Sambil mengusap airmata yang membasahi pipinya, Raisa mencoba menguatkan dirinya.
Raisa kesal setengah mati setelah mengetahui rumah peninggalan orang tuanya sudah menjadi milik orang lain. Tanpa persetujuan darinya, rumah itu sudah terjual. Bagaimana bisa pria polkadot memilikinya dengan sah, sementara Raisa sebagai ahli waris tak mengetahui proses pindahnya kepemilikan rumah itu. Pikiran itu terus bergelayut di otaknya.
Untuk saat ini Raisa tak tahu harus tidur dimana malam ini, bahkan tantenya pun dikabarkan sudah pindah entah kemana tak ada orang yang mengetahuinya. Berulang kali Raisa menghubungi tantenya tetap saja nomor ponselnya tak aktif. Tantenya menghilang begitu saja.
Jauh-jauh datang dari luar kota, niat hati ingin mengenang masa kecil di rumah orang tuanya malah berakhir begini.
Raisa yang masih duduk di bawah pohon depan pagar rumahnya memikirkan ide untuk cari tempat menginap. Dengan terpaksa ia mencari kos-kosan terdekat dengan rumah orang tuanya untuk bisa memantau pria polkadot itu yang sudah menjadi pemilik rumah itu.
"Raisa" seorang gadis berhijab menyapanya.
"Sarah? Ya ampun Sarah apa kabar?" Raisa menghampirinya dan langsung memeluknya.
Raisa sangat senang bisa bertemu Sarah-teman masa kecilnya yang kebetulan lewat.
"Baik. Lho kamu ada di sini?"
"Iya, aku baru aja dateng. Udah lama sekali yah kita nggak ketemu bikin pangling"
"Aku pikir kamu nggak bakalan dateng ke kota ini lagi secara di sini kan sudah tidak ada tempat yang harus kau kunjungi"
"Nah itu dia masalahnya"
Sarah memerhatikan Raisa dari atas hingga ke bawah dan dilihatnya ada koper di sampingnya. Sarah pikir Raisa kabur. Melihat keadaan Raisa yang seperti itu, Sarah menjadi iba lalu mengajak Raisa ke rumahnya. "Ayo, ke rumahku! Kita bisa bicara dengan nyaman di rumah. Nggak enak ngobrol pinggir jalan"
"He'eh" Raisa menyetujuinya.
Raisa bersyukur bertemu bisa bertemu Sarah setidaknya, ia bisa meminta bantuannya.
"Mau minum apa?"
"Ah nggak usah repot-repot, air putih aja"
"Tunggu sebentar ya, aku ke dalam dulu"
"Iya"
Raisa tidak tahu bahwa rumah Sarah kini sudah pindah, rumah ini berbeda dengan rumah yang biasa disinggahi saat masih kecil bermain bersama Sarah. Rumah dengan desain minimalis ini terasa nyaman.
"Nih diminum dulu, kamu pasti lelah karena perjalanan jauh" Sarah menyuguhi minuman yang diminta Raisa.
Tanpa rasa sungkan Raisa meneguknya hingga habis tak terasa. Rupanya teriakannya tadi membuat tenggorokannya menjadi kering.
Sarah duduk menghadap ke Raisa, melihat mata sembab Raisa lagi-lagi Sarah prihatin. Ia mengira pasti ada sesuatu yang terjadi. Ia pun menunggu Raisa bercerita tanpa harus menanyakannya terlebih dahulu, Sarah tak mau menyinggung perasaan Raisa.
Raisa mengatur napasnya untuk menenangkan dirinya yang tengah kalut.
"Aku berniat liburan di sini untuk beberapa hari dan ziarah ke makam orang tuaku. Tapi..." Raisa menghentikan perkataannya, sungguh berat ia ingin bercerita. Karena perasaannya kini telah terluka.
"Tapi apa?" Sarah makin penasaran
Raisa menarik napasnya dalam-dalam berusaha untuk menahan kesedihannya.
"Rumah itu...ehm maksudku rumah orang tuaku ternyata jadi milik orang lain tanpa sepengetahuanku trus aku juga tidak tahu ternyata Tanteku pindah rumah entah dimana. Jadi aku harus menginap dimana malam ini, nggak mungkin aku balik lagi ke luar kota. Aku lelah, perjalanannya memakan waktu 4 jam" Raisa tertunduk lesu.
"Bagaimana kalau kamu menginap saja di sini. Ada satu kamar kosong khusus untuk tamu" saran Sarah.
"Tapi orang tuamu nanti tidur dimana?"
"Yah di rumahnya"
"Maksudnya? Trus ini rumah siapa?"
Sarah terkekeh, ia lupa menceritakan kalau dia sudah menikah.
"Rumahku dan suamiku"
"Oh kamu sudah menikah? Pantes kok rasanya rumahmu bukan di sini, seingatku di RT sebelah berdampingan dengan rumah tanteku. Kapan kamu nikah aku nggak tahu?"
"Baru tiga bulan yang lalu. Maaf yah nggak ngundang soalnya aku nggak tahu nomor mu yang baru trus tantemu sudah lama pindah jadi ku pikir ya sudahlah nggak mungkin kamu ke sini lagi"
"Nah itu masalahnya, aku nggak tahu tanteku pindah"
"Lho kok bisa?"
"Entahlah, pasti ada sesuatu yang tanteku rahasiakan, dia seperti menghindariku. Lebih tepatnya dia kayak orang yang udah bikin salah sama aku. Bahkan aku juga nggak tahu kapan rumah orang tuaku dijual ke pria polkadot itu. Hari ini aku kesal, kecewa dan marah. Semua bercampur aduk perasaanku"
"Pria polkadot? Maksudmu Pak Diki Sanjaya?"
"Entahlah aku nggak tahu namanya dan juga nggak mau bertanya padanya. Yang pasti saat aku ke sana dia hanya memakai kaos polos dan celana pendek bermotif polkadot. Oh ya apa kamu tahu tentang dia? Sejak kapan dia menempati rumahku eh maksudku rumah orang tuaku?"
"Udah lama sih, sekitar tiga tahun kalau nggak salah. Yah, aku sih nggak tahu apa-apa aku kira kamu yang sengaja menjualnya"
"Apa? Tiga tahun?"
"Iya, aku bisa tahu karena dia itu atasan suamiku"
Hati Raisa kembali teriris mendengar kenyataan yang begitu menyakitkan berarti dua tahun ini tantenya sudah menipunya. Sejak beres kuliah tantenya tahu Raisa bekerja di perusahaan bonafit dan ditempatkan di posisi dengan gaji yang lumayan. Saat itu tantenya berani meminta dana dengan alasan untuk biaya renovasi agar tidak lapuk dimakan usia ternyata rumah itu sudah terjual satu tahun sebelumnya. Sungguh Raisa tidak menyangka.
Raisa melamun tanpa terasa airmatanya menetes.
"Raisa? Kamu nggak apa-apa?"
"Eh nggak apa-apa" Raisa menyeka air matanya dan tersenyum getir.
"Maaf, Sarah aku nggak bisa menginap di rumahmu. Nggak enak, kamu kan masih pengantin baru. Nggak baik jika seorang teman wanita satu atap dengan orang yang sudah menikah. Takut fitnah"
"Ya ampun Raisa, nggak apa-apa tau. Kamu mikirnya kejauhan. Yah tapi terserah kamu aja sih, aku cuma menawarkan. Lagian aku nggak tega liat kamu"
"Tenang aja, kalau bisa cariin aku kos-kosan aja yang deket sini. Biar aku menginap di kos-kosan untuk beberapa hari ke depan sampai habis masa liburanku. Aku belum mau balik dulu, masih pengen di sini"
"Ya udah deh, ntar aku bantu cari."
"Makasih, Sarah. Untung aku ketemu kamu"
"Sama-sama, kita kan temen dari kecil. Aku juga nggak nyangka bakalan ketemu kamu lagi di sini. Aku pikir kamu bakalan lupa"
"Nggak mungkin lah aku lupa, ini tempat kelahiranku dan di sini banyak kenangan masa kecilku terutama rumah orang tuaku"
Sarah tersenyum melihat temannya kini sudah kembali ceria.
"Syukurlah kalau begitu, aku senang dengernya. Oh ya kamu bener mau nginep di kos-kosan? Nggak sayang duitnya kan kamu cuma beberapa hari doank di sini trus kan bayarnya harus full sebulan mendingan cari penginapan aja"
"Nggak ah, kayaknya kemungkinan juga bakalan seterusnya di sini deh"
"Serius? Kamu bakalan tinggal lagi di sini?"
Raisa mengangguk meyakinkan Sarah, karena seketika ia terbesit sebuah ide cemerlang yang hinggap di otaknya yang encer.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Ayano
Kita lenyapkan tante syaiton itu bareng-bareng 😡
Aku sebel banget ama orang kek gitu
Bukan sodara itu
Btw semangka ya ☺
2023-05-16
1
Ayano
Kan.... emang mesti dilenyapkan orang kek gitu
2023-05-16
1
Ayano
Nyakitinnya tuh hak kamu gak dikasih sepeserpun. Tante kek gitu mesti dilenyapkan dari muka bumi
2023-05-16
1