“Tapi saya belum siap!” tolak Mey.
Mey langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sementara itu, Faaz yang mendapatkan penolakan seketika terdiam, Faaz menghela nafas panjang.
“Mey, aku hanya ingin meruntuhkan jarak dan kecanggungan diantara kita berdua, aku—”
“Kumohon mengerti lah. Aku benar-benar tidak bisa, ini semua terlalu cepat beri aku waktu dan aku akan menuruti semua perkataan bapak tapi tidak untuk yang satu ini maaf,”ucap Mey.
Yang akhirnya berhasil membuat Faaz mengangguk paham.
“Baiklah, kali ini aku tidak akan memaksa kamu. Tapi kamu harus segera menyiapkan diri, karena aku tidak ingin menunggu dalam waktu yang lama mengerti?”
“Ya dan satu lagi, apa bisa kita tidurnya terpisah saja? jujur aku benar-benar tidak terbiasa tidur satu ranjang dengan orang asing,” pinta Mey.
Namun hal tersebut berhasil membuat Faaz mendengus kesal.
“Untuk itu tidak bisa. Kita harus tetap tidur bersama dan kamu harus ingat, aku ini bukan orang asing, aku adalah suamimu!” jawab Faaz.
Faaz kemudian berbaring, menarik selimut dengan kasar sembari mematikan lampu tidur.
“Faaz tapi—”
“Tidurlah, jangan bicara lagi!” tegas Faaz.
Membuat Mey akhirnya pasrah dan ikut berbaring tepat di samping lelaki tampan itu.
***
Keesokan paginya, Mey terlihat menggeliat saat ia merasakan sinar mentari menembus masuk melalui celah-celah jendela kamar.
Mey, membuka matanya perlahan, ia menoleh kearah samping dan saat itu pula Mey tak menemukan keberadaan Faaz.
“Dimana dia, apa sudah bangun duluan?” ucap Mey, entah pada siapa.
Wanita cantik berparas manis itu kemudian beranjak turun dari atas ranjang, ia melangkah menuju kearah bilik kecil yang masih berada di dalam kamar tersebut.
Setelah membersihkan diri kurang lebih setengah jam lamanya, Mey pun kemudian bergegas turun ke lantai dasar.
Mey melangkah menuju ruang makan, dan di saat yang bersamaan Mey melihat kehadiran Faaz yang duduk di salah satu kursi meja makan sembari menyeruput kopi dan juga membaca surat kabar.
“Akhirnya bangun juga kamu,” ucap Faaz dingin. Bahkan ia sama sekali tak menoleh kearah Met, tatapan lelaki tampan itu begitu fokus kearah koran yang sedang ia baca.
“Hum,” gumam Mey.
Mey lalu mencari posisi nyaman untuk duduk. Di atas meja makan sudah terhidang beberapa menu sarapan pagi.
Tapi tunggu dulu, mengapa hanya ada nasi telur, olahan ikan, sayuran, buah dan susu. Ini bukanlah sarapan yang biasa Mey makan.
“Bibi Ran..!!!!” panggil Mey.
Yang berhasil membuat sang pelayan rumah langsung datang menghampirinya.
“Iya nona Mey ada apa?”
“Bi, tolong buatkan saya mie instant,” ucap Mey.
Namun Ran.. hanya terdiam, sementara itu, Faaz sendiri terlihat mulai melipat surat kabar yang sedari tadi ia baca, pandangan Faaz kemudian tertuju kearah Mey.
“Tidak ada mie instan, makanlah makanan yang sudah tersaji di hadapan kamu,” sambung Faaz.
Mey mengerutkan dahinya, ia juga tampak menarik nafas panjang.
“Tapi aku gak suka makan telur, ikan atau sayuran, aku gak terbiasa sarapan dengan semua makanan ini,” ucap Mey.
“Dulu mungkin kamu tidak terbiasa, tapi sekarang kamu harus mulai membiasakan diri untuk mengatur pola makan yang sehat, mengerti?”
“Faaz ayolah, pokoknya aku gak mau makan telur atau sayuran, aku maunya mie instan, kalau kamu tetap larang aku, ya sudah aku tidak usah sarapan saja sekalian!” ancam Mey sembari melipat kedua tangannya ke bawah.
“Mey dengar telur itu mengandung lutein dan zeaxanthin, selain itu telur juga merupakan salah satu sumber kolin terbaik, nutrisi yang sangat penting untuk kesehatan otak dan hati. Bukan hanya telur saja, sayuran juga—”
“Uda cukup pak dokter! Aku ini lagi mau sarapan bukan mau konsultasi gizi jadi jangan berlebihan, aku tahu kamu seorang dokter tapi ya gak gini juga kali, masa iya kamu juga atur-atur makanan aku,” keluh Mey memotong ucapan Faaz.
“Mey, saya hanya ingin kamu sehat dan kamu tidak boleh lupa bahwa kamu harus menuruti semua perintah saya, termasuk makanan-makanan yang sehat, mengerti!"
“Aku tetap gak mau!”
“Oh ya sudah kalau kamu tidak mau makan tidak masalah, paling kamu yang lapar dan yang rugi juga kamu,” ungkap Faaz yang kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berjalan pergi meninggalkan ruang makan.
Mey kembali menarik nafas panjang, ia berdecak kesal, beginilah nasib jika punya suami seorang dokter, semuanya harus diatur termasuk pola makan.
“Lama-lama bisa mati jadi istri dia.”
Kembali lagi pada Faaz, kini ia terlihat sudah rapi dengan setelan jas dokternya, sepertinya pagi ini lelaki tampan itu ingin segera berangkat menuju rumah sakit.
“Kamu mau kerja?” sapa Mey yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya.
Faaz hanya menoleh kilas, “Ya aku akan ke klinik."
“Baguslah kalau begitu, aku juga mau keluar ketemuan sama temen-temenku,” ucap Mey.
Seketika Faaz menatap serius kearah sang istri.
“Teman yang mana?” tanya Faaz.
“Kalau aku bilang kamu juga gak bakal kenal.”
“Memangnya kamu mau kemana?”
“Ke restoran tempat biasa aku sama temen-temen ku ngumpul.”
“Yasudah kalau begitu biar aku antar!”
“Jangan-jangan!” tolak Mey dengan cepat.
“Kenapa?”
“Aku gak mau ya kalau sampai temen-temenku tahu aku uda nikah.”
“Apa salahnya kalau temen-temen kamu tahu kalau kamu sudah menikah?”
“Yah pokoknya aku gak mau, titik!”
“Oke, aku gak akan antar kamu tapi kamu harus share lokasi tempat kamu nanti ketemuan sama temen-temen kamu.”
“Ribet banget sih!”
“Mau atau tidak? kalau kamu tidak mau. Kamu gak usah pergi, di rumah saja.”
“Yasudah oke deh, nanti aku share lokasinya!” jawab Mey pasrah.
“Bagus, kalau gitu aku pergi duluan, oh iya satu lagi kamu harus pulang sebelum jam empat sore. Mengerti!"
“Iya-iya.”
“Dan pastikan ponsel kamu selalu hidup.”
“Iya.”
“Baiklah, kemari!” sambung Faaz yang berhasil membuat Mey mengerutkan dahinya.
“Kenapa diam, kemarilah mendekat denganku,” ungkap Faaz.
Membuat Mey akhirnya melangkah maju mendekati lelaki tampan itu, dan tiba-tiba.
Cup!
Satu kecupan kilas berhasil mendarat di bibir Mey, bahkan Faaz dengan begitu berani menyentuh bibir Mey.
“Sampai jumpa.”
“Sa—sampai jumpa.”
Faaz kemudian berjalan mendahului Mey dan perlahan punggung belakang Faaz menghilang dari pandangan Mey.
Sementara itu, Mey sendiri terlihat masih terdiam membeku, ia juga tampak menyentuh bibirnya.
Tidak pernah ada lelaki yang pernah mengecup bibir Mey, Faaz lah menjadi yang pertama.
Sungguh ini membuat jantung Mey rasanya ingin lepas dari sarangnya.
“Tidak! Tidak! kenapa aku jadi baper, inget Mey kamu gak cinta sama dia dan kamu harus bersikap biasa aja, oke!” ucap Mey pada dirinya sendiri.
Oh astaga dasar Mey, bahkan ia berusaha untuk menyembunyikan debaran perasaan dalam dirinya. Entah kenapa saat kiss pertama, membuatnya bergetar melangkah dan mengingat inilah yang pertama.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Maria Ozawa
mey manja nian
2022-10-20
0
Fadly
Faaz ini sambungan kisah Lisa yang mendunia ya tor?
2022-10-17
0
Bogor Kota
Uhuuy mampir
2022-10-17
0