Prang!
Gelas kecil minuman keras terjatuh dari meja bar. Sosok pemegang gelas anggur itu tidak lagi dapat mengendalikan kesadarannya dengan baik.
Mantan Jenderal—kini hanya seorang pembantu—Garnet.
Berasal dari keluarga ksatria yang melayani langsung keluarga kekaisaran, karirnya meningkat cemerlang sehingga dia ditunjuk untuk memimpin benteng perbatasan utara kekaisaran, sebuah posisi yang sangat baik untuk seseorang yang berasal dari keluarga dengan pangkat ksatria biasa.
Dua pekan telah berlalu semenjak Garnet mengalami penurunan pangkat. Kini, benteng perbatasan yang sebelumnya ramai akan aktivitas ekonomi, sepi karena mayoritas para pedagang serta pelancong telah pergi.
Tentu, ini berkaitan dengan strategi pertahanan. Light tidak menginginkan apabila seluk beluk benteng diketahui oleh mata-mata yang menyamar sebagai pedagang dan pelancong. Akan tetapi, Light masih memberikan tenggat waktu selama tiga pekan setelah dikeluarkannya perintah kepada orang-orang yang memiliki bisnis penginapan, rumah makan, dan bar untuk meninggalkan segala aktivitas mereka di dalam benteng.
Bukan hanya karena Light memahami beratnya kepergian para pedagang, dia juga mengerti apabila para prajuritnya membutuhkan suatu "hiburan" selama tinggal di dalam benteng.
BRAK!
BRAK!
"Ahhh! Sial! Sial! Sialan! Bocah itu benar-benar membuatku kesal!"
Tidak ada seorangpun yang menggubris tindakan menyedihkan Garnet. Bagi mereka, Garnet kini hanyalah pecundang yang kekuasaannya dirampas oleh seorang bocah kecil yang bahkan belum lulus dari akademi.
Para perwira bawahannya memandangnya dengan rendah, merasa jijik dengan segala kegaduhan yang Garnet timbulkan setelah dia mengalami penurunan pangkat. Sebenarnya, apabila Garnet bersikap merendah dan menjilat Light, dia setidaknya dapat menduduki suatu posisi penting di benteng ini meski tidak lagi memiliki pengaruh mutlak.
Ini murni kesalahan Garnet. Light menurunkannya karena dia berpotensi besar untuk merusak strategi secara keseluruhan.
"Hah... hah... hah..." Napas Garnet tersengal-sengal. Dia terlalu mabuk, kesulitan bahkan hanya untuk duduk dengan tegap.
Saat itu, sosok prajurit muda mendekati Garnet setelah memastikan kondisi bar cukup sepi. Sudut kedua bibirnya meninggi. Baginya, Garnet saat ini hanyalah mangsa yang mudah untuk ditaklukkan.
"Yahoo, Jenderal! Bagaimana kabarmu?!" Prajurit muda itu merangkul dengan melontarkan kata-kata yang terasa sangat intim.
Bartender yang sebelumnya mengawasi, memalingkan perhatiannya karena menganggap bahwa prajurit itu tidak berbahaya bagi Garnet.
BUAK!
"Apa yang kau inginkan, Bocah?! Apa kau berniat mengejekku?!" Garnet memukul wajah prajurit muda itu. Akan tetapi, kepalan tangan itu dapat ditangkap dengan mudah oleh prajurit itu dengan ekspresi riang.
"Nah, nah, kamu tidak perlu bersikap kasar seperti itu, Jenderal! Bagaimana dengan satu botol anggur lagi sebagai permintaan maafku?"
Terhadap tawaran itu, Garnet goyah. Pada akhirnya, dia mengangguk setuju dengan wajahnya yang penuh warna merah.
"Itu bagus! Oi, tolong berikan kami dua botol anggur ini lagi!" Prajurit muda itu menunjukkan botol hitam yang berada tepat di hadapan Garnet dengan mengangkatnya kepada Bartender.
"Harap tunggu sebentar," jawab Bartender.
Sekali lagi, senyuman ramah pun tampak. Selagi Bartender mempersiapkan dan menghidangkan minuman mereka, prajurit muda itu bercakap-cakap ringan dengan Garnet.
"Silakan, Tuan." Bartender menyajikan minuman untuk keduanya, "Harap diingat untuk tidak melakukan apapun kepadanya. Bagaimanapun, beliau masih merupakan sosok berpengaruh di benteng ini."
"Aku mengingatnya," balas prajurit muda singkat disertai senyuman ramah.
"Aku akan meninggalkan meja, ada sesuatu yang perlu aku lakukan di belakang. Panggil saja dengan bel jika kamu membutuhkanku."
"Oke." Bartender sedikit menunduk dan segera pergi setelah prajurit muda itu mengiyakan.
Obrolan ringan mereka berlangsung sedikit lama. Berbeda dengan Garnet yang terus menerus menyesap anggurnya, prajurit muda itu minum dalam batas wajar.
"Nah, Jenderal Garnet, jika kamu benar-benar membenci bocah itu, mengapa kamu tidak menjegal langkahnya?"
"Apa yang kau coba katakan?! Kepalaku bisa terbang jika aku berbuat macam-macam padanya! Kuh, seandainya dekrit itu tidak ada, aku benar-benar akan melemparnya kepada para anjing hutan yang kelaparan di hutan utara!" Garnet mengutarakan keraguannya.
"Apa yang kamu katakan Jenderal? Sebenarnya kamu dapat melakukannya, kau tahu?" timpal prajurit muda itu.
"Hah?!" Garnet tidak percaya, akan tetapi dia begitu mabuk hingga tidak dapat lagi mencerna dengan jernih.
"Arcadia akan datang tiga hari lebih awal dari yang telah direncanakan. Sebelum itu, mengapa kamu tidak mencoba memberikan obat di minuman bocah itu dan melarikan diri sebelum Tentara Arcadia muncul? Aku yakin kamu masih memiliki beberapa pelayan yang loyal kepadamu." Bersamaan dengan kalimatnya, prajurit muda itu memberikan kantung kecil berisi serbuk putih yang sangat harum.
Entah mengapa, kata-kata prajurit itu begitu membuai, walaupun Garnet belum seratus persen yakin dengan rencananya.
"Tenang saja, ini tidak akan berwarna dan berbau jika dicampur dengan teh ataupun makanan lain. Dan juga..." Prajurit muda itu memberikan senyuman penuh arti, "Kamu tidak lagi bertanggung jawab atas benteng ini, Jenderal. Segala kesalahan garnisun pertahanan akan menjadi milik bocah itu. Tentu, itu hanya jika dia berhasil kabur dengan selamat."
Garnet menerima kantung bubuk itu dengan penuh kepercayaan diri. Dia sangat yakin apabila rencana sabotasenya akan berhasil. Dia tahu apabila masih banyak orang-orang yang loyal kepadanya sehingga rencana dapat berjalan dengan mulus, "Jika seperti itu, maka aku akan menjalankan rencanamu."
Garnet tersenyum lebar. Karena tidak kuasa dengan pengaruh alkohol, pada akhirnya kepalanya terkapar di atas meja bar.
Prajurit muda itu sejenak tersenyum. Tanpa seorangpun pelanggan yang masih tersadar, prajurit muda itu seketika menghilang tanpa meninggalkan bekas jejak setelah menempatkan beberapa koin perak di atas meja.
BRAK!
BRAK!
BRAK!
Jauh berada di dalam hutan utara perbatasan, Pasukan Arcadia bergerak dengan kecepatan konstan menyusuri jalan besar yang membelah pedalaman. Zirah mereka terlihat begitu berat, kereta-kereta kuda serta binatang sihir lain juga terlihat memiliki barang bawaan yang luar biasa banyak.
Arcadia benar-benar yakin jika mereka mampu untuk menguasai benteng perbatasan hanya dalam waktu tiga hari setelah kedatangan mereka.
Bukan tanpa alasan, Arcadia telah menerima dana perang dengan jumlah luar biasa serta puluhan ribu senjata dan armor dari Kerajaan Drenzig.
Terdapat beberapa klausul yang begitu menguntungkan bagi Drenzig, akan tetapi para petinggi Arcadia tidak melihat sesuatu aneh yang dapat membawa mereka dalam jurang kehancuran. Itu sudah cukup untuk menerima apa yang Drenzig tawarkan.
Kerajaan Arcadia juga mengerahkan sebagian besar tentara elitnya. Ini membuktikan jika mereka bertaruh atas kemenangan dalam perang ini. Terlebih, dengan kabar dari para mata-mata yang mengatakan apabila Corthia telah menghiraukan perbatasan utara, kepercayaan diri dan semangat para prajurit kini berada pada puncaknya, baik itu dari kalangan para bangsawan dan rakyat jelata.
Akan tetapi, mereka tidak mengerti. Beberapa pasang mata merah mengintai gerakan mereka dalam diam. Tatapan merah itu seolah melihat para prajurit Arcadia benar-benar sebagai ikan kecil yang mampu untuk ditaklukkan kapanpun mereka inginkan.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
anggita
👌👌
2022-12-03
1
Kerta Wijaya
🤟
2022-11-16
0
Sandra Siregar
woww mantap
2022-11-03
0