Alianty sama sekali tidak menjerit maupun merintih kesakitan, kekuatan regenerasi beserta pereda rasa sakit aktif. Menyaksikan kemampuan ini Hurip tampak senang. Dia merekrut gadis ini menjadi rekan barunya untuk melakukan tugasnya.
"Hurip. Apa kamu yakin? Menurut para pengajar di sekolah ini gadis itu paling lemah.." ucapnya.
"Komandan. Hurip tahu apa yang sedang dilakukan di masa yang akan datang," jawabnya.
Komandan tersenyum tipis sembari mengangguk-anggukkan kepala. Dia melihat langsung muka Hurip, wajah layaknya penjahat itu semakin menjadikannya serupa preman. Dari pilihan keponakannya ini buat dirinya tahu alasan Hurip memilih Alianty.
Strategi ini kadangkala digunakan pada zaman saat Sahir dianggap sebagai awal dari pertempuran robot, sebab dikira memanggil pintu dunia lain. Sahir yang ditangkap akan dilepaskan oleh kesatria bagaikan umpan pancingan, musuh yang bersembunyi disarang kan naik ke daratan mendeteksi Sahir, karena mereka punya hubungan.
"Jikalau Hurip sedikit mengutamakan nyawa orang ketimbang tugasnya. Ini akan lebih mudah," batin pria ini sedikit menyesali sesuatu. Terlihat di raut wajah ketika dia memikirkan hal tersebut dalam pikirannya.
"Pak, kita melewati titik lokasi!" Kata Hurip buru-buru menendang pintu kereta. Dia melompat keluar paksa berguling-guling di jalanan sebelum berhenti.
Hurip bangkit, dia menyembuhkan lukanya memakai sihir Penyembuhan, cahaya hijau muncul dan mengitari daerah lukanya. Selagi dia menyembuhkan diri, dia menjumpai seekor kadal besar, dengan satu perbedaan yang mencolok dari kadal robot lainnya.
Musuh ini memiliki kebiasaan menunggu mangsa di tempat persembunyiannya, lalu ketika kendaraan manusia lewat, dia akan mengejar dan menginjaknya hingga hancur. Kemudian memakan mayat manusia dalam kereta, karena Hurip melompat, dia tidak mengejar kereta kuda dan keluar dari sarangnya.
"Jangan meraung-raung," ucap Hurip berlari kencang menemui mahkluk ini.
Hurip menghunuskan pedangnya. Dia menebas mata kadal, setelah mendapatkan luka, monster kadal tak diam dan membalas serangan. Ekor yang panjang itu bertugas layaknya cambuk, yang telah mencambuk Hurip, karenanya Hurip terpelanting jauh.
Sayangnya sebab kecepatan Hurip sungguh amat luar biasa diluar nalar cepat, seolah-olah bayangan miliknya yang terkena serangan. Justru Hurip telah sampai dekat kadal, dia mengayunkan pedang secara horizontal, memotong kaki kiri kadal.
Hurip bersiah, menepi ke tempat lain ketika ekornya menjadi cambuk lagi. Helaan napas ikut hadir saat komandan kembali dengan mobilnya, dia melompat keluar, sebelum kuda menabrak kadal besi.
"Apa bapak sebelumnya melamun?" Tanya Hurip.
Komandan tersenyum masam dan tersenyum hampa sebelum tertawa, lalu berkata, "haha mana mungkin."
Mereka melihat bahwa mahkluk ini masih hidup dan murka kepada mereka. Hurip bertindak cepat, dia mengentakkan kakinya ke tanah, seperti sedang memanggil sesuatu. Tidak berlangsung lama muncul dinding batu tumbuh dari tanah.
Bertepatan dengan kadal monster menyemprotkan cairan hijau keluar dengan cepat. Untung saja Hurip menyadarinya dari awal, pengalamannya melawan monster benar-benar menyelamatkan nyawa orang lain tanpa disadarinya. Meskipun dia tidak berniat tuk menyelamatkan manusia disekitarnya.
"Komandan baik-baik saja?" Tanya Hurip.
"Bagaimana kamu bisa tahu bila mahkluk itu akan menyerang. Saya sama sekali tidak paham," ujarnya.
Hurip tak mengatakan apa-apa, selain dirinya akan menuliskan ciri-ciri monster kadal menyerang mangsa mereka. Ketika kadal besar kelihatan mulai gelisah, dengan tanda-tanda kepalanya bergetar, dia akan menyemburkan cairan hijau semacam racun yang membuat manusia berbintik-bintik lalu mati.
"Komandan. Sebaiknya Anda sesegera mungkin tuk pergi jika memungkinkan," kata Hurip tanpa melihat lawan bicaranya seinci sekalipun.
Pria ini hanya bisa mengangguk. Dia menjauh dari tempat mereka berdua. Keduanya pun mulai saling menatap, baik manusia maupun monster, mereka menunggu momentum yang tepat. Meskipun begitu Hurip kesal menunggu dan berlari.
Remaja ini melangkahkan kaki, disetiap langkahnya tidak menjejak tanah. Debu-debu berterbangan akan bukti kecepatannya yang luar biasa. Waktu seolah-olah memberinya otoritas, gerakannya mengalahkan kadal besar menyemburkan cairan kembali.
Hurip mengayunkan pedang, tebasan sejajar ke atas membelah dua kepala monster kadal. Dia terlihat keras bahkan setelah mati, muncul lampu merah di sekujur tubuhnya, buru-buru Hurip melompat seraya menggunakan sihir pelindung dari ledakan.
"Dari dulu Hurip benci ledakan," batinnya.
Remaja ini menghirup udara sebanyak mungkin hingga kedua bibinya seperti menggembung, penuh akan angin. Setelah belasan detik Hurip menahan napas, dia menyemburkan angin kencang panas ke lawan membuat seonggok besi itu terbakar habis.
"Komandan. Semua sudah selesai," ujarnya memakai sihir telepati.
Mereka berjalan menyusuri jalan dimana tempat ini memiliki banyak kedai dan pedagang kaki lima, Hurip melirik ke berbagai arah, menjumpai banyak orang memperhatikannya. Bertepatan ketika Hurip melewati satu kedai seorang anak kecil meneriakkan namanya dan melambai-lambai.
Hurip menoleh dan membalas lambaian tangannya, pada saat inilah ia kebingungan harus menampilkan raut wajah apa. Masyarakat telah menganggap dirinya sebagai pahlawan. Mereka beranggapan bila tentara tidak becus, biarpun begitu Hurip tak berpikir sama, justru mereka lebih baik darinya jika lawannya sepadan dan memiliki senjata yang menyamainya.
"Tersenyumlah, kamu senantiasa membalas seruan anak-anak dengan lambaian tangan saja. Ramahlah sedikit," perintah pria di hadapannya.
"Komandan.."
"Panggil pak Ria saja," ucapnya menyela perkataan Hurip. Dia memberhentikan langkah dan berkata, "ini tempat dimana kamu akan mengetes kemampuan mereka berdua pantas atau pun tidak jadi rekanmu."
"Mereka? Hurip hanya merekrut satu orang," batinnya Hurip menerka-nerka siapa yang dimaksudkan oleh pak Ria kepadanya barusan.
Mereka memasuki sebuah bangunan, langsung Hurip menjumpai seorang remaja laki-laki sedang melahap kudapan. Dengan penampilan ala-ala pereman jalan yang norak, pikir Hurip. Mereka pun saling menatap sebelum Hurip lebih mendekat menemui dirinya.
Mata Hurip langsung menilik ke penampilan beserta luka-luka itu. Segera saja Hurip tahu jikalau orang ini mungkin memiliki gaya bertarung, yang diasah pada medan pertempuran langsung, ketimbang belajar ilmu bela diri atau semacamnya. Autodidak berilmu pada pengalaman dan kekalhan dalam pertarungan.
"Senjata apa yang bisa kau gunakan?" Tanya Hurip memperhatikan sekujur tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki sambil menunggu jawabannya.
"Hurip. Pak Ria memilihnya karena dia mampu untuk memakai banyak macam senjata," kata pak Ria.
"Hurip bertanya kepadanya!" Batin Hurip sebelum dia menghela napas dan berkata, "nah sekarang jawab pertanyaan Hurip terlebih dahulu semasih belum ..."
Hurip menghentikan lisan ketika dia menunjukkan kartu identitasnya. Dia bernama Azka ini membuang muka, sementara Hurip pergi angkat kaki, disusul oleh pak Ria yang pamit terlebih dahulu pada Azka dan keluar dari ruangan mengikuti langkahnya Hurip.
Azka melihat ke belakang. Jikalau sihir pengintai masih hidup, dia menyimpan tangan di atas kepala, lalu kedua matanya terpejam. Tentu baginya tempat yang bertujuan untuk latihan ini cocok bagi alat yang dimaksudkan berkomunikasi dengan seseorang.
"Sepertinya gw bakalan masuk satu tim dengan target kita.." kata Azka dalam hati sembari menekan tombol di alat komunikasi pada daun telinganya berbentuk serupa earphone tanpa kabel.
"Bagus. Tuntaskan pekerjaanmu hingga selesai, jadi seorang pembelot itu sulit.." jawab seseorang yang berkomunikasi dengannya lewat alat komunikasi itu.
Remaja laki-laki ini menyeringai lebar. Dia turun dari tempat duduknya, sesudah memputuskan percakapan, Azka menaruh senjata api miliknya di atas meja dan menghela napas mengingat dia perlu bersandiwara setelah sekian lama tidak melakukan hal semacamnya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments