Pukul 17.00 wita. Alexa di dampingi Marchel di kamar. Dia ingin tahu kehidupan Alexa, gadis itupun mau menerima pertemanan Marchel. Pria itu menjanjikan kebebasan Alexa.
"Selama ini kau tinggal dimana?"
"Aku jurnalis terkemuka, tidak mungkin aku membuka biodataku. Musuhku banyak termasuk kalian, maaf saja. Yang jelas aku hidup sebatang kara, tidak punya keluarga. Aku datang dari panti asuhan." kata Alexa berbohong. Dia menutupi siapa keluarganya.
"Aku tidak bertanya tentang dirimu, kami sudah tahu." Marchel berteka teki sejatinya dia buta tentang Alexa.
"Syukurlah kau tahu, jadi aku tidak capek jelasin."
"Hemm....kenapa kau membuat narasi palsu dan mengkaitkan nama bos kami. Umum sudah tahu, senjata itu tidak dari kami. Pelakunya sudah dihukum. Jika kau menyarankan untuk meninjau kembali perkara itu, kami juga bisa membumi hanguskan keluargamu."
"Hahaha...kau lucu, kau mengatakan omonganku palsu, tapi kalian seperti cacing kepanasan. Kalian salah alamat menculik aku, tidak ada gunanya."
"Dengan siapa kau bekerja?"
"Keluar kau dari kamar ini. Kalian iblis, aku tidak takut mati. Semua rekaman kejahatan kalian sudah aku simpan di suatu tempat rahasia."
"Aku akan memaksa pengakuanmu dengan jalan kekerasan."
"Kau boleh keluar dan pikirkan jalan yang akan kau tempuh, menurutku kau hanya membuang waktu saja."
Marchel berdiri dengan perasaan galau dan kurang puas. Tidak seperti sandera-sandera yang lain, Alexa membuat dirinya seperti ayam sayur, nelongso. Menyambung pembicaraan akan menyita waktu, tidak membawa hasil.
"Kita akan berbicara lagi setelah kamu sembuh dan kuat menerima hukuman dari kami." kata Marchel keluar dari kamar yang ditempati Alexa.
Gadis itu tidak bereaksi, matanya kosong memperhatikan kepergian Marchel. Dia menarik nafas dalam dan membuangnya kasar. Ntah dimana saat ini dia berada. Yang jelas dia tidak baik-baik saja.
"Tookkk...tookkk." seorang pelayan masuk dengan kereta dorongnya.
"Silahkan makan nona."
"Trimakasih." jawab Alexa menyuruh pelayan menyiapkan bed tray. Dia akan makan di tempat tidur. Pelayan itu bengong melihat ke pedean Alexa saat makan. Seolah gadis itu tidak mengenal bahaya. Atau memang dia tidak takut mati.
Sudah banyak sekali dia mengurus ssndera Tuan Alvaro. Baru kali ini ada tawanan yang tidak menangis dan makannya rakus. Tidak ada raut wajah ketakutan dari Alexa. Apakah dia tidak mengerti mau dibunuh? atau gadis ini punya kelainan mental. Bathin pelayan itu.
"Mengapa kau memandang aku? ada yang aneh sehingga kau heran." tanya Alexa menatap pelayan itu.
"Nama saya Mika nona, sudah empat tahun ada disini. Saya tidak mengerti kenapa nona tidak bersedih, setidak nya nona menangis. Apakah nona tidak takut mati?"
"Nama yang manis, kau pasti dari kalangan terpelajar. Apakah kau di tawan karena orang tuamu kalah melawan Tuan Alvaro?"
"Seluruh keluargaku dihabisi ketika pengkhianatan papaku ketahuan. Aku beruntung di ampuni, oleh Tuan. Disini aku sebagai pelayan rumah tangga, merangkap melayani nafsu buas Tuan. Semua perempuan disini melakukan perintah Tuan.
"Apa ada yang hamil?"
"Tidak, kami wajib minum pil sebelum di persiapkan melayani Tuan." jawab Mika, dia menceritakan tentang Alvaro yang super sadis dan tidak peka kepada perasaan wanita.
"Dia iblis haus darah, kapanpun dia menginginkan kematian kami, dia dengan entengnya akan menembak kami."
"Aku menjadi mual mendengar ceritamu, Tuanmu sangat crazy."
Sebagai jurnalis aku betah mendengar cerita Mika. Ingin merekam suaranya sebagai kelengkapan sisi buruk Owner Alvaro Derek. Sepak terjangnya aku akan blow up di depan masyarakat umum atau bisa lewat sosmed. Orang harus tahu bahwa di sekitar kita ada gembong mafia yang super sadis.
Sayang sekali ranselnya yang berisi camera disita, sehingga tidak ada yang bisa di pakai untuk memotret dan merekam.
"Mika aku sudah selesai makan. Aku butuh istirahat untuk membunuh Alvaro. Trimakasih atas makanannya " kata Alexa. Mika mengangguk sambil tersenyum.
Aku tidak mau rugi atau pura-pura sedih supaya dikasihani. Kalau sudah waktunya aku mati, biar di kerangkeng besi, aku pasti mati. Kata Alexa dalam hati.
"Bravo nona, good luck." kata Mika lalu keluar.
Alexa merasa lega. Hidup harus dijalankan seperti air yang mengalir. Dia tidak boleh memperlihat kan rasa prustasi berada disini.
Pengaruh obat penghilang rasa sakit membuat Alexa mengantuk. Baru saja dia memejamkan mata, seolah ada yang membuka pintu. Alexa malas membuka matanya, dia membiarkan langkah kaki itu maju mendekatinya. Dia berhenti tepat di betis Alexa yang terluka.
Tangan kekar itu meraba betis Alexa yang terluka. Apa maksudnya? apa dia ingin memastikan kesembuhan Alexa atau dia ingin membuat rangsangan. Dasar iblis. Alexa tidak bisa menahan kantuk dan dia tertidur.
Alvaro menyelimuti badan Alexa, dia memperhatikan wajah gadis itu dengan seksama. Setelah itu dia pindah duduk ke sofa panjang.
"Chel, datang ke kamar Alexa." Alvaro memencet intercom menghubungi Marchel. Tidak begitu lama datang Marchel dengan membawa dua gelas bertangkai dan sebotol Red Wine.
"Ada apa Tuan?"
"Santailah, hari ini nasibku apes. Ingin aku cekik itu cewek."
"Hahaha... bangun dan cekiklah mumpung dia dalam pengaruh obat. Aku heran, tawanan hari ini tidurnya nyenyak dan berselimut tebal."
"Ngacao kau, mana mungkin aku mengotori tangan menyelimuti musuh kita. Cewek ini rada gila, bibirku dibikin jontor."
"Benar sekali, dia adalah musuh kita, bagaimana kalau selimutnya kita tarik supaya dia menggigil?" kata Marchel sambil menuangkan Wine ke gelasnya.
"Ahh...ta..pi..tapi, maksudku tidak harus ditarik selimutnya. Biarin saja supaya kakinya cepat sembuh. Udara dingin membuat jalan darah tidak lancar. Kita perlu keterangan darinya." sahut Alvaro sambil menggoyang gelasnya. Perlahan dia menyesap minuman itu sedikit demi sedikit.
"Hem..hem..tumben Tuan Alvaro merisaukan kesembuhan tawanan. Jangan sampai Tuan failing in love."
"Mustahil aku bisa jatuh cinta. Itu kata kramat yang tidak mempan dalam hidupku."
"Bagainana kalau Tuan jatuh cinta?"
"Biar bidadari turun dari langit aku tidak tertarik. Aku lebih tertarik wanita matang dan pintar di ranjang."
"Seperti Trijata?" pancing Marchel.
"Hehe...dia memang jago ranjang, tapi lebay. Aku tidak senang wanita yang manut tapi ada maunya. Dia selalu uang-uang melulu."
"Bukankah Tuan sangat kaya? Tidak masalah kalau membagi uang kepada pelayan kita."
"Apa kau punya ide untuk mengorek keterangan dari mulut Alexa?" tanya Alvaro serius. Terus terang dia penasaran dengan ilmu bela diri Alexa. Kuat dan dinamis."
"Mungkin dengan tidur disampingnya membuat Alexa mengigau dan aku akan mencobanya." kata Marchel tertawa.
"Jangan membangunkan macan tidur, kau akan tinggal nama."
"Kalau tidak boleh sekarang aku tunggu supaya dia sembuh."
"Kau tahu pintu keluar...." tunjuk Alvaro dengan wajah merah. Marchel terpaksa keluar sebelum Alvaro tambah marah. Dia yakin Alvaro ada hati dengan Alexa. Selera mereka tumben sama.
Alvaro bangun dan mengunci pintu, dia tidak pernah mengunci pintu selama ini, karena sudah ada pengawal di luar berjaga 24 jam.
Dia mengganti lampu kamar dengan lampu tidur. Alvaro ragu-ragu naik ke tempat tidur. Masalahnya kaki Alexa masih sakit, sedangkan dirinya tidak bisa mengontrol diri.
Lama dia duduk berdiri sambil memandang bibir Alexa yang terbuka sedikit. Ingin mencium tapi mulutnya masih sakit. Setelah berpikir lama, Alvaro perlahan menunduk mau mengecup bibir Alexa, tapi...
"plookkk." sebuah tamparan mendarat di pipinya.
"Aduhhh....." dia menahan teriakannya. Mulutnya tambah sakit. Alvaro ingin membalas tamparan itu, tapi aneh, saat dia memperhatikan Alexa, wanita itu tetap tidur nyenyak. Cuma merubah posisi, sekarang tidur Alexa miring.
Mau marah tidak bisa, apalagi kepalanya mulai pening gara-gara banyak minum. Alvaro akhirnya menyusup dibawah selimut Alexa.
*****
ALEXANDRIA RIGEST
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
alexa bakal buat alvaro tobat kayaknya
2023-01-02
4
ㅤㅤㅤ
taunya malah bilang aku jatuh cinta sama tahanku sendiri
2022-12-19
4
ㅤㅤㅤ
kalo diperlihatkan yang ada dianya malah makin mau nyiksa
2022-12-19
2