03. Pilih aku atau mama

"Apa aku mengganggumu?" tanya Tyas sambil melangkah masuk.

Sebastian menyeringai lalu tertawa dengan keras, "Permainan apa lagi ini? Tadi mama, sekarang kamu. Kalian nggak capek ya, pagi, siang, hingga malam terus menggangguku. Aku saja muak melihat tingkah kalian," tuturnya.

Tanpa rasa malu, bukannya pergi, Tyas justru semakin mendekati Sebastian.

"Kamu kenapa sih, kok uring-uringan terus? Harusnya kamu tu seneng kalo aku datang," ujar Tyas.

Sebastian menepis tangan Tyas yang hendak menyentuh dadanya, "Menjauh dariku, Tyas! Apa kamu pikir, lelaki terhormat akan menyukai sikapmu yang murahan ini. Tidak, Tyas! Mereka yang senang akan sikapmu adalah lelaki yang sama murahnya denganmu!" tegas Sebastian.

"Cukup, Bas! Aku tidak butuh kata-kata hinaan darimu. Apa salahku hingga kamu memandang rendah diriku?" Suara Tyas terdengar meninggi dan bergetar, sepertinya gadis itu sedang menahan amarah juga tangisnya secara bersamaan.

"Salahmu adalah tetap bersikeras mendekati dan merayuku. Bukankah kamu sudah tahu jika aku menolak perjodohan ini? Hem? Jangan marah jika ada laki-laki yang merendahkanmu, semua itu karena sikapmu sendiri yang terkesan murahan." Tutur Sebastian lalu keluar dari ruang kerjanya.

"Kau!" mata merah, nafas saling memburu. Sebuah pena menjadi pelampiasan amarahnya. Tyas meremas pena itu hingga patah menjadi dua, seperti hatinya saat ini yang patah dan hancur berkeping-keping karena berulang kali ditolak oleh Sebastian.

Sudah tidak ada pekerjaan yang penting, Sebastian memutuskan untuk pulang. Bukan pulang ke rumah orang tua atau rumah pribadinya, melainkan pulang ke tempat bidadari hatinya.

"Sayang? Jam segini sudah pulang," sambut Hana saat melihat Sebastian memasuki apartemennya.

"Aku merindukanmu," ucap Sebastian.

"Rindu atau ada masalah?" sepertinya Hana bisa menebak suasana hati Sebastian.

Sebastian melonggarkan dasinya lalu duduk di kursi yang ada di dapur. Kebetulan siang ini Hana sedang berada di dapur dan menyiapkan makan siang yang sudah terlewat.

"Mama datang ke kantor .... " Perkataan Sebastian terputus karena Hana memotongnya.

"Bersama gadis itu lagi?" tanya Hana.

"Hemmm," dehem Sebastian sebagai jawaban.

Hana mematikan api kompornya dan membiarkan masakannya tetap di sana. Dia duduk di samping suaminya dan menatap wajah itu dengan lembut bercampur sedih.

"Bas, kenapa kamu nekat menikahiku? Jika kamu tahu ada wanita lain. Yah walaupun aku tahu kamu tidak mencintainya, setidaknya kamu tidak harus menyakiti hatiku." Tutur Hana.

"Apa maksudmu? Aku menikahimu karena aku mencintaimu, sayang. Aku tidak mencintai Tyas dan aku sama sekali tidak berniat menyakiti hatimu." Pungkas Sebastian.

Hehhh ... Hana menghela nafas pelan, dia raih tangan Sebastian kemudian menggenggamnya.

"Jika suatu hari nanti kamu harus memilih antara aku dan mamamu, siapa yang akan kamu pilih?" tanya Hana.

Sebastian terdiam, baginya itu adalah pilihan yang sulit. Dia mencintai Hana tapi juga tidak mungkin durhaka pada ibunya.

"Aku pilih kalian berdua," jawab Sebastian.

"Kamu harus memilih salah satu, Bas!" tegas Hana sambil beranjak dari duduknya.

Hana mengambil piring lalu menuangkan makanan untuk dirinya dan Sebastian.

"Makanlah, kamu pasti belum makan." Hana menyuguhkan semangkuk sup hangat beserta lauk pauk yang lainnya.

"Aku tidak lapar!" cetus Sebastian.

Hana menyendokkan nasi lalu mengarahkan ke mulut suaminya, "Jangan kolokan seperti anak kecil." Ujarnya.

Sebastian mengambil sendok yang dipegang oleh Hana, akhirnya dia pun makan hingga nasi dan lauknya tidak tersisa.

Selesai makan, Sebastian langsung masuk ke kamarnya. Sedangkan Hana masih membersihkan dapurnya.

Selesai membersihkan dapurnya, Hana tidak langsung masuk ke kamar. Dia memilih berdiri di dekat jendela dapur, dari situ dia bisa melihat ke luar.

"Kamu masih di sini?" Sebastian sudah berganti pakaian dan sepertinya dia hendak pergi.

"Hemmm," dehem Hana.

Grep ... Sebastian memeluk Hana dari belakang. "Apa yang sedang kamu lihat?" tanya Sebastian sambil memainkan rambut Hana.

"Lihat burung di sana, mereka hidup bebas ke sana kemari seolah tidak punya beban." Jawab Hana.

Sebastian melepaskan pelukannya lalu berjalan ke arah kulkas, dia membuka kulkas itu lalu mengambil minuman kaleng di dalamnya.

"Tidak usah terlalu dipikirkan. Nikmati saja hari-hari indah kita sebagai pengantin baru," ujar Sebastian.

"Apa kamu mau pergi lagi?" tanya Hana.

"Iya," jawab Sebastian lalu menenggak minumannya hingga tandas.

"Malam ini mungkin aku tidak datang, jangan menungguku." Pesan Sebastian. Dia mendekati Hana, memeluk erat tubuh gadis itu lalu mengecup punyak kepalanya dengan lembut.

"Aku mencintaimu," ucap Sebastian. Perlahan dia mendekatkan wajahnya lalu menyesap lembut bibir Hana.

Drtt ... Dering ponsel membuat adegan romantis mereka terhenti.

"Hallo!" sapa Sebastian pada orang yang menelponnya.

" Aku tunggu kau di rumah. Jika kamu tidak datang, maka jangan salahkan aku jika malam ini juga perusahaan keluargamu akan gulung tikar." Ancam Tyas dari seberang telpon.

Sebastian mematikan ponselnya, "Apapun yang terjadi, apapun yang kamu dengar, dan apapun yang kamu lihat nanti, itu hanyalah sandiwara. Hati, cinta, dan hidupku hanya untuk kamu seorang." Ungkapnya.

"Pergilah!" kata Hana, lebih tepatnya dia mengusir Sebastian.

"Sayang!" sebut Sebastian.

"Aku cukup mengerti, Bas! Semua ini tidak akan berjalan mulus. Pergilah, bukan hanya keluargamu yang bergantung pada perusahaan, tapi juga ribuan para karyawan, termasuk aku." Pungkas Hana.

Huft ... Sebastian menghela nafasnya pelan, kemudian pergi tanpa kata.

"Cinta tidak harus memiliki, tapi cinta harus berkorban. Mungkin inilah saatnya, kamu harus korbankan cintamu, Bas. Dan aku, cintaku tidak bisa memiliki dirimu." Monolog Hana.

Hana melangkah dengan gontai menuju kamarnya, menghempas tubuhnya di atas kasur.

Hana mengambil ponselnya lalu berselancar di dunia maya. Dia mencari produk yang bisa menghilangkan tanda merah di lehernya. Dia harus bekerja lagi mulai besok, dia tidak mungkin bergantung terus pada suaminya. Apalagi sekarang keuangan Sebastian dibekukan oleh mamanya.

"Baru ini aku bertemu orang yang lemah dan kurang pintar, tapi aku mencintainya." Monolog Hana sambil tersenyum.

Di sisi lain,

"Kamu lama sekali!" kata Tyas dengan lembut.

"Kamu pikir aku mbah jin yang bisa menghilang dan muncul di mana saja dalam waktu singkat," ujar Sebastian dengan nada ketusnya.

"Bas! Jaga bicaramu! Apa kamu tidak malu pada Om Tama dan Tante Dias? Tingkahmu sangat memalukan." Sungut mama.

"Aduh Jeng, nggak apa-apa kok. Namanya juga anak muda, biasalah masih malu-malu meong. Apa lagi mereka lama nggak ketemu, pasti mereka merasa canggung." Tutur Tante Dias, mamanya Tias.

'Malu-malu kucing apanya? Anakmu tu yang malu-maluin. Udah menggeliat kayak ulet keket saja.' Gerutu Sebastian dalam hati.

"Karena sekarang kita semua sudah berkumpul, bagaimana jika kita langsung membahas tentang waktu dan kapan kita akan melangsungkan pertunangan putra putri kita." Tutur Farhat, papa Sebastian.

"Apa? Tunangan?"

Terpopuler

Comments

Deriana Satali

Deriana Satali

Ooh ternyata Tyas lbh kaya dr Ibas makanya belagu

2022-10-07

1

🍌 ᷢ ͩ༄༅⃟𝐐 🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🍁Henny❣️

🍌 ᷢ ͩ༄༅⃟𝐐 🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🍁Henny❣️

seharus'a Bastian pny tabungan sendiri yg tidak campur tangan orang Tua'a.
jd bisa kluar dr zona ruwet kluarga'a.
lanjut thor

2022-10-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!