Siang menjelang sore perutku sudah tidak bisa di ajak berkompromi lagi. Lelah rasanya menangis selama 2 jam penuh.
Aku tidak pernah menyangka bahwa menyukainya akan sesakit ini, bahkan ini lebih sakit dari saat aku belum bertemu dengannya. Dan lucunya saat ini perutku terasa lapar karena memikirkan itu semua. Ternyata benar kata orang bahwa menghadapi kenyataan juga butuh energi. Dan kupikir aku baru ingat kalau aku belum makan sejak pagi tadi.
Kuputuskan untuk mencari makanan di villa ini. Aku mengendap-endap menuju dapur. Jujur saja aku belum ingin bertemu dengan Kim. Selain hatiku belum siap, aku juga tidak ingin menemuinya dalam keadaan yang kacau seperti ini.
Aku membuka kulkas mencari sesuatu yang bisa dimakan. Ah ternyata hanya ada bahan mentah, aku mana bisa memasak.
Ku lanjutkan mencari di kabinet dapur. Terlihat banyak tumpukan mie instan. Ya kurasa kalau hanya mie instan pasti bisa lah memasaknya.
" Lagi ngapain Jess?"
Seseorang datang mengejutkanku. Aku mengenali suaranya. Ya ini suara Kim. Tapi kurasa aku belum siap untuk bertemu dengannya. Mau tidak mau, siap tidak siap, aku tetap harus menghadapinya kan?
" Ah engga.. Gue.. Cuma... " Ucapku canggung dan terbata-bata.
Kruyuk kruyuk.
Ah sial kenapa perutku tidak bisa di ajak kompromi sebentar saja sih?
" Loe laper?" Tanyanya.
" Ah engga kok."
Tapi keadaan tidak mendukungku kali ini. Kembali perutku berbunyi tanpa rasa malu.
kruyuk kruyuk.
Kim mengulum senyum melihatku.
" Tapi jam segini biasanya mamang sama bibi lagi ijin pulang. Tadi buka kulkas ada bahan makanan kan? " Tanyanya.
Aku mengangguk. Kepalang tanggung, malu sekalian deh yang penting perut kenyang.
" Kalo gitu biar gue masakin sesuatu." Katanya.
" Ga perlu, gue bisa bikin sendiri kok. Mie instan aja yang cepet." Jawabku sambil menunjukkan mie instan di tangan.
Kim berjalan ke arahku kemudian mengambil mie yang berada dalam genggamanku.
" Duduk aja! Biar gue yang bikinin mie instannya."
Sekejap aku membeku karena perlakuannya. Dia memegang kedua bahuku lembut kemudian menuntunku duduk. Kurasakan detak jantungku mulai tak beraturan lagi.
Tuhan, kenapa aku selalu goyah dengan setiap perlakuannya? Bahkan untuk hal sepele seperti ini.
Saat tersadar ku lihat Kim sedang memasakkan mie untukku.
Bahkan hanya dengan melihatnya memasak saja hatiku sudah tidak karuan. Haruskah ku abaikan saja perkataannya tadi? Yang terpenting kan dia bilang dia tidak mempunyai kekasih dan yang lebih penting dari semua itu dia bersedia menikah denganku.
Hei Jessica? Apa kamu tidak merasa terlalu serakah? Dia bilang dia mencintai seseorang. Apa kamu mau jadi orang ketiga dari hubungan mereka? Apa kamu mau menikah dengan pria yang belum selesai dengan masa lalunya?
Mataku sama sekali tidak beralih dari pria yang saat ini sedang berjalan ke arahku dengan dua mangkuk mie instan di tangannya.
" Makanlah! " perintahnya.
Aku menurutinya makan karena memang perutku sudah tidak bisa menahan lapar lebih lama lagi. Namun saat makanpun mataku tak teralihkan darinya sampai akhirnya tatapan mata kami bertemu.
Kami tidak berbicara satu sama lain hanya sesekali melakukan kontak mata, itupun karena aku tidak pernah melepaskan pandanganku darinya. Ada perasaan bersalah yang ku baca sekilas dari sorot matanya.
Percaya atau tidak, semua hal yang sudah ku tulis dalam haluanku di media sosial satu persatu terwujud. Aku pernah membayangkan makan berdua dengan oppa J dan detik ini semua terwujud. Dan masalahnya ada pergolakan batin di dalam hatiku sekarang. Apakah aku masih ingin mewujudkan semua keinginanku bersamanya dalam pernikahan yang sesungguhnya atau sudahi saja dan kembali pada dunia perhaluanku, menikahinya hanya dalam khayalan saja?
Selesai makan aku mengucapkan terima kasih padanya dan langsung pamit menuju kamar. Seperti yang ku bilang tadi aku belum siap untuk berbicara dengannya. Tapi tanpa di duga Kim malah menahanku.
" Bisa kita bicara sebentar?" Tanyanya.
" Maaf Kim tapi.."
" Please Jess, ini kencan pertama kita. Haruskah seperti ini?" Ujarnya.
Kutahan perasaanku yang hampir membuncah karena rasa marah dan sedih. Haruskah seperti ini katanya? Bukankah itu yang harusnya kupertanyakan? Aku sama sekali tak berbalik menghadapnya. Bukan tidak mau hanya tidak berani saja. Takut jika perasaanku akan meledak saat melihatnya.
Tak kunjung menjawab, tiba-tiba kurasakan sebuah lengan merengkuhku dari belakang. Ya, tak kusangka oppa akan melakukan ini karena ini baru pertemuan kedua kami. Tentu saja aku terkejut. Entah apa yang seharusnya kulakukan saat ini. Disisi lain aku senang dengan pelukannya tapi di sisi lainnya pikiranku agak negatif kepadanya yang berani memelukku dalam pertemuan kedua kami. Tak ada yang bisa kulakukan, aku membeku membiarkannya memelukku.
" Maaf karena nyakitin loe dengan cerita gue Jess. Tapi perlu loe tahu bahwa gadis itu..."
" Sstttt.. ."
Aku menyuruhnya diam. Kupikir aku tidak akan sanggup mendengar kelanjutan ceritanya.
Akupun memberanikan diri berbalik ke arahnya. Akhirnya jebol juga pertahananku, tanpa bisa kutahan air mata turun dan tak bisa kuhentikan. Tanpa memikirkan gengsi lagi ku luapkan segala perasaanku, bahkan ku akui bahwa aku adalah penggemarnya.
" Gue bukan sakit karena loe mencintai perempuan lain Kim. Gue sudah terlatih untuk itu. Gue cuma mengasihani diri sendiri aja yang mengharapkan loe bisa sepenuhnya gue milikin tapi kenyataanya engga. Kalau boleh jujur gue adalah fans berat Jonathan Kim. GUE PENGGEMAR BERAT LOE ( menekankan setiap kata ) dan gue mencintai loe sejak lima tahun lalu dan semakin bertambah sampai sekarang. Yang buat gue seperti ini karena gue merasa terlalu sakit. Ini bahkan sangat sakit, melebihi saat gue belom kenal sama loe. Dan dengan kejamnya loe bilang haruskah seperti ini? Harusnya gue yang tanya haruskah seperti ini Kim?"
Aku sudah tidak bisa mengendalikan diri lagi. Semua pertahananku runtuh.
" Maaf. Gue bener-bener minta maaf Jess."
Kim menarikku dalam pelukannya. Terkejut namun kurasakan kehangatan juga dalam pelukannya. Ku biarkan perasaanku tercurah dalam rengkuhannya.
" Gue akan lebih perhatikan lagi perkataan gue supaya ga nyakitin perasaan loe." Sambung Kim.
Aku membenamkan kepalaku dalam dada bidangnya, menyelesaikan rasa sakit di hatiku dalam isakan yang mengenaskan.
Bagaimana tidak aku baru saja membuang harga diriku, menyatakan diri sebagai penggemar berat yang mencintainya dan sangat berharap memilikinya. Kupikir itu terlalu memalukan.
Aku melepaskan diri dari pelukan Kim dan berlari meninggalkannya menuju kamar. Ku tutup pintu dengan cepat dan menguncinya. Ku dengar langkah kaki semakin mendekat dan benar saja Kim mengetuk pintu kamarku.
" Jessica? Loe baik-baik aja kan? Gue minta maaf Jess. Tolong buka pintunya. Jangan seperti ini."
Aku tak menghiraukan Kim yang terus mengetuk pintu. Seketika air mata yang tadi bercucuran berhenti begitu saja dan saat ini rasa malu tiba-tiba saja memenuhi segala ruang di dalam tubuhku.
" Aaa eotteoke? Eotteokaji? (* aaa gimana? gimana ini?) " Gumamku pelan menyesali perbuatanku tadi.
Aku semakin khawatir saat Kim tidak berhenti mengetuk pintu.
" Jessica? Gwaenchana? (*kamu tidak apa-apa?)"
Ku dengar suaranya penuh dengan kekhawatiran. Tidak ingin membuatnya semakin khawatir, ku paksakan diri menjawab panggilannya. Ku usahakan suaraku tidak bergetar.
" Eoh, Kim. Na gwaenchana (* aku gapapa). Bisa biarin gue sendirian dulu engga?"
" Oke. Gue kasih waktu untuk menenangkan diri. Satu jam lagi tolong temuin gue di depan ya?"
Akhirnya ku dengar langkah kaki menjauh dari pintu. Aku yakin Kim sudah pergi dari situ.
...***...
Setelah dua jam mengurung diri di kamar akupun keluar untuk mengambil segelas air. Kupikir Kim tidak akan menungguku karena dia tidak datang mengetuk pintu kamar meski dua jam telah berlalu.
" Hai Jess? Udah ngerasa baikan? "
Aku terkejut mendengar suara seseorang memanggilku.
Ternyata Kim sedang menungguku di ruang tengah.
" Eoh Kim? Maaf tadi... " Aku ingin berkilah namun sudah di potongnya.
" Engga apa-apa. Duduklah sini! "
Dia menepuk sofa di sebelahnya. Aku bingung sendiri namun tetap menurutinya.
Kami terdiam satu sama lain. Sejujurnya rasa malu ini belum hilang terlebih jika berada di hadapannya, rasa malu ini terasa makin meningkat. Kutautkan jari jemari untuk meredakan gugup.
" Jessica?"
" Ya." Jawabku cepat.
" Gue seneng banget saat gue tahu bahwa loe mencintai gue, setidaknya ini satu langkah yang memudahkan kita buat ke depannya."
Aku tidak mampu menjawab pernyataannya.
" Sejujurnya gue engga pengen nyakitin siapapun karena perjodohan dari appa gue ini. "
" Sorry Kim, gue harap... ( berhenti sejenak ) Gue harap rasa cinta gue sebagai fans sama loe engga jadi beban buat diri loe. Seandainya pun loe engga bisa menerima perjodohan ini karena loe engga suka sama gue, gue terima kok. Jangan pernah merasa terbebani karena perasaan gue ini." Akhirnya aku bisa menjawabnya.
" Jessi tolong dengerin gue sebentar. "
Kim menoleh kepadaku.
" Look at me please!" Pintanya padaku yang langsung kuturuti.
" Ini adalah kencan pertama kita. Gue sangat ingin membuat kesan yang baik buat loe. Maaf karena kenyataannya gue malah bikin loe nangis kaya gini. Dan tolong dengerin ini baik-baik Jessica Evelyna William? Karena loe udah mencintai gue seperti ini, gue merasa bersyukur atas itu, setidaknya pernikahan kita ini nantinya tidak menyakiti siapapun dan tolong ingat baik- baik, bagaimanapun kita akan tetap menikah, oke? Dan gue akan mencintai loe sebesar cinta loe ke gue."
Aku mencerna kembali perkataan yang baru saja Kim ucapkan. Sungguh kalimatnya sangat menyentuh hatiku. Ini adalah kencan terbaik dalam hidupku. Dan ini pun adalah kalimat lamaran terbaik yang pernah ku dengar. Haruskah aku bersyukur dan menerimanya sebagai calon suamiku? Apa aku tetap harus menimbangnya lagi?
" Bagaimana dengan wanita yang sudah memenuhi hampir setengah ruang hati loe Kim?"
Dia tersenyum mendengar pertanyaanku.
" Dia hanya kenangan Jessica dan loe yang akan menjadi masa depan gue. Gue yakin loe akan bisa memasuki sisa dari ruang hati gue."
Entah itu menjadi Jonathan Kim, Oppa J ataupun menjadi Kim, dia benar-benar laki-laki yang mampu membuat hatiku jungkir balik. Sebagai apapun dia, aku tetap tertarik padanya.
...___ to be continue __...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments