanya Arya khawatir.
"Nisa baik-baik saja sekarang. Dokter sudah menanganinya dengan baik, jadi kalian jangan khawatir"
"Terus Nisa sekarang sama siapa di rumah sakit yah?" kali ini suara Arkana yang terdengar.
" Nisa sama mbak Ratih sekarang. Ayah pulang sebentar, karna ada hal yang harus ayah kerjakan. Nanti ayah akan balik lagi ke rumah sakit, di mana bi Inah?"
" Bi Inah lagi dibelakang yah"
" Kalau begitu, tolong kamu bilang sama bi Inah yah Arka, kalau ayah minta tolong disiapkan semua keperluan Nisa untuk dibawa ke rumah Sakit nanti"
"Baik ayah" jawab Arkana. Sosoknya kemudian menghilang berjalan kebelakang rumah.
"Arya, ayah mau kamu juga siap-siap menggantikan ayah untuk ke rumah sakit. Ayah khawatir tidak bisa kembali kesana, karna masih banyak pekerjaan yang harus ayah kerjakan" kata Pradana pada putra sulungnya.
Ia memang segaja membawa beberapa dokumen ke rumah untuk dikerjakan. Mengingat bahwa ini adalah dokumen penting tentang kerjasama perusahaannya dengan beberapa klien dari negara asing, yang harus ditemuinya besok, Pradana mungkin tidak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja.
"Baik ayah, Arya mengerti"
"Baguslah kalau begitu. Ayah ke kamar dulu yah" Pradana kemudian beranjak pergi ke kamarnya, ia akan mandi dan beristirahat sejenak untuk melepas lelah yang dirasakan karna sudah bekerja seharian.
******
Pradana membuka matanya dengan rasa kantuk yang teramat sangat dan segera melihat jam yang berada didalam ruang kerjanya. Jam menunjukkan pukul 11 malam, ternyata ia ketiduran setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Pradana segera berdiri untuk membereskan kertas-kertas dokumen yang masih memenuhi meja kerjanya dengan terburu-buru, ia ingin segera kembali ke rumah sakit menemani Nisa.
Tiba-tiba terdengar sebuak ketukan dipintu, sebelum akhirnya pintu itu terbuka, dan disana berdirilah sosok putra sulungnya.
" Ayah sudah bangun? Ayah nampak sangat lelah tadi, jadi Arya tidak tega untuk membangunkan dan membiarkan ayah tidur terus"
"Iya, ayah merasa sangat ngantuk dan tanpa sadar ayah tertidur. Terima kasih karna sudah memperhatikan ayah"
"Sama-sama ayah. Tadi Arya sudah menelpon mbak Ratih untuk mengabarkan bahwa ayah akan terlambat kembali ke rumah sakit. Mbak Ratih juga tidak keberatan untuk menjaga Nisa sendirian malam ini. Kalau ayah mau, Arya bisa menggantikan ayah ke rumah sakit"
"Tidak apa-apa, biar ayah saja yang kesana. Arya di rumah saja bersama Arkana. Apa bundamu sudah pulang?"
"Belum ayah, bunda juga tidak menjawab telpon Arya"
Pradana mengusap wajahnya dengan gusar, saat mendengar jawaban Arya. "Sebenarnya kemana istrinya itu, hingga tak bisa dihubungi sama sekali seperti sekarang" batin Pradana kesal.
"Paling sebentar lagi juga bunda pulang yah. Kalau ayah mau ke rumah sakit sekarang, ayo sama-sama ke bawah" Arya buru-buru mengalihkan pikiran ayahnya, saat melihat ekspresi Pradana yang terlihat marah dan juga kesal.
"Baiklah" jawab Pradana pasrah dan segera keluar ruangan diikuti oleh Arya.
Mereka baru saja sampai dilantai satu, begitu terdengar suara mobil memasukki garasi disamping rumah. Pradana langsung mengenali bahwa itu adalah suara mobil milik istrinya.
"Arya, kamu pergi duluan ke rumah sakit menggantikan ayah. Kamu bisa kan?" tanya Pradana tanpa melihat wajah putranya.
Tatapannya tertuju kearah pintu rumah, menantikan kehadiran Natsume disana.
" Baik ayah" jawab Arya patuh, karna tak ada untungnya juga jika ia membantah ucapan ayahnya. Apalagi dalam keadaan sekarang, bundanya memang bersalah.
Langka Arya sampai dipintu rumah bersamaan dengan kehadiran bundanya, baru saja ia melihat bundanya ingin mengucapkan sesuatu sebelum di potong oleh suara teriakan ayahnya yang memenuhi seisi rumah.
" NATSUME!" teriak Pradana marah, membuat Natsume dan juga Arya terkejut.
Sungguh baru kali ini Arya melihat ayahnya berteriak marah seperti itu. Selama ini yang Arya tahu, ayahnya itu adalah sosok yang sangat sabar dan penuh kehangatan .
"Dari mana saja kamu? Jam begini, baru pulang? Seharian dihubungi juga tidak bisa!"
"Apaan sih mas, udah malam kok teriak-teriak nggak jelas?" tanya Natsume dengan santai berusaha menghilangkan rasa terjekut pada dirinya. Ia masuk kedalam rumah tanpa ada rasa takut sedikitpun terhadap suaminya.
"Kamu! Kamu bisa santai seperti itu? Kamu tidak lihat apa, kalau sekarang aku sedang marah padamu? Apa sih yang kamu lakukan seharian ini, sampai tidak bisa dihubungi sama sekali?"
"Yah ampun mas, memangnya kamu kalau ke kantor ngapain? Kerja kan? Kalau begitu sama kayak aku, aku juga kerjalah mas di kantor! Memangnya mau ngapain Lagi? Pertanyaan kamu aneh banget sih mas"
"Kerja? Kamu kerja apa saja, sampai nggak bisa mengangkat telpon dariku sebentar saja? Aku menelponmu puluhan kali Natsume! Bukan hanya aku saja yang menelpon, tapi Ratih dan kedua anakmu juga, bahkan bi Inah! Tapi tidak ada satu pun yang kamu angkat! Sebenarnya apa yang kamu pikirkan, hah?" Pradana benar-benar murka terhadapa wanita didepannya, sedangkan Arya masih berdiri diam di dekat pintu.
"Memangnya kenapa sih mas? Aku tadi memang sempat liat telpon kamu dan juga Ratih, tapi aku lagi sibuk, jadi nggak sempat angkat. Setelah itu juga hpku disilent, karna lagi rapat penting"
PLAK.. sebuah tamparan keras mendarat dipipi kanan Natsume Yang disambut dengan wajah terkejut oleh wanita itu.
"KAMU APA-APAAN SIH MAS! KENAPA KAMU NAMPAR AKU?"
" Kenapa kamu bilang? karna kamu pantas mendapatkan itu, supaya kamu tau! Sekarang bagimu keluarga bukan lagi hal yang penting kan? Dan pekerjaanmu itu, jauh lebih penting bagimu!" tanya Pradana bertubi.
"Aku nggak pernah bilang gitu yah mas, aku beneran sibuk!"
"Sibuk? Kamu tau apa yang terjadi sama putrimu saat ini? Putri kamu sekarang dirawat di rumah sakit karna tertabrak mobil! Dia mengalami pendarahan dikepalanya, dan kamu sebagai ibunya tidak bisa dihubungi meski hanya sebentar saja! Bahkan berinisiatif untuk menelpon balik pun, kamu tidak punya!"
" Apa?? Nisa ditabrak mobil dan dirawat di rumah sakit sekarang?" Natsume tampak terkejut, namun sedetik kemudian kembali menjadi tenang.
" Tapi sekarang sudah ditangani sama dokter bukan? Seharusnya sekarang dia sudah baik-baik saja kan? Nggak ada yang harus dikhawatirkan lagi bukan? Aku cape mas, mau istirahat. Besok aku bakalan ke rumah sakit untuk menjenguk Nisa"
Natsume melangkahkan kakinya melewati Pradana untuk segera ke kamarnya, namun langkahnya harus terhenti karna tangannya ditahan oleh Pradana.
"Kamu jangan membuat kesabaranku habis untuk Menghadapi sikapmu! Selama ini aku sudah cukup sabar dan mencoba memahami keadaanmu, terkait keinginan kamu untuk kembali bekerja. Jangan buat aku melakukan kekerasan terhadap kamu Natsume!"
"Apa? Kamu ingin pukul aku lagi? Kamu sendiri tau kan, kalau aku ingin memulai karir aku kembali, dan sekarang kesempatanku untuk naik jabatan ke posisiku dulu!"
"Aku tau itu Natsume, tapi tingkah kamu sekarang sudah menunju kearah obsesi dan gila jabatan! Kamu bahkan nggak peduli dengan keadaan anak-anakmu dan juga aku! Kamu selalu pulang larut malam dan tidak pernah melakukan kewajibanmu lagi sebagai seorang istri dan ibu!"
"Jangan lebay mas! Kamu dan anak-anak juga bisa mengurus diri kalian sendri kan? Lagipula ada bi Inah yang bantu menyiapkan segalanya! Aku cape, kalau memang masih ada yang ingin kamu bicarakan, sebaiknya dilanjutkan besok!" Natsume melepaskan genggaman Pradana dari tangannya dengan kasar, dan naik ke lantai dua menuju kamar mereka.
"NATSUME! AKU MASIH BICARA SAMA KAMU!" teriak Pradana, yang dibalas bantingan pintu oleh Natsume.
Pradana benar-benar dibuat terkejut oleh sikap Natsume yang sudah tak sama lagi seperti dulu.
Natsume sudah berubah menjadi sosok asing yang tak dikenal Pradana, dimata dan pikiran Natsume sudah sepenuhnya terisi oleh karir dan keinginannya dalam dunia kerja. Ia telah lupa akan kewajibannya sebagai istri dan juga seorang ibu.
" Yah? ayah baik-baik saja kan?"
"Ayah baik-baik saja, Arya. Lebih baik, kita ke rumah sakit saja sekarang" ajak Pradana.
"Tapi Arya pikir, ayah tidak jadi pergi? Arya bisa kok pergi sendiri"
"Tidak apa-apa, ayah juga ingin tidur di rumah sakit malam ini. Kita pergi bersama saja"
Untuk sementara, sebaiknya dirinya tak bertemu dulu dengan Natsume. Dirinya takut akan kembali tersulut emosi jika berhadapan dengan wanita itu.
" Arkana juga ikut yah" tiba-tiba Arkana muncul dari atas tangga dengan menenteng tas sekolahnya.
"Tapi besok kan, kamu sekolah dek" ujar Arya mengingatkan.
"Arkana tau kok kak, ini Arkana udah siapin baju seragam dan buku pelajaran dalam tas. Rencananya Arkana akan berangkat dari rumah sakit ke sekolah. Arkana juga bisa pinjam kamar mandi dokter yang ada dirumah sakit, sama dokter yang merawat Nisa buat mandi"
"Yah sudah kalau Arkana juga mau ikut ke rumah sakit. Nanti ayah yang akan mengantar kamu ke sekolah besok. Arya libur kan besok? Bisa temanin Nisa seharian?"
" Bisa kok ayah"
"Baiklah kalau begitu, ayo kita berangkat"
Mereka segera meninggalkan rumah dan berangkat ke rumah sakit. Namun Pradana tidak sadar, bahwa kedua putranya sedang menatap punggung ayah mereka itu dengan tatapan sedih dan prihatin yang teramat sangat.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments