“Hai juga.“ Aku terpaksa menarik sudut bibirku agar terlihat ramah.
Jadi seperti itu ya diinginkannya? Berdada besar, berkulit putih, part belakang yang bergoyang ketika ia bergerak. Hei, bukankah itu kendor? Atau memang terbelah dan tersekat CD yang menggunakan seutas tali saja di bagian part belakang itu? Konsepnya pasti nyelip dan tidak nyaman.
Sudahlah! Aku mengaku kalah jika dibandingkan dengan fisik. Aku hanya menang tinggi, tinggiku sampai seratus enam puluh delapan. Jika Putri, mungkin sekitar seratus enam puluh dua. Ia terlihat tinggi karena hells yang tak pernah ia lepas. Dadaku kecil, part belakangku kecil, tubuhku hanya berbentuk lurus. Karena memang aku tak pernah melakukan olahraga, keseharianku hanyalah bekerja dan bekerja. Rasanya aku ingin menukar ketinggian ini dengan part belakang yang berisi dan dada yang besar sempurna seperti itu.
Hufttt, harusnya aku bersyukur karena masih hidup di tengah kerumitan kelahiranku. Bukannya malah mengeluh karena dadaku kecil dan part belakangku tepos.
Tapi, asal kalian tahu saja. Di ranjang Bellsha Hotel Jepara, Kenandra yang diam-diam ganas itu pernah menc*m*uiku. Ia memelukku di atas ranjang, membelai perutku dan pinggangku. Lalu, ia mengajakku beradu mulut dalam aktivitas fisik yang sebenarnya. Ia pun memberikan jejak petualangnya di leherku. Sayangnya, masa itu aku tidak tertarik padanya. Aku hanya tertarik pada Keith, duda asal Singapore yang selalu membuatku melepaskan pakaianku di hadapannya. Andai saja aku merespon bang Ken sejak saat itu, mungkin tidak sesulit ini pengejaran cinta ini.
Aku masih perawan tersegel, tapi pengalamanku cukup liar. Aku mampu membuat pasangan ranjangku mendapatkan pelepasan, tanpa melakukan aktivitas maju mundur. Aku cukup pandai memuaskan laki-laki, karena aku dibebaskan sejak usiaku tujuh belas tahun.
Pengalaman pertamaku adalah seorang bujang, dia adalah operator kendaraan besar, ia pun masih muda dan berkumis tipis. Kejadian itu, masa aku dalam masa pendidikan militer perkantoran yang dibina oleh bang Givan. Yah, masa itu aku baru mengenal dunia kerja.
“Liburan sama Keith juga kah di sini?“ tanya Putri dengan dipersilahkan duduk di sampingku.
Lihatlah pemirsa, ia sampai dipersilahkan bang Ken dengan cara menarik kursi yang akan diduduki oleh Putri. Denganku atau anaknya pun, ia tidak begitu. Rasanya, aku ingin menandainya saja di lain waktu.
“Tak, Keith free cuma di akhir tahun,” jawabku kemudian.
Ada rasa kecewaku dengan Keith, karena ia tidak pernah mengajakku menikah. Padahal, kami selalu berc*mbu ketika bertemu. Ya sudahlah, yang penting kemampuanku terasah saja. Agar kelaknya, skill yang sebenarnya bisa aku terapkan pada suamiku nanti.
“Kau pacaran tak sih sama Keith?“ Bang Ken duduk di samping Putri, tepatnya di sebelah anaknya.
Keith Malik, duda tanpa anak berusia dua puluh sembilan tahun yang menjadi tangan kanan kakak iparku. Terus terang saja, nantinya dia akan menjadi tokoh pelengkap di ceritaku ini. Kalian bayangkan saja, novel ini isinya duda ganas semua.
“Tak, bang Givan larang.“ Yaps, bang Givan melarang jika hanya berpacaran. Alasannya sederhana, tidak berpacaran saja kami berani mengambil kamar hotel bersama. Apalagi, jika berpacaran. Bang Givan takut aku lepas perawan, sebelum aku bersuami. Katakanlah, ia adalah kakak ipar yang ingin terbaik untukku di tengah kebebasan hidup.
“Kenapa memang? Dia ganteng, ramah, baik juga kok,” tambah Putri kemudian.
“Ya, dia tak terlalu asin juga kok,” celetukku ringan.
Namun, membuat Putri dan bang Ken malah tertawa lepas. Aku paham, ia berpikiran ke mana.
“Anak-anak kalian tumbuh di lambung, Ria,” ujar bang Ken, dengan tawanya yang begitu renyah.
“Mending KB aja, Ria,” saran yang Putri berikan sedikit sinting.
Aku belum menikah, aku tak memiliki suami, tapi aku diminta berKB untuk berzina. Ya mungkin dirinya seperti itu, aku paham bagaimana gaya berpacaran orang zaman sekarang. Zina seolah lumrah, tanda-tanda Dajjal akan muncul dengan seolah-olah melihat neraka seperti surga. Ya contohnya begini, zina menjadi hal lumrah padahal kami semua tahu hukumannya luar biasa. Bukan hanya hukum syariat saja yang, tapi di akhirat beribu kali lipat pedihnya.
Eh, itu tugas kakakku. Aku tidak pandai berdalil atau memberi nasihat, biar itu jadi bahan mbak Canda saja nanti.
“Terbang dari mana, Kak?“ Aku mengalihkan topik pembicaraan.
“Dari Jakarta langsung ke sini, aku belum singgah ke Aceh untuk nengokin Jasmine. Mungkin, nanti pulang dari sini.“ Putri masih melihat menu, ia belum memiliki makanan di hadapannya.
Putri asal Sulawesi, ia bekerja di perusahaan kontraktor terbesar di Jakarta. Ia masih gadis, dalam statusnya. Ia belum pernah menikah, tapi anaknya sudah berusia empat belas tahun.
Sedangkan aku, asliku dari Solo. Aku dan ibu tinggal di Aceh, karena kakakku menikah dengan anak nyonya besar kami yang menikah dengan orang Aceh. Sulit dipahami, lebih baik baca semua novel-novel yang berhubungan dengan cerita lainnya.
“Perdalam aja pendidikan psikolognya, aku biayai kah?“ Manisnya mulut bang Ken ini.
Ia tidak pelit masalah uang. Tapi masalah waktu, ia pelitnya luar biasa. Hanya orang tuanya saja, yang selalu ia utamakan jika memiliki waktu senggang. Yang sekarang, ditambah dengan Putri.
“Aku kurang telaten dan sabar,” sahut Putri lirih.
Ya, bagaimana nanti ia mengurus anaknya dudanya ini? Anaknya saja, diasuh oleh kakakku.
“Ya belajar, namanya juga pendidikan lagi. Yang kek gitu-gitunya juga dilatih.“
Suaranya yang lembut ini, selalu membuatku nyaman. Meski keadaannya sekarang, ia tidak tengah berbicara denganku.
“Biar nanti aku pikirkan.“ Putri memanggil pelayan resto dengan mengangkat satu tangannya.
Putri adalah orang tajir yang tiba-tiba miskin. Ceritanya panjang, ringkasnya ada di novel Retak Mimpi. Mode panjangnya, ada di novel Canda Pagi Dinanti.
“Jadi, kenapa pengasuh Bunga tak diajak?“ Pertanyaan bang Ken mengarah padaku.
Karena aku berpikir, aku bisa menikmati waktu dengannya ketika anaknya tengah terlelap. Aku malah meminta pengasuh Bunga untuk pulang sementara Bunga liburan bersama ayahnya ini. Tapi, tentu aku tak akan mengatakan hal ini.
“Dia izin pulang juga untuk liburan.“ Aku memilih berbohong.
“Wah, masa? Abang yang gaji, kok dia tak izin ke Abang? Dia mau liburan kah kau yang mau liburan di sini sama Abang?“ Ia tersenyum simpul.
Lihatlah, biji mataku sudah seperti tahu bulat digoreng bulat-bulat, dibeli lima ratusan.
Eh, gimana teks tahu bulat?
Kenandra Bin Haris Hartono, harusnya kau tak berbicara seperti itu di hadapan kekasihmu! Karena mata belonya mengarah padaku sekarang. Aku tak mau dituduh merebut pacarnya, meski niatku memang begitu.
“Dari gerakan tubuh kau, kau ini memang kek suka ke Ken ya, Ria?“ Senyum Putri membuatku takut.
Pendidikannya dobel, psikolog dan bisnis manajemen. Aku paham, dia akan mengerti bahasa tubuh dan mimik wajahku. Tapi, aku tidak mau diungkap lebih dini juga. Karena sekarang masih episode dua, masa mau langsung naik konflik?
“Kok pertanyaannya kek nuduh gitu sih?!“ Aku berani ketus, agar kebenarannya tidak terbaca.
“Kau terus terang aja, Ria.“ Wajahnya mulai serius di sini.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 262 Episodes
Comments
nengLomon😍
aku mendukungmu ria😚
2022-10-07
3
Lasthree
ria ria ,Ampe yang nyelip2 di bahas..
ntar kakak kau kasih tauh ,dada besar itu implan,kalau part belakang kendor karena sering bergoyang..hahaha
2022-10-07
3
khair
bilang aja... aku dah yatim dari kecil... liat bang ken kayak liat sosok bapak... aman kau jawab begitu😂😂😂😂😂😂
2022-10-07
3