Nisa mengusap matanya dengan rasa ngantuk yang teramat sangat. Matanya kini dipaksa untuk terbuka melihat keadaan sekitar, karna sinar matahari yang sangat menyilaukan, mengenai wajahnya dan mengganggu tidur lelapnya.
Hal pertama yang dilihatnya yaitu kehadiran seorang wanita dengan setelan babysitter berdiri didepan jendela kamarnya. Tangan wanita itu sibuk membuka kain jendela kamar Nisa, membiarkan cahaya matahari masuk dan mengenai wajah gadis kecil itu.
" Selamat pagi non Nisa" sapa Wanita itu lembut saat menyadari anak majikannya Itu sudah bangun, namun masih tetap berada diatas ranjang.
"Kok mbak ratih yang bangunin Nisa, bukannya bunda? Bunda kemana mbak? Bunda sakit yah?"
"Bundanya non Nisa nggak sakit kok non. Tapi nyonya hari ini mulai masuk kerja lagi ditempat kerjanya yang lama, jadi non Nisa sekarang mbak Ratih yang bantu ngurus"
"Bunda kerja? Kok Nisa nggak dikasih tau sama bunda? Terus bundanya sekarang dimana? Belum pergi kan?" tanya Nisa dengan nada kesal yang sangat jelas.
Ratih cuman tersenyum melihat tingkah majikan kecilnya, yang mulai memanyunkan bibir kedepan.
Ratih baru saja ingin menjawab pertanyaan Nisa, ketika gadis itu sudah lebih dulu memilih untuk memastikan sendiri dimana keberadaan bundanya sekarang. Ia turun dari ranjangnya dan bergegas keluar dengan terburu-buru.
" Non Nisa pelan-pelan jalannya non, jangan lari" teriak Ratih cemas yang langsung mengikuti langkah Nisa keluar dari kamar.
Belum berapa langkah berjalan, Ratih terdiam ditempat melihat kehadiran Arya disamping Nisa dengan wajah serius.
" Nisa bisa nggak, jangan lari-lari? Ini lantai 2 loh, kalau Nisa jatuh gimana?Kalau jatuh terus cederanya nggak parah masih baik, tapi kalau parah gimana?" tanya Arya marah.
"Maaf kak"
"Jangan terlalu keras juga lah kak. Kalau berbuat salah yang sama, cukup ditegur pelan-pelan nanti juga ngerti" sosok Arkana yang baru saja keluar dari ruang belajar yang terletak dilantai dua, ikut membela adiknya.
"Justru karna Nisa masih kecil, harus diajarin memang dari sekarang!" Arya menatap Arkana dengan tatapan tak setuju
"Nisa tau kan, kalau kak Arya seperti ini buat kebaikan Nisa sendiri? Kalau kak Arya nggak sayang sama Nisa, udah kak Arya biarkan Nisa lari-lari terus jatuh!" lanjut Arya, kini tatapannya kearah Nisa sedikit melembut.
"Iyah kak, Nisa tau kok. Nisa akan coba buat perbaiki kebiasaan Nisa itu. Maaf yah kak"
Arya mengusap rambut Nisa dengan sayang. Arya memang terlihat bersikap keras terhadap Nisa, namun itu semua demi kebaikan Nisa sendiri.
Dirinya tak mau Nisa nantinya bertumbuh menjadi gadis yang lemah dan tak bisa tegas terhadap orang-orang disekitarnya, apalagi kalau ada orang yang sampai berperilaku jelek terhadap adiknya.
Bagi Arya, memiliki adik perempuan adalah sebuah tanggung jawab besar untuk menjaga, juga mengajarinya tentang banyak hal. Arya menyadari betul, bahwa dunia luar, sangatla berbahaya terlebih untuk kaum hawa.
Arya tidak ingin sampai hal-hal buruk yang sering dibaca dan ditontonya diberita sampai menimpa Nisa. Karna itu, sebisa mungkin Arya mencoba menanamkan pengajaran dengan caranya sendiri terhadap Nisa.
"Loh kok, semuanya ngumpul disitu sih? Lagi ngapain, kenapa nggak turun sarapan? Ayo buruan turun, nanti kalian telat ke sekolah" terdengar suara Natsume dari lantai bawah, membuat keempat orang itu segera berjalan turun dengan patuh.
"Ayo Arya sama Arkana sarapan. Nisa juga disuapin sama mbak Ratih yah" Natsume mulai memberi perintah pada ketiga anaknya.
"Bunda mulai kerja hari ini?" tanya Arkana sambil duduk dikursinya.
"Iyah sayang... Arya makan nasi gorengnya juga, jangan cuman makan roti aja" Natsume tampak sibuk menyiapkan sarapan dengan sesekali menanggapi obrolan keluarganya.
"Arya sarapan yang ringan-ringan aja bun, lebih bagus dan sehat dipagi hari" jawab Arya sambil membuka buku ditangannya dan mulai menenggelamkan fokus dirinya disana.
Natsume cuman bisa menghela nafas pelan melihat tingkah putra sulungnya itu, dirinya melirik Pradana yang dibalas senyuman kecil oleh suaminya.
" Ini sarapan Arkana, dan ini punyanya Nisa. Nisa makannya disuap mbak Ratih yah?" Natsume menyodorkan sepiring nasi goreng pada Arkana dan Nisa.
" Nisa makan sendiri aja. Mbak Ratih tolong siapin keperluan Nisa aja, nanti selesai sarapan Nisa nyusul keatas buat siap-siap" jawab Nisa pelan, dengan nada kesal yang terukir jelas disana.
Ratih cuman bisa melihat nyonyanya untuk meminta persetujuan, yang langsung disetujui Natsume dengan anggukan kecil. Ratih pun beranjak dari sana menuju lantai dua.
"Nisa marah yah sama bunda?" tanya Natsume lembut pada Nisa yang mulai memakan sarapannya dalam diam.
Biasanya suara gadis itu yang paling sering menghiasi rumah disudut manapun ia berada. Melihat tingkah putrinya yang tak biasa, Natsume sadar betul bahwa Nisa sedang marah, dan itu mungkin terhadap dirinya.
"Nggak, Nisa nggak marah kok sama bunda. Buat apa marah? Emangnya, bunda punya salah yah sama Nisa?"
"Bunda tau kok, Nisa lagi marah sama bunda. Pasti karna bunda nggak ngasih tau Nisa, kalau bunda mau kerja lagi kan? Dan karna Nisa harus diurus sama mbak Ratih lebih sering dibanding kan sama bunda?"
Nisa memandang wajah bundanya dengan tatapan kesal, namun dibalas senyuman manis oleh Natsume.
"Nisa kan udah besar sekarang. makan, berpakaian dan banyak hal udah bisa Nisa lakuin sendiri. Cuman sesekali aja perlu dibantu, jadi nggak masalah kan kalau bunda tinggal kerja? Toh ada mbak Ratih juga yang akan selalu temanin Nisa"
" Tapi kan Nisa maunya sama bunda, bukan mbak Ratih. Bunda Nisa kan, bukan mbak Ratih!" air mata Nisa mulai mengalir turun.
"Bunda juga nggak ngasih tau Nisa kalau bunda mau kerja lagi, padahal yang lain dikasih tau. Kenapa cuma Nisa yang nggak? Apa karna Nisa masih Kecil, jadi nggak dianggap?"
" Nisa kok ngomong gitu sih?" tanya Pradana terkejut mendengar pertanyaan putri kecilnya.
" Habisnya cuman Nisa aja yang nggak dikasih tau, mbak Ratih aja dikasih tau, masa Nisa nggak?" jawab Nisa semakin kesal.
"Bunda nggak sempat kasih tau Nisa, karna bunda minta ijin sama ayah aja Nisa udah tidur. Gimana mau ngasih tau coba?" ucap Nastume mencoba menjelaskan.
"Bunda baru semalam minta ijin ke ayah? Tapi kok bisa hari ini langsung mulai kerja? Memangnya bunda kerja dimana? Di perusahaan punya ayah yah?" tanya Nisa penasaran.
" Bukan di perusahaan ayah sayang, tapi di perusahaan tempat bunda bekerja dulu. Semalam pas dapat ijin dari ayah, bunda langsung ngirim email ke pemilik perusahaannya buat lamar kerja kembali disana. Terus pas subuh tadi bunda bangun, ternyata email bunda udah dibalas, dan bunda diterima. Makanya sekarang, bunda siap-siap pergi kerja juga" jelas Natsume panjang lebar, berharap putrinya mau mengerti terhadap keadaannya.
" Bunda ngirimin lamaran semalam dan langsung diterima? Secepat itu bun? Bunda keren banget!" ucap Nisa antusias sambil mengancungkan kedua jempolnya kepada Natsume, yang langsung disambut tawa semua orang disana.
Gadis kecil itu sepertinya sudah lupa akan rasa kesal dan marah yang baru beberapa menit tadi ia deklarasikan.
"Iyah dong, bunda gitu loh!" sahut Natsume bangga.
"Walaupun bunda diterima bukan seperti posisi yang dulu bunda tempati waktu berkerja disana, tapi bunda yakin, bunda pasti bisa berada diposisi itu lagi" lanjut Natsume.
Nisa bertepuk tangan heboh mendengar kata-kata Natsume. Walaupun sebenarnya, ia sedikit tak mengerti arti dari apa yang Natsume katakan, tapi dimata Nisa bundanya sekarang terlihat sangat keren.
"Bunda harus semangat yah, Nisa yakin bunda pasti bisa! Pokoknya kalau besar nanti, Nisa mau jadi seperti bunda. Bunda adalah panutan Nisa!" Ucap Nisa bangga.
" Aduh..., makasi anaknya bunda sayang. Bunda jadi makin semangat sekarang" Natsume mencium kedua pipi Nisa dengan gemas.
" Hehehe...., sama-sama bunda. Nisa juga jadi semangat buat ke sekolah, walaupun nggak ditemani sama bunda lagi. Nisa janji akan sekolah yang benar, biar bisa jadi seperti bunda"
" Bunda juga janji, walaupun bunda udah kerja lagi, tapi bunda akan selalu ada buat kalian. Buat Nisa, kak Arya dan juga kak Arkana. Bunda nggak akan pernah melupakan tugas-tugas bunda sebagai bunda kalian bertiga, dan juga istri dari ayah kalian" Natsume tersenyum percaya diri dihadapan suami dan juga anak-anaknya.
Nisa ikut tersenyum menatap wajah bundanya dengan kagum, dirinya merasakan energi positif bundanya memenuhi ruangan dan membuat dirinya ikut bersemangat.
Baginya, bunda adalah sosok yang luar biasa karna bisa menjalani begitu banyak peran. Bunda bisa menjadi bunda mereka bertiga, bisa menjadi istri, bisa menjadi wanita yang bekerja, dan masih banyak lagi.
Dalam hatinya, Nisa sangat ingin menjadi seperti bundanya itu. Dirinya bertekad untuk membuat keluarganya bangga dengan pencapaiannya seperti bunda kelak ia besar nanti.
"Non Nisa udah selesai sarapannya?" tanya Ratih, babysitter Nisa yang kini sudah berdiri disampingnya. Nisa menoleh dan langsung mengangguk kecil.
" Kalau sudah, ayo kita siap-siap diatas non. Biar tidak terlambat berangkat ke sekolahnya"
" Ayo mbak" jawab Nisa sambil mengandeng tangan Ratih dan mengikuti langkah wanita yang baru berumur 20an itu dengan patuh.
Nisa berusaha secepat mungkin bersiap, agar bisa berangkat bersama bundanya. Dirinya memang sudah berencana untuk meminta diantarkan terlebih dahulu ke sekolah oleh Natsume, sebelum wanita itu berangkat kerja.
Nisa menatap pantulan tubuh mungilnya dicermin, dan tersenyum puas. Ia berjalan kearah Ratih yang sudah menunggunya diambang pintu, dengan tas sekolah yang sudah berada diatas bahunya.
"Mbak Ratih, ayo kita ke bawah" ajak Nisa dan mulai menuruni anak tangga satu persatu diikuti Ratih.
" Loh kok udah sepi, semua orang udah berangkat yah?" tanya Nisa lebih pada dirinya sendiri, saat melihat keadaan lantai 1 rumahnya yang sangat sepi, tanpa ada tanda kehadiran kedua kakak dan orang tuanya.
" Udah berangkat semuanya non" bi Inah menghampiri Nisa, menjawab pertanyaan gadis itu.
" Bunda juga udah berangkat yah Bi?"
" Iyah non. Kata nyonya, non Nisa berangkat sama bang Sarip aja, soalnya nyonya takut terlambat. Ini kan, hari pertamanya nyonya masuk kerja, nggak enak sama karyawan lain kalau sampai terlambat. Begitu kata nyonya tadi non"
" Gitu yah bi? Ya udah deh nggak papa, Nisa berangkatnya sama bang Sarip dan mbak Ratih aja" kata Nisa pasrah.
Dirinya mencoba mengerti keadaan dan posisi sang bunda, lagipula Nisa juga tidak ingin bundanya di nilai jelek oleh karyawan lain hanya karna datang terlambat dihari pertama masuk kerja.
" Nisa berangkat dulu yah bi, bibi hati-hati dirumahnya"
" Iya non Nisa. Non juga hati-hati berangkat, dan semangat buat sekolahnya" sahut bi Inah dengan senyuman pada majikan kecilnya itu.
"Iyah bi, dadah" Nisa melambaikan tangannya dan kemudian berjalan menuju mobil yang telah menanti dirinya.
Nisa masuk dan duduk berdampingan dengan Ratih dikursi penumpang. "Ayo jalan, bang Sarip"
"Baik non"
Sepanjang perjalanan ke sekolah, Nisa tak hentinya memikirkan bundanya. Dirinya terus menerus membayangkan akan menjadi seperti Natsume jika besar nanti.
Namun ia tak tahu bahwa Natsume lah yang akan memainkan peran penting dalam kemalangan serta kesedihan yang akan terukir jelas di hidupnya.
Nisa terlalu percaya diri bahwa bundanya akan selalu berada dipihaknya, seperti yang dijanjikan. Namun ia masih terlalu kecil untuk mengerti, bahwa janji seseorang pun bisa diingkari dan dianggap tak begitu penting lagi dengan seiring berjalannya waktu.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments