Episode 2.

Alden tengah terduduk lemas sambil memegangi kepalanya yang berdenyut memikirkan rumor yang sedang beredar tentang dirinya. Gosip dirinya dicampakkan oleh Raline langsung tersebar di jagat maya, setelah dua Minggu yang lalu dia membatalkan wedding organizer dan booking tempat yang tadinya akan digunakan untuk resepsi pernikahan mereka. Dia juga sudah membatalkan undangan pada pihak percetakan.

Dampaknya, dia menjadi buah bibir para pebisnis lain yang selama ini merasa iri dan tersaingi dengan kehebatan dirinya dalam berbisnis dan juga tentu menjadi bahan gosip para karyawannya di kantor.

"Pak, jadi sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Jojo.

"Datangi WO, percetakan dan pemilik gedung yang kemarin! Tanya siapa yang menyebarkan rumor ini, kalau mereka tidak mau mengaku, tuntut mereka sekalian!" pinta Alden.

Jojo mengangguk, "Baik, Pak."

"Lalu hapus artikel sialan itu!" sambung Alden kesal.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu."

"Hem."

Jojo segera beranjak dan pergi untuk melakukan apa yang Alden perintahkan padanya.

Alden meremas kuat rambutnya demi menahan geram, "Ini semua gara-gara kau, Raline. Kau membuat aku seperti pecundang yang dicampakkan."

Sorenya, Alden pun keluar dari gedung kantor Miss Queen Beauty dan melesat pergi dengan kecepatan tinggi. Dia ingin cepat tiba di rumah dan segera mandi untuk menyegarkan tubuh serta hati dan pikirannya yang sedari tadi terasa panas. Namun sial, saat di perempatan, Hanna yang mengendarai sepeda motor tiba-tiba muncul dan hendak menyeberang. Karena kaget Alden pun refleks mengerem namun karena jarak mereka sudah terlalu dekat, dia akhirnya menabrak motor Hanna, membuat gadis itu jatuh ke aspal. Untung saja Hanna memakai helm, jadi kepalanya bisa terlindungi.

"Aduh, sakit sekali," keluh Hanna.

Alden mendadak panik, dia sontak keluar dari mobil lalu merunduk dan memperhatikan body mobil mewahnya yang lecet, dia langsung berdiri sambil berkacak pinggang dengan angkuh dan menatap tajam Hanna yang masih terduduk di aspal sembari memeriksa luka di sikunya.

"Mobilku lecet, kau harus ganti rugi!"

Hanna terkesiap, dia lantas membuka helmnya dan mengangkat kepala menatap Alden, "Apa kau bilang?"

Mata Alden langsung membulat sempurna saat melihat wajah Hanna, jantungnya seketika berdebar kencang seolah ingin copot dari tempatnya.

"Raline?" gumam Alden pelan.

Alden terpaku menatap wajah Hanna, wajah yang dia benci sekaligus rindukan beberapa hari ini.

"Kan kau yang menabrak aku, kenapa aku yang harus ganti rugi?" protes Hanna tak terima.

Alden tersentak dan mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Hanna, cara bicaranya tidak seperti Raline yang lemah lembut serta manja, Hanna justru terkesan galak dan kasar. Dia penasaran, sebenarnya siapa wanita di depannya ini? Kenapa wajahnya mirip sekali dengan sang mantan kekasih?

"Woi! Kau dengar tidak?" teriak Hanna.

Walaupun syok, namun Alden berusaha mengendalikan diri agar terlihat biasa saja.

"Pokoknya aku tidak mau tahu, kau harus ganti rugi! Gara-gara motor butut mu itu, mobil mewah ku jadi lecet."

"Hee! Seharusnya aku yang minta biaya perobatan padamu! Lihat, tanganku sampai terluka seperti ini, kau yang harus tanggung jawab," sungut Hanna sembari menunjuk luka di tangannya.

"Kalau kau tidak menyeberang sembarangan, aku tidak mungkin menabrak mu. Jadi ini jelas salahmu!" sahut Alden.

"Tapi kalau kau tidak menyetir mobil dengan ugal-ugalan, kau pasti bisa menghindari aku," balas Hanna tak mau kalah.

"Sudah jangan banyak bicara! Sekarang cepat ganti rugi, atau aku akan lapor polisi!" ancam Alden.

Hanna tercengang dan mendadak takut, sejak kecil dia trauma pada polisi, karena dia memiliki memori buruk dengan aparat penegak hukum itu.

"Hem, kita bisa selesaikan secara kekeluargaan, tidak perlu bawa-bawa polisi segala," ujar Hanna.

Alden mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? Takut?"

"Bukan begitu, aku hanya tidak suka berurusan dengan polisi. Itu saja," sanggah Hanna.

"Kalau begitu cepat ganti rugi!" desak Alden.

Hanna terdiam, memang tak ada menangnya jika bermasalah dengan orang kaya. Hanna pun jadi bingung, dia tidak punya simpanan dan belum gajian karena baru beberapa hari bekerja. Ibunya juga pasti tidak punya uang. Dari mana dia harus mendapatkan uang untuk ganti rugi.

Tapi tiba-tiba dia teringat sesuatu yang dia simpan di rumah.

"Baiklah, aku akan ganti rugi. Tapi tidak dengan uang."

"Lalu dengan apa? Daun?" ejek Alden sinis.

"Cincin berlian," jawab Hanna.

Tawa Alden sontak pecah, dia merasa geli dan tak percaya jika wanita sederhana di hadapannya ini memiliki cincin berlian.

"Kenapa kau tertawa? Kau pikir aku sedang bercanda?"

"Cincin berlian imitasi? Kau jangan mengada-ada!" ledek Alden disela-sela tawanya.

Wajah Hanna cemberut, dia kesal Alden mengejeknya seperti itu.

Dengan susah payah Hanna bangkit dan berusaha menegakkan sepeda motornya yang juga ikut terjatuh tadi. Dia berencana untuk pergi dari sana.

"Kalau kau tidak percaya, aku pergi saja!" rajuk Hanna.

Alden sontak menarik lengan Hanna, "Eh, enak saja kau mau kabur!"

Hanna menepis kasar tangan Alden, "Lepaskan tanganku!"

Alden pun melepaskan lengan Hanna dan mengangkat kedua tangannya.

"Kalau kau mau aku ganti rugi, ikut aku! Tapi kalau tidak mau, ya sudah biarkan aku pergi."

Alden memikirkan sejenak tawaran Hanna itu lalu mengangguk, "Baiklah, aku ikut! Awas kalau kau mempermainkan aku!"

Hanna tak menjawab, setelah memeriksa sepeda motornya dan memastikan tidak ada masalah, dia pun segera meninggalkan tempat itu diikuti oleh Alden yang mengendarai mobilnya.

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah pemukiman padat penduduk, rumah-rumah sederhana warga berjejer dan orang-orang keheranan melihat kedatangan Alden. Jalanan yang masih tanah serta sedikit berlumpur karena habis hujan membuat mobil Alden kotor, berulang kali pria arogan itu mengumpat kesal.

Akhirnya mereka tiba di rumah petak semi permanen dan terlihat usang, Hanna turun dari motornya dan berlari masuk ke dalam rumah, sedangkan Alden masih bertahan di dalam mobilnya, dia tidak mau turun sebab risi pada tetangga Hanna yang berkerumun memandanginya dari kejauhan.

Tak berapa lama Hanna keluar lagi dan langsung mengetuk pintu mobil Alden.

Alden pun membuka kaca jendela mobilnya.

"Ini cincinnya." Hanna memberikan cincin berlian yang dia temukan di kafe waktu itu.

Sekali lagi Alden terkejut saat melihat cincin yang seharusnya dipakai oleh Raline kini ada di tangan Hanna.

"Ayo, ambil! Kenapa bengong?"

"Dari mana kau dapatkan cincin ini?" tanya Alden.

"Kau tidak perlu tahu! Sudah, kau mau atau tidak?"

Alden terdiam memandangi cincin itu, seketika dia teringat Raline, membuat hatinya merasa sedih dan pilu.

"Aku tidak mau cincin itu! Buang saja!" tolak Alden.

Hanna mengernyit heran, "Kenapa?"

Alden yang mendadak emosi tak menjawab pertanyaan Hanna, tanpa permisi dia memutar mobilnya dan berlalu pergi begitu saja.

Hanna tercengang melihat tingkah Alden itu.

"Dasar manusia aneh! Tadi dia bersikeras meminta ganti rugi, tapi sekarang dia malah pergi gitu aja," gerutu Hanna sambil memandangi mobil Alden yang menjauh.

"Siapa, Han? Pacarmu?" Seorang wanita muda bernama Tara tiba-tiba bertanya.

Hanna yang terkejut langsung berbalik, "Eh, bukan! Aku juga tidak kenal."

"Jadi ngapain dia ke sini?"

"Mau tahu saja!" Hanna bergegas masuk ke dalam rumah.

Wajah Tara berubah masam dan dia mencibir Hanna.

***

Terpopuler

Comments

🌺𝕭𝖊𝖗𝖊-𝖆𝖟𝖛𝖆🌺

🌺𝕭𝖊𝖗𝖊-𝖆𝖟𝖛𝖆🌺

tetangga kepo

2023-06-12

0

UmiLovi ✨ IG : LaLoviiii

UmiLovi ✨ IG : LaLoviiii

Aku baca Miss Queen jadi Miskin 😂

2022-10-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!