KEHIDUPAN LALU

Suatu pagi yang cerah di tengah kota X yang merupakan pusat dari perekonomian dunia.

Suara deru bising perkotaan mulai terdengar gaduh, meski sinar mentari masih terhalang sempurna oleh tingginya tembok dari semua bangunan yang berbaris dengan angkuhnya.

Ditengah hiruk pikuk fajar kala itu, di sebuah gang yang gelap terdengar suara lantang dari tangisan bayi yang masih bersimbah darah di sekujur tubuhnya.

Dia mengepalkan tangan sembari meninju dan menendang udara dalam tangisnya, seakan dia menantang dunia yang sudah menelantarkannya.

Bocah tersebut benar-benar terus meronta, hingga suaranya mampu membangunkan dua pria yang sedang tergeletak di atas tanah setelah berpesta.

"Diam! Argh! Berisik sekali!" Teriak seorang paruh baya, dengan setelan jas serba hitam, yang melilit sekujur tubuhnya.

Setelah berteriak, dia bergegas duduk dan menyapu pandangannya ke segala penjuru menggunakan mata buramnya. Betapa terkejutnya lelaki tersebut, ketika menyadari dia tergeletak di sudut gang buntu bersama satu kawan yang masih tengkurap di sampingnya.

"Sam! Bangun Sam! Sudah pagi!" Ucap lelaki tersebut sembari menggoyang teman yang juga mengenakan setelan baju yang sama.

"Ada apa si, Bang Erik?" Jawab Sam yang terlihat sedikit lebih muda dari orang yang membangunkannya, "Di mana kita?" Sambungnya lagi dengan wajah yang kebingungan.

"Pasti kita ditendang lagi lewat pintu belakang sama penjaga semalam, ha ha ha ha!" Jawab Erik mengingat kejadian semalam.

"Betul juga ya, Bang. Aku cuma ingat pas kita dikasih minum sama perempuan cantik itu, he he he," sambung Sam kemudian terkekeh.

"Ayok kita balik," Erik berdiri kemudian menjulurkan tangannya, untuk membantu Sam berdiri.

Langkah mereka masih gontai, akibat alkohol yang mereka habisi terhitung cukup banyak, jika hanya diminum oleh dua orang saja.

Namun meski begitu, mereka sudah terbiasa dengan langkah sempoyongan, karena hampir setiap pagi mereka merasakan hal tersebut di dalam hidupnya.

Ketika tengah melangkah keluar dari gang, suara tangisan yang semula membangunkan Erik dari tidurnya terdengar semakin keras.

Erik yang merasa penasaran mencoba mencari anak yang tengah menangis di dalam kotak sampah yang cukup besar di bawah sebuah apartemen.

Dia membuka penutup kotak tersebut, kemudian melihat ada satu bayi yang sedang mengepalkan tangan sembari menangis sejadi-jadinya.

Erik menatap Sam yang kini sudah berdiri si sampingnya, dua lelaki itu saling bertukar pandang, untuk saling mencari jawaban perihal kelanjutan yang akan mereka berdua lakukan.

"Bawa atau biarin busuk di sini?" tanya Erik dengan wajah santai.

"Bawa aja Bang, toh nanti bisa jadi dia berguna," jawab Sam dengan wajah yang tampak cukup iba.

Sam langsung meraih tubuh mungil tanpa busana di depannya, sedangkan Erik melepas jas yang terlihat mahal pada tubuhnya untuk membungkus bayi tersebut, sebelum akhirnya mereka membawanya ke dalam mobil yang sudah semalam penuh terparkir di depan suatu bar.

Meski bayi itu terlihat baru saja dilahirkan, Erik dan Sam tampak tidak berdosa, mereka hanya menaruh bayi tersebut di kursi belakang, dan tidak menghiraukan jika bayi tersebut jatuh dari tempatnya.

Mereka membawa bayi tersebut cukup jauh dari kota, butuh dua jam lamanya, sebelum akhirnya mereka sampai di sebuah bangunan yang berdiri di tengah hutan belantara.

Bangunan tersebut sangat layak jika dilihat dari depannya, meski tidak ada bangunan lain di sekitarnya.

Di atas pintu utama bangunan tersebut, terdapat barisan huruf yang bertuliskan YAYASAN CEMPAKA. Sebuah tempat di mana ratusan bayi terlantar, bisa mendapat satu tempat untuk ditinggali.

"Kita kasih nama siapa, Sam?" tanya Erik sembari melihat ke arah spion, dia sedang mundur dan memarkir mobilnya, tepat di depan halaman yayasan.

"Pangeran aja, Bang. Kemaren kita kan udah ngasih nama prajurit. Ha ha ha!" Sam terbahak.

"Kalau begitu mending sekalian Raja, Dong?" Erik terkekeh.

"Ide bagus, Bang. Sekarang nama kamu Raja! Seorang Raja nggak boleh cengeng, jadi sekarang kamu tidur, Ya?!" ucap Sam sembari membopong Raja, dia kemudian menekan saru titik pada tubuh Raja, dan sedetik kemudian Raja langsung terlelap dengan begitu pulas.

Erik hanya terkekeh ketika melihat Sam menamai Raja, dia merasa nama yang diberikan cukup berat, namun tampak begitu mudah dilemparkan oleh bibir temannya.

Setelah terparkir sempurna, Erik dan Sam masuk ke dalam yayasan, mereka menyerahkan Raja kepada salah satu pengurus, kemudian memberitahukan nama yang akan Raja sandang mulai saat ini.

Pengurus yayasan sama sekali tidak menolak, dia bahkan langsung membawa Raja menuju sebuah ruangan, dimana Yayasan menyewa puluhan perempuan yang sedang menyusui.

Sedangkan Erik dan Sam langsung pergi setelah Raja dibawa oleh pengurus. Mereka melesat meninggalkan panti, dan tidak mengunjungi Raja untuk waktu yang cukup lama.

Hari demi hari berganti, tidak terasa sudah dua tahun lebih Raja terlahir di dunia. Dia kini sudah bisa berbicara, dan juga sudah bisa berlarian bersama anak-anak yang lainnya.

Namun bukan hanya itu saja, Raja benar-benar sedang bermain dengan temannya kala itu, dia berlari mengejar satu bocah yang tampak lebih tua, sembari memegang belati di salah satu tangannya.

Permainan petak umpet yang wajar bagi anak-anak diusianya, menjadi satu permainan yang cukup ditakuti oleh semua bocah di dalam yayasan.

Bagai mana tidak?

Setiap penjaga menemukanmu, saat itu juga kamu akan mendapat luka sayatan pada tubuhmu.

Sungguh suatu tempat yang jauh dari kata wajar. Sekumpulan bayi di dalam yayasan sudah biasa memainkan pisau, bahkan sebelum mereka bisa berjalan.

Setelah usia Raja genap lima tahun sedari dirinya datang kedalam yayasan. Dia dipindahkan ke sebuah rumah yang berisi anak-anak seusianya.

Rumah tersebut memiliki lorong yang cukup panjang, dengan sebuah nomor yang terpajang di depan pintunya.

Raja yang terakhir datang mendapatkan kamar nomor 72, dan semua kamar dengan nomor yang lebih kecil sudah sepenuhnya terisi.

"Raja... Jika kamu ingin hidup, naiklah hingga kamu punya kamar yang memiliki satu digit angka di depannya. Setiap tahun akan ada sepuluh anak yang dibawa keluar, jika kamu bisa menempati paling tidak angka sepuluh, kamu diperbolehkan melihat dunia," ucap seorang wanita yang baru saja menurunkan Raja dari dalam mobil.

Dia hanya memberikan saru setel baju untuk ganti, dan tidak lupa sebuah belati yang harus selalu anak panti bawa.

Raja langsung mengangguk kala itu, dia bergegas pergi menuju tempat yang ditunjukkan, sembari membawa semua benda yang diberikan kepadanya.

Rumah tersebut memiliki tiga lantai, 24 kamar untuk setiap lantai, dan untuk kamar dengan nomor tinggi berada di lantai teratas.

Raja menyusuri lorong yang begitu sepi di dalam rumah tersebut, kemudian menaiki tangga hingga sampai lantai tiga, kemudian kembali menyusuri lorong hingga paling ujung.

Kamar nomor 72 benar-benar kamar yang paling jauh dari pintu masuk, itulah mengapa Raja harus memiliki kamar dengan nomor rendah agar bisa bertahan hidup.

Sesampainya di dalam kamar miliknya, Raja memakai baju yang baru saja dirinya dapat. Baju tersebut memiliki sebuah angka, yang menandakan nomor kamar yang sedang dirinya kenakan.

Setelah memakai baju, Raja memejamkan matanya karena perjalanan sebelumnya cukup melelahkan. Butuh waktu lebih dari tiga jam untuk menuju rumah tersebut dari yayasan. Rumah yang lebih terpencil, dan sama sekali tidak ada satupun kendaraan lewat di depannya.

Setelah terpejam, Raja tiba-tiba tersentak akan kegaduhan yang sedang terjadi. Suara langkah kaki benar-benar menggetarkan seluruh lantai bangunan tersebut, ketika satu pria dewasa sedang memukul pipa besi yang berada di lantai satu.

Raja bergegas memastikan apa yang sedang terjadi, dia keluar dari dalam kamar, kemudian melihat seluruh penghuni lantai tiga sedang berlari menuju ke arah tangga.

Raja yang kebingungan langsung mengikuti langkah semua penghuni tersebut, kemudian dia bisa melihat sesuatu yang cukup mengenaskan ketika tiba di lantai bawah.

Lima belas pria sedang memakan roti dengan begitu lahap, menyisakan 57 anak yang hanya bisa menatap, meski mereka benar-benar kelaparan.

Pembagian makanan selalu dilakukan di depan kamar nomor satu, sehingga kamar terjauh mungkin tidak bisa mendapat makanan jika tidak merebut kamar di lantai bawah.

Dalam kebingungan Raja bertanya kepada salah satu pria yang sedang berdiri di sampingnya, "Bagaimana cara kita merebut kamar?"

Dengan tatapan kosong pria itu menoleh ke arah Raja, kemudian menunjuk salah satu bocah yang terkapar di atas tanah, dengan baju yang terlepas dari tubuhnya.

Hanya dengan melihat mayat bocah cilik tersebut, Raja sudah tahu keseluruhannya. Dia harus membunuh untuk merebut kamar, dan harus bertahan dari setiap perebut yang datang.

Panggung megah yang dipenuhi darah, benar-benar berdiri tegak di depan mata seorang bocah berusia lima tahun.

Dia harus membunuh untuk hidup, atau mati demi kehidupan seseorang yang tidak dirinya kenal sama sekali.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

LANANG MBELING

LANANG MBELING

Ini yang mau di jadikan mc yang mana ya??

2022-10-16

0

Πuπa_J|<

Πuπa_J|<

thorr.. knp kau suka sekali bikin adegan yg ngeri² 😅

2022-10-13

1

PaiZem LopeKITA💘

PaiZem LopeKITA💘

Ahhh...sadis bener🙈

2022-10-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!