Setelah beberapa jam mencari tempat kos-kosan yang terdekat, akhirnya Raisa dan Sarah mendapatkannya tepat di belakang rumah orang tua Raisa. Sungguh keberuntungan yang mujur sekali bagi Raisa. Dengan begitu ia bisa memantau si pria polkadot alias Diki Sanjaya.
"Makasih Sarah kamu udah banyak bantuin aku, sini masuk dulu sebentar"
"Maaf, hari udah sore waktunya suamiku pulang dan aku harus ada di rumah. Aku pamit yah Raisa ntar kapan-kapan kalau ada waktu luang aku maen"
"Ya udah kalau begitu, sekali lagi makasih"
"Iya, sama-sama. Aku pamit pulang dulu"
"Iya, hati-hati"
Raisa berdiri depan pintu memandang kepergian Sarah. Setelah itu Raisa kembali ke dalam lalu merebahkan tubuhnya di kasur lantai, hari ini ia lelah sekali.
Tak terasa malam bersambut, Raisa lupa ia belum makan sejak siang tadi. Pantas sekarang perutnya keroncongan.
Raisa pun memutuskan keluar rumah mencari makanan untuk sekedar mengisi perutnya yang kosong.
Raisa berjalan melewati gang yang berhimpit dengan tembok rumah orang tuanya. Betapa ia teringat masa kecilnya yang sering berlari di sekitaran sini, sungguh kenangan yang tak kan bisa terlupakan begitu saja.
Ketika Raisa berjalan pandangannya terus mengarah ke rumah itu, Raisa melihat jendela kamar bekas kamarnya dulu. Dulu saat malam hari sebelum tidur, sambil tiduran di ranjang Raisa selalu memandang bintang-bintang dari jendela kamarnya. Sayang, sekarang semua itu hanya memori baginya.
Eh tapi ada perasaan penasaran yang muncul, Raisa ingin tahu apa yang sedang dilakukan pria polkadot itu. Raisa sedikit memasang telinganya, kesempatan berpihak padanya karena keadaan gang sedang sepi.
"Nggak kedengeran suara apa pun, emangnya lagi ngapain dia? Sunyi sekali seperti tak ada tanda-tanda kehidupan" Raisa bergumam. "Apa pria itu tinggal sendirian? Baguslah" ujarnya sambil tersenyum dan terus melangkahkan kakinya.
Raisa melihat di seberang jalan ada gerobak pedagang nasi goreng mangkal, pas bener jadi Raisa tidak perlu jauh-jauh mencari makanan.
Eits, tunggu dulu Raisa menahan langkahnya saat pandangannya tertuju pada seorang pria yang dia ingat. Yah, pria polkadot itu rupanya dia juga sedang membeli nasi goreng.
Raisa berpapasan dengan Diki yang akan berjalan pulang dengan membawa bungkusan nasi goreng di tangannya.
Di luar dugaan, Diki heran kenapa ia bisa bertemu dengan gadis menyebalkan itu lagi pikirnya. Diki kira Raisa tidak akan pernah muncul di depannya lagi setelah ia mengusirnya.
"Wah kita ketemu lagi tuan, apa kau juga membeli nasi goreng?" sapa Raisa berpura-pura ramah, ada maksud terselubung dari tingkahnya.
Sikap aneh yang ditujukan Raisa pada Diki membuatnya curiga. Bagaimana tidak, jelas tadi siang Diki melihat tingkah Raisa yang bar-b*r kenapa sekarang berubah jadi sok ramah. Diki merasa tidak akan tertipu dengan sikap manis yang ditujukan Raisa.
"Kenapa kamu ada di sini? Aku kira kita tidak akan bertemu lagi, tunggu dulu jangan bilang kamu akan mengganggu lagi" ucap Diki ketus
"Tentu saja itu tidak mungkin"
"Baguslah, aku pegang ucapanmu" Diki pun berlalu begitu saja.
'Cih, angkuh sekali orang itu' bisik batin Raisa saat melempar senyuman palsu pada Diki.
Raisa menghela napas, ternyata bersikap pura-pura itu tidak mudah. Jauh di lubuk hatinya Raisa masih kesal ketika melihat Diki tapi apa daya dia harus bersikap manis. Tentu saja pasti ada alasan yang melatarbelakanginya. Demi rumah peninggalan orang tuanya, Raisa tidak akan menyerah untuk mendapatkannya lagi. Ini langkah awalnya.
*****
Subuh sudah menyapa Raisa, suara ayam di pagi hari terdengar nyaring. Raisa bersiap ke pasar membeli bahan makanan, hari ini ia ingin memasak. Sekali-kali Raisa pikir tidak ada salahnya memberi makanan yang dimasak dengan tangannya sendiri agar sedikit lebih terasa enak. Untuk urusan masak, Raisa memang jago.
Semalam saat Raisa membeli nasi goreng yang mangkal di seberang sana, pedagang nasi goreng itu sedikit bercerita tentang Diki yang selalu menjadi langganannya. Dari situ ia tahu Diki memang tinggal sendiri dan dia masih lajang. Sebuah peluang bagus menurut Raisa untuk mendekatinya meski rasanya itu tidak mudah karena sikap Diki yang terlihat angkuh. Tapi tak masalah bagi Raisa karena ini tantangan yang harus Raisa taklukan.
"Assallamualaikum" ucap Raisa dari balik pagar.
'yups, pertama-tama aku harus ucapkan salam biar terkesan sopan meski pagi-pagi sudah mengganggunya' Raisa bersiap menyambutnya dengan senyuman lebar.
Senyuman lebar Raisa pun menjadi kering setelah menunggu tak ada jawaban, "Yang benar saja, apa dia masih tidur jam segini? Coba lagi, siapa tahu tadi nggak kedengeran"
"Assallamualaikum," masih nggak ada jawaban, Raisa mencari tombol bel di sekitar pintu pagar Diki tapi tak kunjung dia temukan. "Ni, rumah kenapa nggak dipasang bel sih kan susah harus manggilnya kejauhan dari pintu rumah" keluh Raisa. "Baiklah, Raisa. Kamu nggak boleh mengeluh. Ini namanya perjuangan" Raisa menyemangati dirinya sendiri.
"Ngapain kamu di sini? Mau mata-matain aku yah?" Terdengar suara pria dari belakang Raisa.
Sontak membuat Raisa terkejut, ia pun segera membalikkan badannya. Raisa memasang senyumannya yang ia rasa paling manis sedunia. "Eh ada pria polkadot" lagi-lagi Raisa lupa selalu menyebutnya seperti itu hingga Diki mengerutkan alisnya. "Ups...eh bukan...Tuan eh Pak eh Om," secepatnya Raisa langsung mengoreksi, ia bingung harus memanggilnya apa.
Rupanya Diki habis jogging, keringatnya masih membasahi tubuhnya. Baju yang dipakainya membentuk siluet tubuhnya. Sejenak Raisa terpaku, rasanya pagi ini matanya telah ternodai saat melihat Diki berpakaian seperti itu. Sungguh sangat manly. Tetapi pandangan Diki tertuju pada sesuatu yang di bawa Raisa. Tanpa berkata Raisa langsung mengerti ke arah mana Diki melihat.
"Ehm maksudku ini, aku bawa sesuatu. Yah sebagai tetangga baru di sini aku hanya ingin sedikit berbagi. Itung-itung sebagai permintaan maaf aku tentang masalah yang kemarin"
Diki memicingkan matanya, ia masih tidak percaya pada sikap Raisa begitu saja. Bagaimana bisa ia berubah drastis, pasti ada udang dibalik batu pikir Diki.
"Aku nggak mau menerima apapun darimu" sesekali Dicky mengelap keringatnya dengan handuk kecil lalu pergi begitu saja tidak peduli.
'Sombong sekali dia, kalau bukan demi rumah warisan. Udah aku lempar nih makanan ke mukanya' gerutu batin Raisa di dalam topeng senyuman manisnya.
"Tunggu!" Raisa mencoba menahan Diki
Diki terus melangkahkan kakinya, sikapnya seakan mengacuhkan keberadaan Raisa. Lalu Diki membuka pintu pagar rumahnya dan dia masuk hanya seorang diri. Saat badannya berbalik menghadap ke Raisa dari balik pagarnya, Diki berujar, " Pagi ini aku nggak menerima tamu" Ia pun langsung mengunci pintu pagarnya dan meninggalkan Raisa yang masih terbengong.
Raisa mengerti maksud perkataan Diki, itu tandanya Raisa tidak diperkenankan masuk ke rumahnya dan menolak secara tidak langsung pemberian darinya.
"Ok, aku akan menunggumu di sini." Raisa bertahan menghadapinya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Ayano
Asli mereka itu cocok banget dah
2023-06-13
0
Ayano
Hiks... udah kena prasangka aja ya allah
2023-06-13
0
Ayano
Mesti sabar ya
2023-06-13
0