POV Riana
Keesokan harinya, setelah perbincangan ku dengan mas Damar berakhir sia sia kemarin aku tidak ingin keluar kamar sedikitpun. Sejak semalam hingga hari ini aku masih setia di atas kasur yang empuk, tidak ada semangat apapun juga.
Tok tok tok
Pintu di ketuk pelan, aku diam tak menyahut bahkan untuk beranjak saja aku tidak semangat.
Tok tok tok
"Nduk buka pintunya." ucap ibu seraya mengetuk kembali pintu
Akhirnya aku beranjak dari perbaringan dan memutar handle pintu
Cklek
Pintu pun terbuka dan menampakkan wajah ibuku yang tak lagi muda, tapi masih cantik di usia nya yang sudah menua.
"Apa bu?" tanya ku lirih
"Nduk kamu makan dulu setelah itu mandi, kamu harus siap siap nduk. Nanti, juragan Karno datang untuk membahas kapan akan dilaksanakan pernikahan kalian." ucap ibu pelan seraya mengusap pundak ku
Aku hanya diam tak bergeming.
"Kamu harus pasrah kan semua kepada Gusti nduk, ikuti saja kemana takdir akan membawa mu." ucap ibu lagi seraya memelukku
Aku hanya bisa pasrah, toh juga aku tidak bisa melakukan apa pun.
"Ya wes, kamu siap siap dulu nggeh." ucap ibu seraya melepaskan pelukan nya
"Nggeh bu." sahutku lirih
( Iya bu )
Ibu pun tersenyum teduh, seraya berlalu meninggalkan ku.
Aku lekas mengambil pakaian ganti, dan berjalan ke sumur belakang rumah aku sama sekali tidak nafsu makan.
Sesampainya di dapur, aku melihat mbok Sri sedang memasak. Mbok Sri yang melihatku juga lekas menghampiri ku.
"Nduk kamu yang sabar yo, mbok mengerti perasaan kamu serahkan saja semua kepada Gusti Allah." ucap mbok Sri seraya mengusap punggung ku pelan
Aku sudah tak dapat menahan sesak di dada, lekas aku mendekap tubuh si mbok dengan erat dan menumpahkan semua air mata ku. Memang selama ini, hanya si mbok yang selalu mengerti dengan perasaan ku, si mbok juga kadang membantu mempertemukan aku dan mas Damar secara diam diam.
"Wes cah ayu, tumpahkan segala keresahan di hatimu tapi setelah ini jangan ada air mata lagi." ucap mbok Sri
( Sudah anak cantik )
"Baik mbok, Riana mau ke sumur dulu." pamitku seraya berjalan ke arah sumur
...****************...
Setelah malam hari, juragan Karno pun datang beserta istri nya bude Nining, dan Purwo. Setauku Purwo masih memiliki saudara laki laki, tapi entah dimana. Kami menyambut kedatangan mereka dan mempersilahkan untuk duduk, mbok Sri pun datang membawa nampan berisi teh dan cemilan.
Setelah berbincang sesaat, juragan Karno pun langsung membahas pernikahan.
"Bagaimana jika Ariana dan Purwo kita nikahkan secepatnya saja." ucap juragan Karno
"Loh kok terburu buru sih kang?" tanya ibu ku menimpali
"Tidak apa apa kok mbak yu, bukankah lebih cepat lebih baik seperti kata pepatah." sahut juragan Karno tersenyum simpul
Kami semua terdiam sesaat, aku melirik bapak yang tengah berfikir keras. Detik kemudian, ia mendongak menatap juragan Karno seraya berkata.
"Memangnya rencana kakang kapan kiranya pernikahan nya di langsungkan?" tanya bapak
"Bagaimana jika lusa." ucapnya sayang tersenyum
Kami semua terkejut mendengar penuturan juragan Karno, aku ingin angkat bicara tapi bapak yang sudah tau niatanku lekas cepat memotong.
"Baiklah kakang jika itu yang terbaik." ucap bapak seraya mengangguk
"Yo wes, kalau begitu besok akan kami antarkan seserahan nya yo." timpal bude Nining
"Iyo baiklah Ning." ucap ibu
"Bagaimana jika sekarang pendekatan calon manten dulu." ucap bude Nining menggoda aku dan mas Purwo
Aku diam tertunduk, mas Purwo yang memperhatikanku angkat suara.
"Tidak usahlah lah bu, toh juga lusa kami sudah menikah." sahut mas Purwo menolak
"Sudah lah bu, tidak usah menggoda anak anak." timpal juragan Karno
Setelah berbincang sesaat, kelurga juragan Karno pamit pulang, kami mengantarkan sampai ke teras.
"Hati hati di jalan yo." ucap ibu
"Iya mbak yu." sahut bude Nining
Bapak menepuk punggung juragan Karno, keluarga juragan Karno pun melirik ke arahku sekilas aku hanya tersenyum seraya mengangguk. Setelah kereta kuda milik juragan Karno hilang di tengah kegelapan, kami pun lekas masuk kembali dan duduk di ruang tamu. Aku sudah tidak bisa berkata apa apa lagi, toh juga bapak tidak akan mendengarkan. Sekarang aku hanya mengikuti kemana arus takdir membawaku.
"Apa bapak sudah mengundang ibu?" tanya ibuku kepada bapak mengenai eyang ku eyang kasum
"Besok akan bapak suruh centeng kita memanggil ibu." sahut bapak
"Baiklah." ucap ibuku
"Ya sudah lebih baik kita istirahat saja, karena besok sudah pasti kita semua sibuk." ucap bapak
"Iyo pak." sahut ibuku
Bapak pun langsung bergegas masuk kedalam kamar terlebih dahulu, kini hanya ada aku dan ibu. Ibu menatapku sekilas, dan menggenggam tangan ku.
"Nduk maafkan ibu yo, tidak bisa berbuat apa apa." ucap ibu ku merasa bersalah
"Ibu tidak salah kok, ini bukan salah siapa siapa ini udah takdir ku yang harus aku jalani." sahutku seraya membalas genggaman tangan ibuku
"Kamu yang sabar yo nduk." ucap ibu dengan lirih
"Aku sudah ikhlas bu, aku pasrah kepada takdir yang akan membawa ku." sahut ku sembari tersenyum lebar ke arah ibuku
Ibu hanya mengangguk pelan
"Ya sudah kamu istirahat lah, ini sudah malam." ucap ibuku
"Iya bu." aku pun berdiri dan berjalan pelan ke kamar
Aku membuka pintu kamar dan masuk ke dalam, tidak lupa aku menutup dan mengunci pintu.
Brakkk
Cklek cklek
Aku merebahkan tubuh ku di atas ranjang, dengan posisi terlentang. Pikiran ku kosong, dan mataku menatap lurus ke plafon kamar. Aku tidak bisa melakukan apa apa lagi selain pasrah, hanya pasrah yang dapat kulakukan sekarang.
'Mas Damar, Riana rindu.' batinku
"Mengapa kita tidak di biarkan bahagia mas?" gumam ku lirih
"Jika memang dengan kita berpisah ini yang terbaik maka aku rela." gumam ku lagi
'Semoga kita bahagia, walaupun tidak bersama mas Damar.' batin ku
Tanpa terasa aku tertidur pulas.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments