05. Cemburu

"Baik, pak ... Eh Didi," sahut Hana seraya membungkuk sopan.

Didi beranjak dari duduknya lalu menghampiri Hana, dia menepuk bahu Hana dengan lembut lalu duduk di sudut meja kerjanya.

"Jangan kaku begitu, kita ini partner kerja, santai sajalah. Lagi pula saya tidak suka dipanggil bapak, berasa udah tua banget." Tutur Didi.

"Baik," jawab Hana.

Didi meminta Hana untuk menjelaskan sistem kerja yang biasa diterapkan oleh Geri.

Dengan gamblang Hana menjelaskan semuanya, tidak ada yang kurang satu pun.

Hana membuka setiap lembaran kertas yang ada di tangannya sambil terus berbicara, sedangkan Didi malah asyik memendang dan mengagumi wajah Hana, bukan mendengarkan penjelasan dari gadis itu.

"Apa sudah paham?" tanya Hana pada Didi.

"Cantik," gumam Didi.

"Maaf," ucap Hana.

Didi menyadari kekeliruannya, "Emm, sory, kamu tanya apa barusan?" tanya Didi salah tingkah.

"Apa kamu sudah paham?" Hana mengulangi pertanyaannya.

"Ya, sangat paham. Terima kasih," ucap Didi.

Hana ke luar dari ruang kerja Didi dan langsung menuju ruang kerja Sebastian. Meski sudah terlambat beberapa jam, Hana pikir tidak masalah dan masih ada waktu.

Seperti biasa, Hana langsung membuka pintu ruang kerja Sebastian tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

"Oh, maaf!" Hana terkejut lalu kembali menutup pintu dan menjauh dari ruang kerja suaminya.

Hatinya terasa sesak saat melihat Sebastian sedang bercumbu dengan Tyas.

"Hana?" Sebastian melepaskan Tyas yang tadi hampir jatuh karena tersandung karpet.

'Pasti dia salah paham,' gumam Sebastian dalam hati.

"Gadis tadi teman kerja Didi, kan?" tanya Tyas.

"Iya," jawab Sebastian.

Tyas memperhatikan raut wajah Sebastian yang tiba-tiba berubah, "Kamu kenapa, Bas? Kamu seperti suami yang sedang kepergok selingkuh oleh istrinya?" tanya Tyas.

"Hah? Apa? Enggak, aku nggak apa-apa. Cuma nggak enak aja, pasti karyawan yang tadi mengira kita sedang berbuat yang tidak-tidak." Jelas Sebastian.

Tyas duduk di sofa, dia terus mengamati wajah Sebastian.

"Karyawan tadi kenapa sangat lancang, masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ini pasti karena kamu yang terlalu lemah dan lembek," kata Tyas.

"Sudahlah, ini urusanku. Tidak usah terlalu ikut campur, Tyas. Aku tegaskan lagi, yang menikah nanti itu hanya tubuhku dan perusahaan orang tua kita, bukan hati dan cintaku. Jadi, kamu tidak usah mengaturku seolah aku ini bonekamu." Kata Sebastian lalu ke luar dari ruang kerjanya.

Sebastian tidak mencari Hana ke ruangannya, karena itu akan membahayakan hubungannya dengan gadis itu. Dia memilih menyelinap masuk ke ruang monitor dan melihat rekaman Hana di sana.

Terlihat dari layar monitor, Hana kembali ke ruang kerjanya. Dia terlihat biasa saja dan tidak menangis.

Sebastian bernafas lega saat mengetahui bahwa istrinya baik-baik saja. Namun, kelegaannya tidak berlangsung lama saat dia melihat Didi menghampiri meja Hana dan gadis itu melemparkan senyuman pada pengganti Geri tersebut.

Sebastian melihat Didi mengajak Hana pergi dan Hana pun ikut dengannya.

"Sial!" umpat Sebastian lalu ke luar dari ruang monitor.

Sebastian pergi ke lantai bawah, namun terlambat, Hana sudah pergi bersama Didi menggunakan mobil.

"Ke mana mereka?" Sebastian mengeratkan giginya menahan emosi dan juga cemburu.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore, satu jam menjelang jam pulang kantor.

"Bas, aku pulang dulu. Apa kamu mau ikut denganku?" tanya Tyas.

"Tidak, aku masih ada sedikit pekerjaan." Jawab Sebastian.

Sebastian kembali masuk ke dalam kantornya, tidak mempedulikan Tyas yang menaruh harapan agar mereka bisa pulang bersama.

Di tempat lain,

Hana dan Didi sudah duduk di sebuah kafe, mereka ada pertemuan penting dengan salah satu rekan kerja mereka.

Kurang lebih satu jam mereka membahas tentang pekerjaan, setelah selesai, Didi langsung mengantarkan Hana pulang ke rumah.

Hana sengaja memberitahukan alamat rumah kontrakannya yang lama pada Didi.

"Terima kasih," ucap Hana.

"Sama-sama," balas Didi.

Didi turun dari mobil sambil melihat-lihat sekeliling. Didi bersandar di badan mobil dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

"Kamu tinggal di sini?" tanya Didi.

"Iya," jawab Hana.

"Kebetulan rumah kita searah, bagaimana kalau besok pagi aku jemput kamu? Jadi, kamu bisa irit. Dari pada naik angkutan umum, mahal. Mending uangnya ditabung," kata Didi.

"Kayaknya nggak perlu deh, lagipula aku udah langganan sama taksi online. Nggak enak sama sopirnya, aku pergi sama dia saja. Maaf ya, Didi, aku masuk rumah dulu, nggak enak dilihat orang." Kata Hana.

Didi menghela nafas perlahan, "Ya sudah, kamu masuklah, setelah itu aku baru akan pulang." Ujarnya.

Hana bingung harus bagaimana, tidak mungkin dia masuk ke rumah kontrakan yang sudah ada penghuninya.

"Hana? Apa itu kamu, nak?" tiba-tiba ada suara yang bertanya padanya dari arah samping rumah kontrakan.

"Emm, iya bu, ini Hana." Jawab Hana.

"Sudah malam, kenapa di sini? Sama laki-laki lagi. Apa kata orang nanti?" cicit ibu pemilik rumah kontrakan.

"Maaf bu, saya Didi, teman kantornya Hana." Kata Didi memperkenalkan diri.

"Maaf ya, nak. Ini sudah malam, lebih baik nak Didi pulang." Kata ibu kontrakan.

"Baik, bu."

Didi berpamitan pada Hana dan ibu kontrakan, setelah itu dia masuk ke mobilnya lalu pergi.

"Maaf ya bu, Hana mengganggu ibu malam-malam begini." Ucap Hana.

"Sebenarnya ada apa ini, Hana? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Ibu kontrakan.

Hana pun akhirnya menjelaskan duduk permasalahannya, setelah semua jelas, Hana pun berpamitan. Dia harus segera pulang ke apartemen, takut jika Sebastian ada di sana dan salah paham.

Tidak butuh waktu lama untuk Hana sampai ke apartemen, karena kondisi jalanan yang cukup lengang.

Hana membuka pintu apartemen lalu menyalakan lampu ruang tamu.

"Dari mana saja kamu?" tanya Sebastian, dia sedang duduk di sofa. Wajahnya terlihat tidak bersahabat.

"Dari kantor, meeting di kafe, trus ke rumah kontrakan yang lama." Jawab Hana dengan jujur.

"Bersama laki-laki lain? Apa kamu wanita murahan? Kamu lupa jika kamu sudah bersuami?" Cecar Sebastian.

Hana menatap tajam wajah suaminya, "Apa? Aku murahan? Aku meeting karena tugas kantor, dan itu kamu bilang murahan? Aku ingat dan sadar jika aku sudah bersuami. Tapi, sayangnya suamiku lupa jika dia sudah beristri. Karena kulihat dia dengan mudahnya bersentuhan dengan wanita lain selain istrinya." Sindir Hana.

Sebastian beranjak dari duduknya lalu menghampiri istrinya dengan rasa bersalah, "Maaf sayang, semua ini karena aku cemburu melihatmu berjalan berdua bersama Didi." Ujarnya.

"Lalu, bagaimana dengan aku, Bas? Aku dan Didi hanya sebatas partner kerja, kami tidak bersentuhan. Tapi, kamu? Bermesraan, dia bergelayut manja di tanganmu, dan memanggilmu sayang. Apa hanya kamu yang boleh cemburu dan aku tidak?"

Terpopuler

Comments

Alfabeth Alfabeth

Alfabeth Alfabeth

lanjuttt dong kak bagus ceritanya..

2022-10-12

1

Rellys Irel

Rellys Irel

lni ceritanya berlanjut apa sdh finis?

2022-10-12

2

Samina Qilarina

Samina Qilarina

suka2 bilang isteriye murahan...

2022-10-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!