“Ngaco aja! Bang Ken tua begitu, mana mungkin aku naksir.“ Aku munafik untuk pertama kalinya.
Aku bergerak untuk makan kembali, agar Putri tidak curiga padaku. Bisa-bisanya tebakannya benar, kan aku tidak mau kalau bang Ken tahu bahwa aku naksir dirinya. Rencanaku, membuat bang Ken tergila-gila dan berbalik mengejarku.
Bisa tidak ya? Tapi aku ingin alurnya seperti itu, tolong sampaikan ke authornya.
“Gitu ya? Aku tandain ya mulut kau, Dek?“ Bang Ken lah yang menyahutinya, ia memandangku dengan tersenyum simpul.
Hei, siapa yang tidak tergoda. Duda gagah berbadan atletis, tingginya sampai seratus tujuh puluh lima, dengan hidung ramping dan mancung. Belum lagi alisnya yang tebal, dengan sorot teduh dan terlihat alim itu.
“Ngarep ya ditaksir anak kecil?“ Putri mencubit pelan pipi bang Ken.
Manisnya candaan mereka, aku semakin ingin menggantikan posisi Putri. Aku akan menarik bang Ken ke ranjang, untuk bersenda gurau dengan kehangatanku. Uhh, aku jadi ingin sapuan Keith yang selalu mampu membuatku mendapatkan pelepasanku.
“Kenapa muka kau merah gitu, Dek?“
Oh, benarkah? Malu sekali aku, jika mereka paham bahwa aku tengah ingin.
Aku tersenyum pada bang Ken, kemudian mengarah pada Putri. “Ngantuk aja, Bang.“ Aku berbohong lagi.
“Ngantuk memang bisa merah begitu mukanya? Macam demam kau.“ Bang Ken mengulurkan tangannya ke arah dahiku.
Putri tertawa renyah. “Ciri-ciri perempuan lagi ingat hal panas itu, Bang.“ Putri mengusap lengan gagah itu.
“Oh, iya kah?“ Bang Ken memandang Putri dan tertawa geli seperti Putri.
Sial! Aku malah menjadi bahan tertawaan.
“Telepon Keithnya, Dek,” usul bang Ken kemudian.
Kenapa ia tidak mengulurkan namanya sendiri saja? Kenapa harus Keith? Meski Keith yang sebelumnya selalu menjadi tempatku menaruh perasaan, tapi kini sudah tergantikan oleh dirinya.
Sepertinya, kembali ke pekerjaanku adalah hal yang lebih baik. Daripada ikut berlibur di sini, nanti aku hanya bisa gigit jari. Belum lagi, aku harus rela ditempeli Bunga, karena ia sudah amat dekat denganku. Biar kali ini Bunga merepotkan pacar ayahnya saja, agar kemampuan Putri untuk mengurus anaknya bisa dilihat oleh matanya sendiri.
Tapi, setahuku ketika ia tengah mendekati Bunga. Respon Bunga ketus, karena Putri terlalu banyak mengajukan pertanyaan. Sedangkan Bunga, ia bukanlah tipe anak yang suka diberi banyak pertanyaan. Ia hanya ingin ditemani bermain, meladeninya ketika bermain atau mengerjakan sesuatu.
“Aku mau balik ke hotel aja, Bang. Aku pengen lanjut tidur, malam nanti aku ambil penerbangan.“ Moodku semakin kacau, karena Putri terlalu mesra dengan bang Ken.
Terlalu sakit untuk kulihat, saat usapan Putri di lengan gagahnya kian intens. Aku takut aku lepas kontrol, saat melihat Putri semakin berani untuk mesra-mesraan dengan ayahnya Bunga itu.
“Kenapa sih, Dek? Kan kau bilang mau liburan juga, kau pun bawa barangnya banyak.“
Memang benar, sebelum Putri datang. Kenapa ia tidak memberitahu dari awal, jika ia pun ingin menikmati liburan bersama kekasihnya? Jika ia memberitahukan dari awal, mungkin aku tidak perlu membawa bagitu banyak barang bawaanku, karena aku nantinya hanya mengantarkan Bunga saja. Jika aku harus ikut, pasti nantinya aku akan diminta fokus mengurus Bunga. Aku tidak begitu bodoh, aku paham dan aku mengerti pasti aku nantinya akan dimanfaatkan.
“Bunga sama Ayah ya? Kakak mau bobo dulu di kamar hotel.“ Aku langsung izin pada Bunga, tanpa menyahuti ucapan bang Ken.
Untuk apa aku menjelaskan ini itu, toh Putri pun tak akan pulang lagi karena tidak enak denganku. Lagi pula, aku memangnya siapa? Untuk apa Putri tidak enak denganku?
“Ikut, Kak.“ Bunga langsung merengek ketika aku hendak meninggalkannya.
Ya ampun, Bunga. Wajahmu sudah seperti tengah maskeran saus spesial itu.
“Cuci tuh sama Ayah.“ Aku membawa tangan Bunga pada ayahnya.
“Tak mau, sama Kakak.“ Bunga menghentakkan kakinya dengan memandangku penuh harap.
“Yuk sama Ammak?“ Putri bangkit dan langsung membujuk Bunga.
Tiga menit dibujuk, hasilnya nihil. Bunga tetap ingin cuci muka denganku.
Dengan perasaan gondok, aku membawanya ke kamar mandi resto ini. Beginilah interaksiku dengan Bunga, aku minim bertanya karena memang aku tidak ingin mengetahui apapun. Tapi aku selalu ditariknya untuk melakukan ini dan itu bersamanya. Keponakanku saja, tidak ada yang mau denganku. Kini, anak sang duda yang malah lengket denganku sejak awal.
Benar, sejak awal. Sejak awal ia dijemput ayahnya di rumah ibu kandungnya, kak Riska, mantan istri bang Ken. Ia selalu ingin bermain denganku, padahal aku malas sekali bermain dengan anak kecil. Sayangnya, aku tidak tega dengan rengekannya. Bunga begitu cengeng, ia langsung menangis jika aku tidak mau meladeninya. Jika keponakanku, mereka tidak ada yang cengeng. Mayoritas dari mereka adalah cerewet dan bermulut pedas, belum lagi Ra yang berani memukuliku.
Berbeda dengan para keponakanku, aku tidak mau ya aku diusir dari tempat mereka. Aku dibully habis-habisan oleh keponakanku sendiri, lalu aku dicaci-maki dengan berbagai macam mulut-mulut pedas mereka hasil turunan dari ayahnya, si bang Givan. Kadang aku berpikir keponakanku ini nir akhlak pada bibinya sendiri, tapi herannya bang Givan malah mendukung anak-anaknya dan menyebutku tidak bisa ngemong anak-anaknya.
“Bunga main sama Ayah ya? Selesaikan makannya, Kakak mau BAB dulu.“ Karena hanya alasan ini agar Bunga mau aku tinggalkan sementara.
Ia mengangguk. “Jangan lama-lama, Kak.“ Ia mendongak dengan menggigit ujung telunjuknya.
Kebiasaan jelek!
“Jangan gigit-gigit loh, jarinya potong nanti.“ Aku menarik tangannya dari mulutnya.
Bunga mengangguk, ia kembali memandang sekelilingnya. Aku mengantarkan ke meja ayahnya kembali, dengan aku memberikan kedipan rapat pada bang Ken.
“Mau ke mana?“
Segala ia bertanya pula!
“Mau BAB.“ Semoga bang Ken paham jika aku ingin kembali ke kamar hotel.
Ia mengangguk, tapi matanya tetap memperhatikanku. Aku menarik tas selempang milikku, kemudian aku mengambil jalan berputar untuk keluar dari resto ini. Pandangan mata bang Ken masih mengawasiku, ia tahu aku keluar dari resto ini.
Aku paham, ia akan selalu mengawasiku, menjagaku ketika aku berada di jangkauannya. Masalahnya, aku baper dengan sikapnya yang seperti itu. Aku paham, ia ingin aku aman. Tapi masalahnya, ia bukan kakak iparku, aku tak terhanyut dengan sikap manisnya juga. Karena jelas kakak iparku tak akan bersikap manis padaku, ia tahu batasannya pada adik iparnya.
Aku mulai menikmati kenyamanan ranjang ini, dengan memainkan ponselku. Aku adalah keturunan manusia yang mudah tertidur, meski baru bangun tidur. Apalagi, perutku sudah terisi. Video lucu pun, nyatanya tak mampu menahan kantukku ini.
Klik….
Suara pintu hotel seperti terbuka otomatis. Aku langsung mengarahkan mata kantukku pada pintu kamar hotel ini. Aku berpikir, bahwa ada seseorang yang memiliki kartu sama dengan kartu pintu hotel milikku.
Rupanya……
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 262 Episodes
Comments
khair
up up up
2022-10-09
2
Edelweiss🍀
Jgn bilang bakalan ada adegan ranj*ng nya, aku jd gugup😂😂😂
2022-10-09
2
liatina
pasti bang ken,mau apa kekamar ria bg .......
2022-10-08
3