“Lu, jahil banget sih, Din? Gue kira beneran lu ngontrak di perumahan itu?” Omelku pada Dina.
“He..he.. Sorry!” balas Dina.
Tak jauh setelah memasuki gang sempit dan melewati Tiga rumah tibalah kami di rumah kontrakan Dina.
Krrekk...
Dina mendorong gerbang besi berukuran satu pintu. Harus menggunakan sedikit tenaga sebab gerbang besi itu sudah tua dan berkarat sehingga menimbulkan gesekan dan suara.
“Sepertinya harus di beri pelicin nih pintu, supaya tidak berat saat di buka,” oceh Dina. “Yuk, masuk, Ra!” ajak Dina padaku saat kami tiba di depan teras kontrakkannya.
“Kamar Gue paling ujung, Ra!” Ucap Dina saat aku masuk dan melewatinya.
Dina menutup kembali pintu besi itu lalu menyangkutkan gembok yang terbuka di sana. Sebab penghuni kontrakkan yang lain masih ada yang bekerja. Pintu itu akan terkunci saat malam hari dan akan di buka pada pagi hari.
Penghuni terakhirlah yang akan mengunci gerbang besi tersebut. Maklumlah di kota besar ini banyak sekali pencurian sehingga kami para penghuni kontrakan harus waspada.
“Masuk, Ra! Sorry, nih tempatnya kaya gini. Maklum baru dua bulan gue kerja di sini, jadi belum banyak barang,” ajak Dina padaku. Dia sedikit berbenah saat aku masuk ke dalam kontrakkannya.
“Enggak pa-pa, Din. Sudah di ijinkan tinggal sama lu saja, gue sudah berterima kasih.” Aku menaruh tas yang kubawa lalu duduk dengan kaki selonjoran meregangkan otot-ototku yang berada kaku. Seharian ini duduk di kursi penumpang dan melewati jauhnya perjalanan menuju ke kota besar ini membuat kaki ini pegal.
“Istirahat aja dulu, enggak usah ngerasa canggung di sini! Gue mau keluar sebentar. Nyari makan dulu! Lu pasti cape, laper juga 'kan?” ucapnya padaku.
Anggukan pelan kuberikan. “Tau aja gue laper!” ucapku
“Interviewnya besok ‘kan?” tanya Dina.
“Iya,”
“Nanti gue antar! Kemungkinan nanti kita satu lantai. Soalnya ada pembukaan toko baru di samping tempat gue jaga.” Imbuhnya.
“Beneran! Syukur deh. Jadi bisa barengan. Takut nyasar gue, din!” Aku merasa lega, untung saja pekerjaan ini kudapat karena Dina yang membawaku. Kalau tidak mana kutahu seluk beluk kota ini.
“Yaelah. Enggak bakalan nyasar kali orang deket juga tempat kerja sama kontrakan gue. Itu depan halte yang tadi lu duduk! Mall yang lu pelototin sampe bengong, di sana tempat gue kerja, Ra!”
“Wah .... Serius, Din? Gue enggak sabar pengen cepet-cepet kerja nih!” aku begitu bersemangat. Membayangkan diriku bekerja di Mall terbesar yang kulihat tadi.
“Interview dulu, Woy.. Mending masuk, kalau enggak, gimana?” serobot Dina menghancurkan lamunanku
“Doain tuh yang bener dong! Lu kagak kasian apa sama gue, jauh-jauh dari kampung baru sehari sampe kota malah gagal kerja,” gerutuku pada Dina.
“Sorry ... Sorry.. gue doain lu lulus tes kerja. Biar gue ada temen satu kampung di sini. He ... He... udah jangan sedih. Gue beliin makanan deh!” Bujuk Dina seraya mengambil dompet di atas nakas tepat di belakangku.
“Aamin... ” jawabku.
“Ya udah, lu mau pesan makanan apa? Gue mau ke warung makan!” tanya Dina hendak melangkah ke luar kamar kontrakannya.
“Apa aja sih, gue enggak rewel kok soal makanan!” jawabku.
“Oh, lu sih emang karung bolong, apa aja doyan!” ejek Dina. “Tutup pintu kalau lu mau tiduran, penghuni kontrakan sebelah asal nyelonong orangnya. Nanti lu kaget lagi.” Perintahnya.
Aku berdiri hendak menutup pintu kontrakan setelah Dina keluar dari gerbang kontrakan.
“Kalau ada orang masuk ketahuan banget dari suara gerbang tua itu, hihi....” Aku terkekeh geli.
Tiduran santai sambil menunggu Dina kembali membuatku sedikit mengantuk. Aku sangat bersyukur Dina mau mengajakku tinggal bersama di kontrakan yang ia tempati saat ini. Esok hari, aku akan memulai hidupku di Kota metropolitan ini.
Pagi hari.
Dua wanita cantik berjalan beriringan. Menapaki jalan trotoar panjang dari kontrakkan ke tempat kerja. Ternyata keseharian Dina seperti ini. Beruntung sekali dia mendapat tempat tinggal yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Bisa berhemat ongkos jadinya.
Jarak yang tak begitu jauh dengan tempat kerja membuat kami sedikit bersantai ketika berjalan. Biasanya sampai di tempat kerja pun sering kali harus menunggu karyawan yang memegang kunci baru toko bisa buka.
Pagi ini penampilan berbeda dariku begitu terlihat nyata.
Dari kampung aku hanya membawa baju putih dan celana hitam yang biasanya dipakai para pelamar saat melamar pekerjaan. Beruntung, Dina punya beberapa rok span hitam. Jadi, aku bisa meminjamnya.
Atasan kerja putih dengan bawahan rok span hitam di atas lutut meskipun merasa sedikit risih dan tak leluasa bergerak. Tapi harus terbiasa memakainya, sebab ini adalah interview pertamaku.
Hal pertama yang akan dilihat dari penjaga toko adalah penampilan dan tata bicara.
Aku sudah mendapatkan informasi itu dari Dina sebelumnya. Mudah-mudahan hari ini diterima bekerja di sini.
“Nah, di sini tempat interview kamu, Ra!” Ucap Dina saat kami tiba di sebuah ruangan. “Tunggu saja ya. Aku di sana, di bagian pakaian anak-anak!” Dina menunjuk tempat dia berjaga.
“Duh ... Aku ko deg degan ya, Din?” Aku meremas tangannya yang dingin, grogi rasanya.
Maklum ini adalah pengalaman pertamaku.
“Santai saja, Ra! Nanti jika interview lulus. Kemungkinan langsung tes kerja! Datangi aku saja, kalau sudah selesai interview!” Dina memberi saran padaku.
Aku mengangguk pelan. Lalu ikut bergabung dengan beberapa orang wanita yang kelihatannya akan ikut interview kerja juga, sama seperti diriku.
Dina meninggalkanku, dia bersiap untuk bekerja. Aku beserta pelamar yang lain menunggu di depan ruangan. Entah ruangan apa itu. Yang pasti perasaan ini tak menentu, aku terus berdoa, agar bisa lolos kali ini.
Rencanaku pekerjaan ini hanya akan kujadikan batu loncatan sebelum mendapat pekerjaan yang lain.
Bu Rahma menasihatiku agar melanjutkan kuliah setelah aku mendapat pekerjaan. Dan itu pasti akan aku lakukan. Di Kota besar ini akan sangat sulit mendapat pekerjaan yang lebih baik jika hanya berikasah SMA saja.
Sesi interview tak berlangsung lama. Karena toko-toko sudah di pusat perbelanjaan itu sudah banyak buka. Dan para pekerja sudah terlihat rapi-rapi, Aku dan ke lima wanita yang di wawancara semua di terima sebab beberapa toko memasang membutuhkan pelayan untuk toko mereka.
Dan di sini, toko yang menjual berbagai pakaian untuk semu usia. Sebelumnya aku sudah di beri arahan oleh senior untuk bekerja dengan baik. Hanya sedikit kendala yang kutemui, wajar karena hari ini pertama bekerja baginya.
“Lura ... “ Panggil Dina saat aku sedang sibuk dengan pekerjaan baruku.
“Hai, Din! “Aku menyudahi pekerjaanku sesaat kemudian menghampiri Dina.
“Istirahat, kapan?” tanya Dina dengan suara yang dipelankan tak mau mengganggu beberapa pengunjung yang sedang berbelanja.
“Setengah jam lagi,” ucapku sambil melihat waktu pada jam yang melingkar di tangan kanannya.
“Ok, aku ikut jam istirahat kamu, nanti aku balik lagi ya ke sini, kita istirahat bareng!” ucapnya padaku dan kubalas dengan acungan jempol kepadanya.
Dina kembali berbalik ke tempatnya bekerja.
Aku pun kembali dengan kesibukan pekerjaanku. Menyenangkan rasanya bekerja menyapa dan menawarkan barang kepada para pembeli sangat sesuai dengan karakterku yang supel, ceria dan banyak bicara kepada dengan lawan bicara ku.
“Ra!” panggil salah satu SPG senior ku yang bernama Mbak ira, Irana Larasati nama yang tertera di name tag bajunya.
“Iya, Mbak!” jawabku seraya berjalan menghampirinya.
“Tolong gantiin sebentar, yah! Aku mau ke toilet dulu.” Ucapnya kepadaku.
“Baik, Mbak!” dia pun berlalu dari hadapanku. Dengan semangat aku kembali bekerja. Aku mengantikan tugas Mbak Ira sebagai kasir di toko itu.
Tapi dalam hidup tetap saja ada yang suka dan tidak suka. Anak baru sepertiku yang baru bekerja beberapa jam sudah diberi kepercayaan menjaga kasir. Padahal aku hanya menscan barang yang akan dibayar saja, sebab meskipun datang dari kampung. Pemahamanku tentang komputer bisa dibilang lancar.
Untuk proses pembayaran tetap saja Mbak Ira yang akan melakukannya.
“Belagu banget sih, tuh anak baru. Baru bebas jam dia kerja di sini udah disuruh nunggu kasir aja!” ucap salah SPG jutek yang bekerja satu tempat denganku kepada SPG lain yang ada di sampingnya.
“Kamu ‘kan tau sendiri tadi dia sudah di tes dan ternyata paham soal pengoperasian komputer untuk kasir. Kita ‘kan tidak jadi wajar saja kalau Ira menyuruh untuk menggantikan dia!” balas SPG yang lain itu.
.
.
...Bersambung...
Dalam hidup tidak ada yang sempurna.a akan ada suka dan tidak suka pada jalan hidup yang sedang kita jalani.
Jadi, tetap jalani hidup dengan apa adanya diri kita tanpa berlebihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Mutia Kim🍑
semoga allura nggk dijebak sama temen" SPG nya yg pada iri itu😌
2023-01-23
2
Mama Una
itulah hidup, apalagi di ibukota kadang mengahalalkan segala cara demi mendapatkan kedudukan
2022-12-11
3
Nur Purwaningsih
beruntung aku nggak pernah sih ada yang kayak gitu,, yang nggak suka sama aku, Alhamdulillah temen" kerjaku dulu baik, supel dan ramah lagi
2022-11-04
3