ngiung ngiung ngiung
Suara bunyi sirine mobil polisi berlalu pergi dari mess Perusahaan GD Express. Di dalam mobil polisi sudah ada seorang pria berkewarganegaraan Amerika duduk lesu dengan wajah penuh luka legam akibat pukulan brutal dari seorang pria tua berumur sekitar enam puluh tahunan.
"Guetta Riquelme! Kau masih saja mesum diusiamu yang sudah tidak muda lagi, apa kau tak punya rasa malu hah!!!" Bentak pria yang memukuli pria mesum itu.
"Zeain Lee, kau sungguh memukuli aku hanya untuk membela dia? Aku adalah adik ipar mu! Sedangkan dia siapa??? Hahh!!!" Pria mesum bermarga Riquelme itu membentak balik pria yang yang memukulinya.
"Justru karena kau adik ipar ku! Aku malu pada wanita itu! Kalau tidak ada dia, putra ku mungkin sudah meninggal!" Kata Zeain sembari menoleh ke sisi kiri.
"Dia hanya melakukan hal kecil saja kau sudah seperti berhutang triliunan padanya, dia hanya karyawan kecil di Perusahaan ku!" Sargah Guetta.
"Hal kecil kau bilang hah!!! Dia saja tidak bisa berenang tapi dia berusaha menyelamatkan putra ku yang tenggelam di danau buatan setahun yang lalu! Itu yang kau bilang hal kecil, apa nyawa putra ku itu kecil di mata mu hahhhh!!!" Zeain mencengkram leher Guetta sampai siempunya memerah wajahnya.
"Pak...tenang pak...jangan main hakim sendiri lagi!" Pinta pak Polisi yang bertugas.
"Huff...jika membunuh dalam agama ku dibenarkan, sudah sejak tadi kau ku bunuh!" Sarkas Zeain sembari melepaskan cengkramannya.
"Hukhh hukhh hukhh..." Guetta terbatuk-batuk sembari melirik sinis Zeain yang memalingkan wajah ke luar kaca mobil.
"Sial!!!" Umpat Guetta dalam hati.
"Dan...aku tidak salah dengar? Perusahaan ku? Itu Perusahaan milik ku! Aku membelinya untuk menebus hutangmu pada Kasino di Singapura sana!" Kata Zeain tanpa menoleh.
"......" Guetta terdiam membeku.
"Lekas kembali lah kau ke Amerika sana! Rumah dan mobil sudah ku sediakan untukmu dan putrimu Larissa, kalian tidak akan sengsara kalaupun pindah ke sana lagi!" Lanjut Zeain.
"Aku tidak mau! Lagi pula apa Larissa mau pindah kesana?" Sahut Guetta.
"Kalaupun putri mu tidak mau, dia bisa ikut tinggal bersamaku, cukup kau saja yang pergi!" Ujar Zeain.
Mobil polisi dan Ambulans berhenti di rumah sakit Harapan Bunda, disana bukan hanya tersangka yang harus mendapatkan pengobatan, karena si korban Yani juga harus mendapatkan perawatan medis. Dimana ada luka lebam di bagian kening serta bekas cakaran di sekujur badan dan juga bagian kaki Yani memar akibat berusaha menendang Guetta.
Saodah yang mendengar berita buruk mengenai Yani, ia segera datang ke rumah sakit, begitu tiba disana, ia dikejutkan dengan kehadiran Ian yang sudah ada di dalam bangsal Yani.
"Pak Ian..." cicit Saodah sembari melangkah maju.
"Kamu sudah datang?" Ian bertanya tanpa menoleh.
"Ya Allah...Yani...hiks hiks hiks, kenapa bisa kayak gini? Hiks hiks hiks" Saodah memekik lirih.
"Maaf...kamu Saodah kan?" Tanya Ian.
"Snff...iya pak..." jawab Saodah.
"Tolong jaga Yani sebentar ya...saya mau beli makan untuk dia, siapa tau begitu sadar ia akan merasa lapar, tolong ya..." pinta Ian sopan.
"Hm...iya pak...makasih ya pak udah jagain Yani!" Sahut Saodah tak lupa mengucapkan terima kasih pada Ian.
Ian mengangguk kemudian pergi.
Sementara di lain tempat, seorang pria nampak gelisah di dalam kamarnya. Ia bolak-balik sembari terus menatap layar ponsel.
"Zee...ada yang datang mencarimu..." kata seorang wanita tua berumur sekitar enam puluh tahunan.
"Siapa mom?" Tanya pria yang nampak gelisah itu.
"Rissa..." jawab wanita tua yang ia panggil momy.
"Usir dia mom!" Titah Zero si pria itu.
"Okay..." sahut sang ibu kemudian berlalu pergi.
Brakkk
"Kamu kenapa sih sayang? Masih aja marah sama aku!" Rengek Larissa membuka kasar pintu kamar Zero.
"Cih...jangan merengek! Jijik aku melihat ekspresi mu itu!" Umpat Zero kesal.
"Sayang!!!" Larissa merengek manja.
"Jika kau masih sayang akan nyawa mu! Maka segera pergi! Atau aku akan membuatmu menyesal!" Sarkas Zero.
"Zero! Kau hanya milikku! Ingat itu!" Kata Larissa lalu keluar dari kamar Zero.
Drrttt Drrttt Drttt
Getaran ponsel milik Zero, mengembalikan kewarasan Zero yang sempat menghilang karena kedatangan Larissa.
"Hallo Yani!" Kata Zero begitu mengangkat panggilan masuk tanpa melihat nama si penelpon.
"Ini gue Ian" sahut Ian dari seberang sana.
"Lo...ada apa?" Tanya Zero.
"Gue cuma mau kasih lo info, Yani sekarang ini dirawat di RS Harapan Bunda, lo mau datang atau tidak itu semua terserah sama lo!" Jawab Ian kemudian mematikan panggilan sepihak.
"Yani???" Desis Zero sembari menyambar kunci mobil dari atas nakas.
Kembali ke rumah sakit, Yani yang sudah siuman terduduk lemah di atas bed hospital. Saodah hanya bisa terdiam membisu setelah semua pertanyaannya tak dijawab oleh Yani.
"Kamu sudah sadar Yan...?" Ian masuk ke dalam bangsal lalu duduk di sisi kanan bed hospital.
Yani menarik selimut lalu menutupi seluruh tubuhnya.
"Yan...bagaimana? Apa masih ada yang sakit?" Tanya Ian.
"Percuma tanya dia pak, kayaknya dia masih trauma pak" kata Saodah menatap lirih Yani yang enggan menunjukkan wajahnya.
"Yan...makan dulu ya..." bujuk Ian.
"Bener Yan...lo harus makan yang banyak!" Timpal Saodah menarik paksa selimut yang menutupi wajah Yani.
"Yani..." cicit Saodah kemudian memeluk kepala Yani.
"Hiks hiks hiks...gua takut banget Dah...hiks hiks hiks" Yani mencengkram erat jaket hody milik Saodah.
"Stt...jangan takut! Ada gue!" Kata Saodah menepuk-nepuk punggung Yani.
Ian mengepalkan kedua tangannya mendengar tangisan memilukan yang keluar dari bibir Yani.
"Bangsat! Gua enggak akan tinggal diam!" Ian mengumpat dalam hati.
Dua jam sudah berlalu, Yani kembali menutup kedua matanya. Saodah sudah berusaha membujuk Yani untuk makan akan tetapi Yani tidak mau. Saodah hanya mampu membelai sayang rambut panjang Yani.
"Pak Guetta bukan yang pertama melakukan tindakan tak senonoh pada Yani, terakhir Yani membawakan kopi ke ruangannya, dia menarik Yani masuk ke dalam toilet di ruangannya dan hampir memperkosa Yani, Yani ingin melaporkan kejadian itu tapi si brengs3k itu malah menyebarkan rumor bahwa Yani menggodanya, sialan sekali pria tua itu!" Saodah mengakhiri ceritanya dengan sebuah umpatan geram.
"Aku pikir itu hanya rumor, tapi ternyata memang benar si pria tua bangka itu memang brengs3k!" Kata Ian.
"Pak...kalau saja bapak yang beneran jadi suami Yani, saya akan sangat senang, kalian memiliki pengalaman pahit yang sama, sama-sama korban KDRT" kata Saodah.
"Hm...terkadang aku merasa malu pada Yani, karena aku sebagai seorang pria justru menjadi korban bukan pelaku KDRT" Ian tersenyum kecut.
"Sabar pak...huff..." Saodah mendesah lirih.
Apa kaitannya Yani dengan anak dari pria yang menolongnya? Ada kaitan apa antara keduanya???
See you next chapter 💜🤗💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments