TIN...TIN...TIN
Berulang kali Diki membunyikan klakson mobilnya. Raisa masih tetap bertahan berdiri menghalangi jalan mobil Diki yang mau keluar.
"Nih cewek maunya apa sih, kenapa dia selalu muncul dan mengusikku. Bener-benar yah" Diki yang kesal terpaksa turun dari mobilnya dan menghampirinya.
Raisa terpukau ketika Diki keluar dari mobilnya, auranya bikin dia ingin berkata 'wow'. Penampilan Diki yang rapi dengan stelan jas dan sepatu pantofelnya berhasil menyihir netra Raisa yang bahkan tak sekalipun mengedip.
Kini Diki sudah berada tepat di depan Raisa, terlihat sekali perbedaan postur tubuhnya. "Kamu lagi," Wajah greget Diki sangat kentara.
Tetap Raisa akan selalu memberinya senyuman yang suatu saat kelak Diki akan luluh padanya. Begitulah niat hati Raisa. Padahal tujuan utamanya selalu rumah peninggalan orang tuanya. Jika ingin mendapatkan rumah itu lagi, Raisa harus bisa memiliki pemiliknya dulu. Sedikit bertahan menghadapi Diki, tak kan membuat Raisa gentar.
"Minggir, aku mau lewat. Lagian ngapain sih kamu ke sini lagi"
"Ku mohon terimalah bekal masakanku, aku yakin kamu bakalan menyukainya. Kamu nggak mau memaafkanku? Aku sudah berniat baik lho" Raisa menyodorkan bekal makanan pada Diki.
"Di kantorku ada kantin jadi untuk apa aku menerima bekal makananmu, belum tentu aku makan. Aku masih curiga jika kamu menaruh sesuatu di dalamnya"
"Ya ampuuun, kok gitu sih mikirnya. Beneran, ini tulus dari lubuk hatiku yang paling terdalam. Bahkan untuk membuatnya saja, aku mengerahkan segenap jiwa dan ragaku" gombal Raisa, padahal hatinya berkata 'hueekk' seumur hidupnya belum pernah ia bicara begitu karena memang Raisa bukan tipe gadis yang romantis. Raisa pintar menyembunyikan wajah lainnya di depan Diki.
"Jangan paksa aku, cepatlah kau menyingkir dari sini! Ini sudah siang, aku nggak mau terlambat datang ke kantor gara-gara dirimu"
"Nggak akan" Raisa keras kepala
Diki mengusap wajahnya, dirinya mulai frustasi menghadapi Raisa. Selama dia tinggal tiga tahun baru sekarang hidupnya terusik oleh seorang gadis. Diki yang tidak mau berbelas kasian, ia langsung bertindak menarik Raisa ke pinggir.
"Kalau kamu tetap menghalangi jalanku, jangan salahkan aku jika menerobosnya" Diki memperingatkan Raisa dan ini terlihat tidak main-main.
Diki berulang kali melihat jam yang melingkar di tangannya dirinya gelisah. Diki tahu harus segera berangkat. Waktu tak bisa mentoleransinya.
Raisa mendekati Diki, dirinya semakin tertantang lalu mengikuti Diki yang akan masuk ke mobilnya. Diki yang terburu-buru tidak menyadari Raisa langsung masuk ke mobilnya. Saat Diki membuka jasnya dan badannya menyamping ia melihat Raisa sudah duduk manis di sampingnya sambil menyengir "Aku mau ikut kamu ke kantor, abis kamu nggak mau memaafkanku. Aku bakalan ikutin kamu terus" ujar Raisa
"Astagaaa... " Diki mulai gerah. "Cepat, keluar dari mobilku, sudah cukup pagi ini kamu menggangguku"
Tanpa sepengetahuan Diki, Raisa buru-buru menaruh bekalnya ke dalam paper bag dekat dengan tas kerja Diki.
"Baiklah, aku keluar. Eits, sebentar" Raisa tiba-tiba menepuk bahu Diki. "Sabar," ucapnya terdengar seperti meledek.
"Udah sana cepat keluar! aku bilang"
Raisa keluar sambil melambaikan tangannya dari luar kaca mobil "Da...aaah... semoga harimu indah"
Tanpa berlama-lama, Diki segera melajukan mobilnya. Saat mobil Diki menjauh, Raisa cekikikan. Ia merasa bahagia misinya sudah berhasil.
*****
Untung Diki tiba di kantor tepat waktu, tadi ia sengaja menambah kecepatan mobilnya. Waktunya sedikit terbuang karena ulah Raisa yang mengganggunya.
"Selamat pagi, Pak" serentak bawahan Diki yang berpapasan menyapanya.
"Pagi" jawab Diki datar
Sebuah kebiasaan bawahan Diki yang selalu menyapanya tapi kali ini ia heran kenapa semua melihatnya seperti tidak biasanya. Apa ada sesuatu yang aneh? Diki tak tahu. Diki pun terus berjalan menuju ke lift menuju lantai tempat ruangannya berada sambil menengteng tas kerja dan jasnya.
Sesampainya di lantai atas, Diki segera masuk ke ruangannya dan disambut assistantnya. Diki meletakkan tasnya di atas meja kerjanya juga menaruh jas di sandaran kursinya.
"Selamat pagi, Pak"
"Pagi, bagaimana proposal yang kemarin apa sudah selesai kau kerjakan?" Diki membuka laptopnya, ia mulai berkutat dengan pekerjaannya.
"Sudah aku taruh di meja, Pak"
"Kenapa kamu melihatku seperti itu? Tadi yang lain juga begitu. Apa ada yang aneh?" Diki tak menyukai tatapan dari assistantnya, "Oh ya, aku melupakan sesuatu, bisa tolong ambilkan paper bag ku di mobil. Tadi ku terburu-buru, disana ada contoh produk yang akan launching. Aku membutuhkannya untuk presentasi nanti" Lanjutnya sambil terus mengetik di laptopnya.
"Iya, Pak"
TOK...TOK...TOK...
"Masuk!"
Haris - sahabat Diki sekaligus rekan bisnisnya - ia pun masuk ke ruangan Diki setelah dipersilahkan.
"Bagaimana contoh produk keluaran terbaru apakah sudah ada?"
"Sudah aku bawa, Rio sedang mengambilnya di mobilku. Tadi aku buru-buru jadi lupa masih tertinggal di mobil"
Tak sengaja Haris memperhatikan kemeja Diki, ada sesuatu yang menempel. Haris pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum, ia mengira sohibnya sekarang sudah punya seseorang tapi tak mau menceritakannya malah pamer secara tidak langsung.
"Hei, bro apa kamu sudah punya kekasih dan ingin memamerkannya?" ujar Haris karena matanya masih tertuju pada sesuatu yang menempel di kemeja Diki.
"Kekasih? Apa maksudmu aku nggak ngerti"
"Nggak usah pura-pura, sekian lama kamu menjomblo akhirnya tidak ku sangka temanku yang kaku ini punya dambaan hati, apa dia begitu agresif ya?"
"Pagi ini kamu nggak usah bicara macem-macem yang bikin aku pusing. Kau tau sebentar lagi kita rapat tentang launching produk terbaru yang akan dikeluarkan perusahaan, jadi aku perlu mempersiapkannya dan mengecek proposal ini" Diki masih belum mengerti maksud perkataan yang diucapkan Haris, dirinya terlalu fokus dengan berkas-berkas yang ada di meja kerjanya.
Haris mendekati Dicky lalu merangkulnya, jari telunjuknya menunjukkan sesuatu agar Diki melihatnya.
Mata Diki mengikuti gerak jari Haris yang mendarat tepat di bahunya hingga ia berteriak tak percaya, "WHAT!!! Lipstik???"
Haris mengangguk lalu tertawa, "Aku tau kamu ingin pamer habis melakukan sesuatu dengan kekasihmu, iya kan???"
"Gadis itu..." Diki geram, ia ingat saat Raisa menepuk bahunya rupanya menempelkan noda lipstik dengan sengaja pantas semua orang memandang aneh ke arahnya. Betapa malunya Diki, wajahnya mulai memerah.
"Hah, Gadis? Gadis mana yang kau kencani?" Haris memasang wajah penasaran, belum pernah ia mendengar sohibnya itu membicarakan tentang wanita dan kali ini ia tak sengaja mendengarnya langsung Diki menyebut kata gadis itu. Sudah dipastikan Diki sedang menjalin hubungan yang tak diketahui Haris.
"Berhenti omong kosong, ini tidak seperti yang kau pikirkan." Diki mengambil jasnya lalu memakainya, ia tidak ingin kemeja yang terkena noda lipstik jadi terlihat.
"Maksudmu kau tidak mau mengakuinya padahal itu adalah bukti jelas dia meninggalkan jejak cinta di kemejamu" Haris terkekeh
"Untuk apa aku mengakuinya, bahkan namanya saja aku tidak tahu. Dia gadis yang menyebalkan yang selalu menggangguku"
"Apa?" Haris terkejut mendengarnya
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments