KELAYAKAN

"Bagaimana dia bisa lulus tradisi? Padahal sampai sekarang dia belum bisa menggunakan sihir sama sekali," ucap salah satu anggota suku, dia sedang duduk bersebelahan dengan temannya, sembari mengamati Kazan yang sedang mencoba berlatih sihir di samping danau.

"Entah... Aku juga tidak tahu, apa mungkin karena warna matanya hitam? sehingga dia tidak bisa mendengar suara roh air?" jawab temannya sembari menoleh ke arah Kazan.

"Tapi kalau urusan bela diri, bahkan kita yang sudah dewasa bisa jatuh dalam sekejap, kalau diharuskan bertarung tanpa mana," sambungnya lagi sembari memasang wajah kagum.

Kazan sudah berusia tujuh tahun, dia sudah memiliki adik perempuan yang usianya hanya terpaut dua tahun lebih muda darinya.

Saat ini mereka berdua tengah mempelajari cara mendengar suara roh air, yang sudah menjadi hal umum bagi seluruh anggota suku.

Kazan benar-benar kalah telak dengan adiknya yang bernama Yuzu. Adiknya sudah bisa mengendalikan air sesuka hatinya, dan bahkan bisa membuat sebuah gelombang besar yang mengangkat dari permukaan danau, hanya dengan kibasan tangannya saja.

Namun meski Kazan mencoba sekuat tenaga untuk meniru apa yang adik perempuannya lakukan, Kazan benar-benar tidak mendapatkan hasil seperti yang dirinya inginkan.

Jangankan gelombang, untuk mengangkat satu tetes air saja Kazan tidak bisa. Dia benar-benar bagai seseorang yang tidak di berkati, sehingga roh air tidak mendengar setiap keinginan hatinya.

Namun meski begitu, Kazan tidak pernah dianggap remeh oleh semua anggota suku. Dia terkenal sebagai seorang pendiam, Yang bahkan pernah dianggap bisu, karena hingga usianya menginjak empat tahun, dia tidak pernah membuka suara selain kepada kedua orang tuanya.

Kazan benar-benar lihai dalam bidang bela diri, dia setara dengan Garhan sang ketua suku yang merupakan ayahnya, perbedaannya hanya terletak pada ukuran tubuh dan tenaga yang terpaut cukup jauh diantara keduanya.

Kazan selalu bisa menghindari serangan Garhan yang terkenal begitu hebat, meski akhirnya Kazan kalah karena kelelahan.

Selain bela diri, Kazan tidak memiliki apa-apa lagi yang bisa dibanggakan. Energi sihir yang disebut 'mana' benar-benar serasa enggan untuk masuk ke dalam tubuhnya, sehingga dia tidak bisa menggunakan sihir seperti yang lainnya.

"Kazan! Kemari!" Ucap Nuzu, sang ibu kandung Kazan.

Mendengar panggilan ibunya, Kazan menghentikan pelatihan sihirnya, dia menggandeng tangan Yuzu, kemudian berjalan mendekat ke arah rumahnya.

Rasa hangat benar-benar menyelubungi seluruh isi hati Kazan saat ini, dia sangat bahagia memiliki keluarga kecil, yang selalu menganggapnya istimewa dan juga menyayangi dirinya lebih dari menyayangi diri sendiri.

Jiwa seorang Raja benar-benar terus tersenyum dalam diamnya, selama tujuh tahun terakhir semenjak dirinya masuk ke dalam tubuh Kazan.

"Ada apa ibu? Kakak hampir bisa menggunakan sihir, tadi Yuzu lihat ada setetes air yang mengangkat dari danau," ucap Yuzu dengan wajah gemasnya. Dia melompat-lompat kecil sembari mencoba menjelaskan apa yang matanya lihat.

"Benar itu, Kazan?" tanya Nuzu.

Kazan tersenyum sembari mengangguk, kemudian membiarkan rambut miliknya diacak oleh ibunya yang sedang berkata, "Aku sudah tahu, kamu hanya terlambat. Ibu percaya kalau kamu nanti akan menjadi penyihir yang lebih hebat dari semua leluhur kita."

Pipi Kazan langsung merona, dia menahan malu karena mendapat begitu banyak pujian, dari hal kecil yang bisa dia lakukan. Padahal jika dibanding dengan adiknya yang baru berusia lima tahun, Kazan bagai seorang bayi mungil, sedangkan Yuzu merupakan sesosok raksasa yang bisa menciptakan tsunami hanya dengan kibasan tangannya saja.

Namun meski begitu, kondisi di dalam hutan membuat Kazan tidak memiliki motivasi untuk bertambah kuat.

Kedamaian mutlak tergambar pada suasana suku miliknya, karena mereka semua membatasi komunikasi dengan pihak dari dunia luar.

Suku yang Kazan punya benar-benar hidup terisolasi, mereka tinggal di dalam hutan untuk menghindari pemanfaatan setiap anggota sukunya.

Bukan karena keegoisan maupun ketakutan yang membuat mereka mengasingkan diri, melainkan hal tersebut merupakan perintah satu-satunya Raja yang menguasai seluruh dunia khayalia.

"Sebenarnya ada apa, bu?" Tanya Kazan antusias.

"Seminggu yang lalu kita dapat pesan, dua bulan lagi akan ada pertemuan di istana. Ini kesempatanmu untuk melihat dunia luar, Tapi..." Ucapan Nuzu terhenti karena Garhan menepuk pundaknya dari belakang.

"Tapi kamu harus membuktikan kelayakan dirimu dulu, Kazan. Pergilah ke hutan dan bawalah satu kulit binatang buas ke sini," ucap Garhan sembari melempar dua buah belati yang terbuat dari tulang. "Kalau kau sudah bisa membunuh setidaknya satu serigala, saat itu kamu sudah memenuhi syarat minimal untuk pergi melihat dunia luar," sambungnya lagi.

Kazan menangkap dua buah belati yang baru saja dilempar oleh Garhan, dia memainkan belati di tangannya dengan begitu lihainya, kemudian menaruh belati yang sudah disarungkan, di sela ikat pinggang yang ia kenakan, sembari berkata di dalam senyumnya, "Hanya serigala?"

"Aku tahu kamu kuat, tapi hutan yang luas ini selalu punya kejutan tersendiri. Aku akan mengawasi dari jauh, lakukan apapun yang kamu bisa," ucap Garhan dengan tatapan tajam.

Sorot mata Kazan berubah drastis, dia memancarkan tatapan yang sangat garang, kemudian mengangguk dan melangkah menuju tempat yang dianjurkan, setelah mengacak rambut Yuzu secara kasar.

"Tunggu? ...Ayah! Ibu! Yuzu juga mau!" Sergah Yuzu dengan wajah sedikit memaksa.

Mendengar rengekan tersebut Garhan dan Nuzu melihat Yuzu dengan tatapan bingung. Mereka sedikit merasa khawatir, namun ketika mengingat kekuatan Yuzu mereka percaya jika tidak akan terjadi hal berbahaya di dalam hutan.

Belum lagi Yuzu bersama Kazan, seseorang yang mampu menandingi kekuatan Garhan, yang merupakan satu prajurit terkuat di dalam suku tersebut.

Setelah cukup lama saling bertatap, Garhan masuk ke dalam rumahnya dan kembali ke tempat tersebut sembari membawa sebuah tempat minum.

Garhan memberikan satu wadah minuman yang terbuat dari bambu kepada Yuzu sembari berkata, "Jangan sampai terpisah. Kalian harus terus bersama. Karena kalian berdua, kalian harus membawa pulang dua kulit binatang buas."

Yuzu langsung melompat-lompat kecil dengan wajah kegirangan. Dia berlari menuju danau, kemudian mengisi penuh wadah minumannya.

Setelah wadah minuman terisi penuh, Yuzu mengalungkan tali wadah pada pundaknya, kemudian mendekat ke arah Kazan yang sedang menunggunya sembari berkat, "Ayo... Kakak!"

Kazan dan Yuzu benar-benar melakukan tradisi bersama-sama. Sebuah tradisi yang harus dilewati setelah usia mereka cukup, untuk membuktikan kelayakan mereka.

Semua anggota suku hanya bisa menatap dalam diamnya, mereka tidak percaya jika dua anak tetua suku akan melakukan tradisi kedua, bahkan sebelum usia mereka menginjak sepuluh tahun.

Ini adalah kali pertama di dalam sejarah suku, dimana ada dua bocah yang melangkah masuk ke dalam hutan belantara yang menyelimuti seluruh tempat tinggal mereka.

Hutan yang penuh dengan energi sihir, beserta semua penghuni yang bahkan beberapa diantaranya belum bisa ditaklukkan oleh anggota sukunya.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

sᴀɴ ʜᴀғɪᴢ~

sᴀɴ ʜᴀғɪᴢ~

Semangat kazan!

2022-10-24

0

Tehpucuksari🐛

Tehpucuksari🐛

up nel

2022-10-16

0

LANANG MBELING

LANANG MBELING

masak kazan sendiri????
kayaknya butuh kalangkanaan tuk treveloka nih ontornya...

2022-10-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!