“Tidak boleh, Bu. Jangan bunuh diri. Ibu tidak boleh melakukannya. “
“Untuk apa Ibu hidup jika harus menanggung malu seperti ini. Semua orang menyalahkan Ibu. Kamu tidak tahu apa-apa, Bel. Ibu sudah berusaha menjadi istri yang baik tapi malah Ayahmu selingkuh. Rasanya sakit sekali. Oh, anakku.... “ Ucap Bu Riska , Ibunya Belinda.
“Tapi, Bu, tolong jangan bunuh diri. Allah Maha Penyayang kepada Ibu. Bertahanlah, Bu. Bersabarlah Ibuku sayang. Ingat anak-anak Ibu. Aku dan Si Kembar yang masih sangat membutuhkan Ibu. “
“Bisa-bisanya kamu menyuruh Ibu untuk bertahan dan bersabar. Kamu tidak tahu bagaimana sakitnya dikhianati. Coba nanti kalau kamu sudah berumah tangga. Kamu akan merasakan yang lebih sakit daripada Ibu. “ ucap Bu Riska penuh dengan tumpahan air mata yang jatuh membasahi tangannya yang terus-menerus memukul dadanya yang kesulitan bernapas.
Belinda berusaha sekuat tenaga menghentikannya. Memeluk Ibunya yang siap untuk terjun ke laut. Mengabaikan ucapan Ibunya yang tak sengaja menyakiti hatinya. Belinda berusaha memahami kondisi Ibunya yang sedang ditimpa kesulitan menerima kenyataan pengkhianatan Ayahnya itu.
Belinda memutuskan untuk berpura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan Ibunya kepadanya itu karena ucapan tersebut muncul secara tidak sengaja. Ucapan yang muncul saat orang putus asa tidak bisa menerima takdir Allah?
“Kenapa takdir Ibu seperti ini, Bel?Apakah sudah ditakdirkan dari Allah kalau Ibu memiliki suami berselingkuh?!”
Belinda tidak bisa menjawabnya. Hanya diam dan menangis. Belinda juga tidak tahu takdir itu apa.
“Allah tidak sayang sama Ibu, Bel. Kalau sayang kenapa memberikan keburukan pada kehidupan Ibu. Iya kan, Bel!” Bu Riska berteriak dan terus memberontak berusaha melepaskan diri dari pelukan kuat anaknya tersebut.
Byuuuuuuur....!
Belinda kehilangan kekuatannya untuk menahan Ibunya yang berusaha menyingkirkan pelukannya tersebut.
Bu Riska berhasil lolos dari pelukan Belinda namun justru tanpa sengaja kedua tangannya itu membuat Belinda terdorong ke laut. Sang Ibu pun terkejut setengah mati melihat anaknya lah yang jatuh ke laut. Karena itu bukanlah tujuannya. Tujuannya adalah menginginkan kematian dirinya dengan cara menenggelamkan diri ke laut.
“Tidaaak.... Belinda,Oh anakku... Ibu minta maaf. Astaghfirullahhal’adzim.... Tolong Ya Alloh....” Bu Siska masih ingat Allah dengan kalimat thoyibahnya yang tak sadar ia ucapkan saat meminta pertolongan kepada siapapun yang berada di sekitarnya.
Di dalam lautan, Belinda berusaha berenang untuk bisa naik ke permukaan. Sambil terus berdzikir di dalam hatinya yang dipenuhi oleh ketakutan luar biasa.
“Ya Allah... Aku masih ingin hidup. Aku tidak ingin mati sekarang. Apalagi seperti ini. Tolong selamatkan aku, Ya Allah....” Belinda tak bisa menahan nafasnya lagi dilautan tersebut.
Beberapa orang yang sedari tadi duduk-duduk menikmati lautan di atas jembatan beton yang terbentang sepanjang 100 meter lebih menjorok ke lautan Pantai Cilacap segera berlari untuk memberikan pertolongan kepada Belinda . Secepat kilat mereka berlari meskipun jembatan beton tersebut ditengahnya berlubang-lubang jika tidak hati-hati bisa terperosok jatuh ke lautan juga.
Byuuuuuuur!
Bu Siska akhirnya menceburkan dirinya ke laut demi menyelamatkan Belinda. Orang-orang yang terdiri lima bapak-bapak dan tujuh pemuda berusaha menyelamatkan Belinda dan Buu Siska bak Tim Penyelamat Pantai yang mahir menyelamatkan korban tenggelam.
Dengan nafas yang terengah-engah dan takbir yang mengharukan, Bu Siska dan Belanda berhasil di bawa ke tepian. Allah pun memberikan pertolonganNya lagi melalui perantara seorang dokter yang kebetulan di saat kejadian sedang berada di tepi pantai, mengisi waktu luangnya untuk bisa menikmati indahnya matahari terbenam di pantai tersebut.
Dokter perempuan itu pun dengan cekatan melakukan tindakan RJP kepada keduanya. Hari itu dua nyawa berhasil diselamatkan.
Ambulance datang membawa korban tenggelam yang selamat itu ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Tak pernah terbayangkan berakhir di ruang IGD. Belinda dan Ibunya sangat syok dengan tragedi mengerikan yang baru saja dialaminya itu.
“Kau selalu saja membuat masalah, Siska. Kenapa tidak mati saja tadi!” ucap suaminya yang sedang kerasukan pelakor. Istrinya sudah terlihat seperti bunga yang layu.
Bu Siska hanya bisa menangis sejadi-jadinya terdengar oleh seluruh pasien yang berada di ruang IGD tersebut. Perawat datang untuk menenangkan Bu Siska. Sedangkan Belinda semakin syok menyaksikan Ayahnya yang pergi begitu saja setelah melontarkan kalimat buruk pada Ibunya tadi. Dirinya pun sebagai anaknya tidak dipedulikan sedikitpun karena perhatian sudah beralih ke pelakor yang telah memporak-porandakan keluarganya.
“Siska, anakku. Bersabarlah. Seandainya bunuh diri itu boleh, pastinya semua orang akan membunuh dirinya sendiri ketika mengalami putus asa dalam menemukan jalan keluar di setiap permasalahan hidup yang menimpanya.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” Ucap Nenek Belinda sambil memberikan Al-Qur’an terjemahan surah An-Nisa ayat 29 tersebut.
Nenek Belinda dengan lembut menasehati anaknya yang sedang putus asa itu.
“ Apabila ada orang yang sengaja meminum racun untuk mengakhiri hidupnya,maka kelak diakhirat nanti ia akan menenggak racun terus – menerus.
Seseorang yang naik ke atas gedung kemudian menjatuhkan diri hingga tewas, maka ia akan di azab di neraka seperti cara dirinya bunuh diri itu.
Apakah kamu mau, anakku, menjadi penduduk neraka jahanam karena bunuh diri menjatuhkan diri ke laut?” ucap Nenek sambil memeluk Bu Siska.
Bu Siska menggeleng lemah.
Kakek Belinda pun ikut menasehati anaknya dengan penuh kasih sayang.
“Siska, anak Ayah yang tercinta. Apabila seseorang tertimpa musibah itu tidak boleh meminta mati. Karena menginginkan kematian adalah cara berpikir yang salah dan menyesatkan.
Istighfarlah anakku. Coba kau buka surah Al-Baqarah ayat 153, Nak. Allah memanggil orang-orang yang beriman agar memohon pertolongan Nya dengan sabar dan sholat.
Allah itu dekat dalam penderitaan HambaNya . Allah terlibat dalam kesulitan – kesulitan Hamba Nya .
Karena itulah bertahanlah anakku. Jadikanlah Al-Qur’an itu sebagai pelipur lara.
Apabila kamu bersabar dari musibah yang membuatmu gelisah,gundah dan kesulitan untuk menerimanya maka Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu bahkan walaupun hanya tertusuk duri.
Kamu harus bersabar dan mengintrospeksi diri.
Sesungguhnya Allah akan menjadikan kemudahan setelah adanya kesulitan. Yakinlah dengan firman Allah yang disebutkan hingga dua kali yaitu di ayat kelima dan keenam surah Al-Insyirah.
Berinteraksilah dengan Al-Qur’an agar Allah memberikanmu jalan keluarnya.” Nasehat kakek Belinda yang menyejukkan hati Bu Siska.
“Lihatlah anak-anakmu , Belinda.” Ucap sang Nenek.
“Kuatlah demi cucu-cucu Kakek yang sholeh dan sholehah ini.”
“Aku gak mau Ibu dan Ayah bercerai.” Celetuk si kembar, Amir yang masih mengenakan seragam SMPnya.
“Aku malu, Bu jadi anak broken home.” Ucap si kembar satunya, Amar.
Belinda jadi tak bersemangat untuk mengikuti Ujian Nasional SMA yang akan dimulai esok lusa.
******
Belinda berusaha untuk selalu bangkit ditengah kekacauan hatinya yang bertebaran kenangan masa lalu yang tak bisa dihapus secara permanen. Kenangan itu menghilang ketika Belinda sibuk beribadah kepada Allah SWT. Namun kenangan itu tiba-tiba muncul di saat cobaan datang lagi.
Kenangan yang tidak ingin di ingat. Namun ingatan itu kini tiba-tiba datang menghantui di saat dirinya mengenang cintanya kepada Afnan.
Bahkan di saat Felik yang masuk tanpa permisi dalam mimpi indahnya. Membuat Belinda terbangun disepertiga malam terakhir.
“ Aku pikir aku bermimpi bertemu dengan Mas Afnan menanam bunga mawar di taman bunga yang sangat luas dan indah, tapi kenapa tiba-tiba berubah jadi Mas Felik??” Belinda bergumam dalam hatinya.
Pagi-pagi sekali Belinda dan Lia sudah berada di sekolah. Kantor kepala sekolah yang tak pernah sepi oleh canda tawa mereka. Belinda tersenyum-senyum sendiri bahkan sesaat menangis saat memandangi ponselnya.
Membuat Lia yang sedari tadi duduk di depannya merasa dicuekin karena seperti ngomong dengan tembok saat mencurahkan kisah drama paginya mulai dari nyiapin sarapan, nyetrika seragam kerja suami hingga mengantar anak keduanya yang masih TK ke rumah orangtuanya. Karena sekolah TK nya berdampingan dengan rumah orangtuanya itu. Sedangkan anak pertamanya bersekolah di sini, di sekolah yang dirinya pimpin. Kelas 6 SD.
“Apakah kau sedang melihat video porno, Bel?!”
Belinda terkejut. Bisa-bisanya mengajukan pertanyaan yang tidak sopan seperti itu.
“Hus ,ngawur kamu. Mataku ini bersih ya. Bersih dari pandangan kotor seperti itu!”
Lia tertawa sambil melihat data murid-muridnya yang akan mengikuti lomba Tahfidz di salah satu universitas Islam Surabaya.
“ Bersih apanya. Setiap hari pekerjaanmu adalah mengotori kantorku dengan meratapi akun Facebook dan Instagramnya Ustadz Afnan.”
“ Aku sedih. Hari ini dia tersenyum di Instagramnya. Tuh lihat.”
Plak!!! Lia memukul Belinda dengan penggaris plastik.
“Aduh, sakit, tahu gak sih, Lia. Ini namanya kekerasan fisik oleh atasan terhadap bawahannya.” Sambil memegang kepalanya yang berjilbab hijau lemon dan tidak sakit sih.
“ Segera blokir akunnya!!!”
“ Enggak mau.”
“Kalau tidak aku pecat kamu.”
“Serius???”
“Iya, lah.”
“Terus aku makan apa???”
“Mau sih makan hati terus!”
“Hati ayam atau hati sapi,hehehe.”
“Hatimu!!!” Lia mencubit lengan Belinda sampai merah saking kesalnya.
“ Aoooowwww. Astaghfirullahhal’adzim. Ini beneran sakit, Lia...”
“Biar kamu sadar bahwa melototin suami orang itu dosa besar.”
“ Aku kan bukan pelakor jadi tenang saja enggak bakalan aku rebut Mas Afnan dari istrinya itu.”
“ Gejala memang seringnya tidak dirasakan oleh si calon pelakor.”
“ Memang nya siapa yang mau jadi pelakor???”
“ Kamu lah.”
“Astaghfirullohal’adzim.” Belinda balas mencubit kedua pipi Lia yang tembem.
“ Nih baca.” Sambil menyodorkan Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31.
Belinda pun manut saja membaca terjemahannya.
“ Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara ***********, dan janganlah menampakkan perhiasannya auratnya kecuali kepada yang biasa terlihat.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya auratnya, kecuali kepada suami mereka,...”
“Pinter sekali Ustadzah Belinda.”
Belinda pun berlari menuju kelas mengajar mengajinya di lantai 3. Sebuah kelas Bimbingan Baca Qur’an dengan Metode Ummi yang selalu bersih dan wangi membuat anak-anak bersemangat dalam menghafal Al-Qur’an.
Tahun ini Belinda mengajar kelas Ummi Jilid 6 dan Tahfidz juz 30 dan juz 29,yang terdiri dari siswa kelas 5 SD. Sebelumnya Belinda memegang kelas Al-Qur’an Level 1 dan Tahfidz juz 1.
“ Isti’dadan.”
“Siap. Allah Akbar.”
“Nun sukun atau tanwin jika bertemu salah satu huruf Lam, Ro dibaca tidak dengung atau jelas.”
“ Maksudnya bagaimana ustadzah?” tanya salah satu murid.
“ Iya,us, sy belum paham.”
“ Baik, anak-anak. Ustadzah akan menjelaskan. Tolong dengarkan dengan baik ya.”
“Siap.”
“ Jadi seperti ini, ketika ada Nun Sukun bertemu dengan huruf Lam atau huruf Ro, maka Nun Sukunnya kita cuekin saja alias dianggap tidak ada. Begitu anak-anak.”
“Ohhh...”
“ Contohnya bisa dilihat di buku Ummi nya masing-masing ya.
Di baris pertama ada nun sukun bertemu huruf Ro,maka cara bacanya adalah langsung Arro aahustaghnaa.
Bukan Anro aahustaghnaa.
Nun sukunnya tidak usah dibaca.”
Semua murid menirukan membaca Umminya setelah Belinda memberikan contoh cara membaca idghom bilagunnah tersebut.
“Betul sekali, Belinda. Memang sudah seharusnya mantan suami,eh salah ya,hehehe. Maaf.
Maksudku mantan calon suami kamu seharusnya dicuekin alias dianggap tidak ada. Tidak usah dilihat seperti nun sukun bertemu dengan huruf Lam atau huruf Ro itu.”
“Nah itu dia masalahnya.”
“Apa?” sambil memilih buah salad mana yang akan dimakan terlebih dahulu.
“ Mantan calon suamiku itu manusia. Bukan huruf Hijaiyah apalagi Nun Sukun.”
Lia langsung menyumbat mulut Belinda dengan buah jeruk yang dipilihnya.
“Hmmmm... Masam banget jeruknya, Liaaa.”
“Buanglah mantan di tempat sampah. Oke”. Sambil menyuapi paksa Belinda dengan buah strawberry yang tidak disukai Belinda.
“ Sudah aku buang kok. Sudah tidak ada lagi dihatiku.”
“Apanya yang kamu buang,hah. Buktinya kamu masih jadi pengikut setia akun sosial media nya. Bahkan chat wa darinya pun belum kamu hapus. Barang-barang pemberiannya masih tersimpan dilemari.
Kalau tak ada niat jadi pelakor ya harusnya sudah berhenti mengikuti akun medsos nya. Riwayat chat dihapus bahkan sangat perlu untuk diblokir nomer wa nya.
Semua hadiah darinya ya dibuang atau disumbangkan saja kalau layak diberikan ke orang lain.
Itulah cara agar kamu tidak berharap lagi pada dia yang sudah jadi suami orang.
Paham, Belinda ku sayang.”
“ Ternyata mengikhlaskan seseorang itu tidak semudah makan buah salad yang tidak disukai ya, Lia.”
Lia menghela nafas panjang. Dia sudah berusaha semaksimal mungkin agar sahabatnya itu bisa menghapus sang mantan dari pikiran dan hatinya. Agar tidak berandai-andai menjadi istri kedua yang diawali dengan menjadi pelakor terlebih dahulu.
“ Tolong latih anak-anak yang terpilih ikut lomba Tahfidz ya, Ustadzah Belinda.”
“ Loh ,bukannya ada Ustadzah Fatimah yang selama ini melatihnya?”
“Darurat. Anaknya yang di pondok sakit sehingga saat ini Ustadzah Fatimah sedang dalam perjalanan menuju pondok.”
“Ya Allah, sembuhkanlah anaknya ustadzah Fatimah.”
“Aamiin.”
“ Ingat, Belinda.Khoirukum man’ta’allamal qur’aana wa’allamah.”
“Sebaik-baik diantara kamu sekalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. “ jawab Belinda menerjemahkan sebuah hadits Riwayat Muslim tentang keutamaan belajar Al-Qur’an.
Senjata paling ampuh dalam menundukkan Belinda disaat mood mengajarnya terjun payung akibat cobaan hidup yang tiba-tiba menghinggapi dirinya.
“Silakan kembali ke kelas ya,us”.
“Sebentar,us, aku mau menghabiskan salad buahnya dulu. Belum sarapan.” Perut Belinda pun membunyikan bel kelaparannya bersamaan dengan bel masuk setelah jam istirahat pertama habis.
Saat mengajar Al-Qur’an, Belinda merasakan ketenangan mengalir di dalam tubuhnya. Hatinya merasakan bahagia saat muroja’ah bersama murid-muridnya. Masalah yang tertimbun dalam pikiran seketika hilang terobati oleh bacaan Al-Qur’an.
Masalah yang menumpuk dihati seketika menghilang kesedihannya. Selain mendapatkan pahala saat membacanya , Al-Qur’an juga mendatangkan kebaikan-kebaikan dalam doa yang kita panjatkan.
Benar sekali. Salah satu cara untuk melupakan tragedi buruk dalam hidup kita adalah menyibukkan diri dengan Al-Qur’an. Membacanya menyuburkan iman kita yang layu bahkan kering saat diterjang badai kehidupan.
Menghafalkannya akan menolong kita dari bahaya dunia. Mentadaburinya akan memberikan petunjuk di saat jiwa sedang digoncang masalah yang kita rasa tidak sanggup untuk menerimanya.
Namun, ketika berada di rumah. Saat jarang berinteraksi dengan Al-Qur’an. Saat malas mengerjakan ibadah Sunnah. Karena beribadah saat sendirian itu tidak semudah membaca Al-Qur’an bersama dengan murid-murid dikelas.
Belinda kembali bersedih menatap langit-langit kamar kosnya. Matanya sulit terpejam memikirkan masa depan cintanya nanti.
“Kamu, belum tidur kan Belinda?” sebuah chat wa muncul di layar ponsel Belinda yang tergeletak di samping bantalnya.
“ Belum.” Jawab Belinda singkat.
“ Aku tidak bisa tidur karena memikirkan dirimu, Belinda.”
Belinda kaget membaca chat tersebut. Di balas atau cukup dibaca saja ya. Belinda langsung duduk dan terdiam memikirkan cara membalasnya. Ah, mulai deh. Kumah lagi nih perasaannya si Felik menggoda Belinda.
“Good Night.”
“ Jangan tidur dulu, Bel. Ada yang harus aku sampaikan padamu saat ini juga.”
“Besok.”
“Nanti hilang.”
Belinda berhenti membalas. Felik justru melakukan panggilan telepon wa. Belinda mengabaikannya. Ditinggal ke kamar mandi. Nyari camilan di kulkas yang ada di dapur bersama. Ngobrol sebentar sama tetangga kos yang sedang mencuci baju di malam hari.
Saat kembali ke kamarnya, ponsel Belinda masih memanggil dalam mode getar. Dan terus bergetar di atas kasurnya. Belinda sampai heran dengan kegigihan Felik mengejar cintanya. Melihat Felik yang terus berjuang mengharapkan cintanya seperti melihat diri sendiri saat sedang bercermin.
“Assalamu’alaikum , Belinda.”
“Wa’alaikummussalam.”
“Terima kasih, Belinda karena berkenan menjawab telepon dariku.”
“Mas Felik, sekarang jam berapa ya?”
“ Jam sebelas.”
“Malam atau pagi.”
“ Iya ya ternyata sudah malam.” Felik tertawa kecil.
“Aku mau tidur, besok ngajar,gak libur.”
“ Aku mau setor Hafalan, Ustadzah Belinda.”
“Apa!”
“ Aku ingin melanjutkan hafalanku yang macet sejak kau memutuskan untuk menikah dengan pria lain namun gagal. Jujur, aku sangat senang sekali mengetahuinya.”
“Kok jahat banget sih bahagia diatas kesedihanku.”
“Iya. Aku bahagia bisa setor Hafalan lagi ke kamu.”
“Aku tidak mengizinkannya.”
“A’udzubillahi minasyaithonirrojiim .”
“Cari guru pembimbing yang laki-laki dong Mas Felik. Bukan aku. Aku kan perempuan. Bukan mahramnya.”
“ Bismillahirrahmanirrahim.”
“Setornya lewat rekaman audio saja, Mas Felik.”
“Tabarokalladzii biyadihilmulk. Wahuwa ‘alaa kulli syain’qodiir.”
Belinda melempar ponselnya ke kasur.
“Alladzii kholaqolmauta walhayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amalaa. Wahuwal ‘aziizul ghofuur.”
Belinda mengubah suara ponselnya menjadi loud speaker. Felik terus membaca surah Al-Mulk ayat demi ayat dengan lancar namun tajwidnya masih berantakan.
Belinda membiarkan Felik membacanya dengan tidak Tartil tersebut.
Entah mengapa suara mengaji Felik terasa seperti murotal malam yang biasa Belinda dengarkan di Radio Suara Muslim Surabaya. Meskipun tidak seindah tilawahnya ustadz Hanan Attaki, namun anehnya Belinda pun akhirnya tertidur pulas. Suara mengaji Felik menjadi murotal pengantar tidur Belinda ke alam mimpi yang indah.
Pagi disambut cerahnya sinar matahari. Menyambut anak-anak yang terpilih lomba Tahfidz sedang dalam perjalanan menuju lokasi lomba. Udara yang segar habis hujan diwaktu shubuh menyapa anak-anak yang sedang muroja’ah juz 29 dan juz 30 di dalam mobil sekolah yang melaju dengan kecepatan sedang.
Sepanjang perjalanan, Belinda menyimak hafalan anak-anak dengan tenang.
“Ustadzah Belinda, mohon doanya ya,us , biar tidak grogi nanti.” Ucap Ifa sambil menggulung ujung jilbabnya.
“ InsyaAlloh. Pasti ustadzah doakan agar semuanya bisa mengikuti lomba Tahfidz dengan lancar.”
“ Aamiin.”
“ Lihat,nih,us, tanganku dingin banget. “ ucap Dini sambil menyentuh punggung tangan Belinda.
“ MasyaAlloh dinginnya. Sama , ustadzah juga membeku nih anak-anak.”
“ Iya, us, tangan ustadzah dingin banget kayak es batu di freezer.”
“Kita yang lomba kok ustadzah yang grogi sih. Aneh dan lucu.” Celetuk Alvis yang terkesan tenang.
“Kan Ustadzah guru Tahfidz kalian, sudah pasti hati kita terhubung, anak-anak.”
“Masa sih ,us.” Ucap Vito tak percaya.
“ Iya lah. Nanti ketika kalian maju lomba, pasti hati ustadzah deg-degan juga, khawatir kalau kalian tidak lancar saat mengikuti lombanya.
Tapi baik kalah atau memenangkan kompetisi lomba ,tetap kalian itu sudah menjadi juara di hati ustadzah.
Menang Lomba Tahfidz adalah bonus bagi penghafal Al-Qur’an karena bisa mengetahui seberapa kuat hafalannya saat diuji oleh tim penguji lomba yang disaksikan banyak orang.”
“Iya ,us, tenang saja ,kalah atau menang tetap Alhamdulillah. Iya kan teman – teman ?” tanya Galang.
“ Iya. InsyaAllah.” Jawab anak-anak kompak.
“ Juara atau tidak tetap menambah hafalan ya anak-anak sholih...” pinta Belinda.
“InsyaAllah, siap.” Jawab anak-anak selalu menyejukkan hati.
“Semoga kalian bisa mengharumkan nama sekolah ya anak-anak hebat.”
“Aamiin Ya Allah”.
“ Semoga kita bisa mengharumkan nama Ustadzah Belinda juga ya teman-teman?” Ucap Ifa.
“Aamiin Ya Robbal’alamiin...”
Ada-ada saja kelakuan mereka yang membuat Belinda tersipu malu.
“Seharum bunga mawar ya,us.” Kata Bela.
“ Tahu aja kalau ustadzah suka bunga mawar.” Balas Belinda.
“Ustadzah kan cantik seperti bunga mawar.” Ucap Ifa, Dini, dan Bela bersamaan.
“Pipinya Ustadzah merona.” Ucap Galang, Vito dan Alvis tak kalah kompaknya.
“MasyaAllah... Murid-muridnya ustadzah memang luar biasa. Pandai memuji membuat ustadzah terbang melayang -layang di angkasa”.
“ Aduh,us, jangan ,nanti jatuh,sakit.” Canda Vito.
“Makanya jangan memuji ustadzah,oke.”
Semua tertawa riang.
Anak-anak zaman sekarang bahkan wajah gurunya pun diamati apakah memakai skincare atau tidak. Efek kebanyakan nonton yang glowing-glowing di YouTube atau Tik tok.
Aksi anak-anak dihalaman parkir universitas mencuri perhatian peserta lain yang juga baru tiba dilokasi.
“ Alhamdulillah luar biasa. Bersama Ustadzah Belinda tambah semangat. Membangun generasi Qur’ani. Allahu Akbar. Yes yes yes.”
Yel-yel penyemangat yang diucapkan anak-anak dengan ceria membuat Belinda tersenyum hangat.
Satu per satu murid Belinda maju di atas panggung untuk memilih surah dari juz 30 dan juz 29 secara acak. Murid-muridnya telah berusaha semaksimal mungkin mempersembahkan Hafalan terbaiknya. Alhamdulillah berjalan dengan lancar saat sambung ayat juz 29.
Namun, murid terakhir yang tampil yaitu Ifa tiba-tiba tersendat saat membacakan surah An-Naba’ yang dipilihnya itu. Ifa pun terdiam seribu bahasa ketika melanjutkan ayat dari surah Al-Fajr. Padahal Hafalan tersebut sudah ia hafal diluar kepala. Bahkan saat sambung ayat di kelas, Ifa selalu menjadi yang paling lancar dalam menyambung ayat selanjutnya.
Sepertinya Ifa kesulitan mengendalikan rasa groginya diatas panggung. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamanya dalam mengikuti lomba. Apalagi disaksikan oleh semua peserta dari semua sekolah Islam se kota Surabaya.
Ada apa dengan anak ini? Belinda bertanya-tanya dalam hatinya.
“ Ustadzah,maaf ya.”
“Iya,gak papa, kamu sudah hebat berani tampil di atas panggung.”
“ Aku tiba-tiba lupa,us, karena dibelakang ustadzah,ada...” tiba-tiba berhenti melanjutkan kata-katanya.
“Dibelakang ustadzah ada apa,Ifa?” tanya Belinda penasaran sambil menoleh ke belakang.
“ Paling kebelet pipis kan kamu, If?” celetuk Alvis.
“ Ih, enggak,kok.”
“ Apa tenggorokanmu sakit,ya , Fa? Kemarin kan pas latihan kamu batuk-batuk terus.” Ucap Dini.
“ Enggak kok, aku sudah gak batuk lagi,sudah sembuh.”
“Lalu apa?” tanya Belinda lagi.
“ Dibelakang ustadzah ada...”
“Hantu.”canda Belinda.
“ Ah, ustadzah kok gitu.” Ifa ngambek deh.
Kemudian anak-anak berhamburan keluar ruangan untuk mencairkan suasana ketegangan yang begitu terasa di ruangan lomba ini. Aula kampus. Ada bazar jajanan di sekitar halaman luar aula tersebut. Mereka asyik jalan-jalan dan jajan sendiri tanpa didampingi Belinda.
Belinda pun mulai jenuh menunggu pengumuman juara lomba Tahfidz yang akan diumumkan satu jam lagi. Ditambah harus membalas chat dari Lia yang terus menanyakan hasil lombanya. Sehingga Belinda sibuk dengan ponselnya.
Dari arah jam 2, datang seseorang yang sangat mengejutkan hatinya.
“Assalamu’alaikum, Ustadzah Belinda.” Pria itu menyapa dengan hangat sehangat sinar matahari. Langsung duduk di kursi yang kosong di sebelahnya Belinda.
Deg. Hati Belinda pun mengenali suara familiar itu. Namun tidak berani mengangkat kepalanya untuk melihat dengan jelas pemilik suara indah itu.
Dag Dig dug. Tiba-tiba hati Belinda berdebar dengan tempo sangat cepat. Nada hatinya menjadi berirama tak beraturan.
“Wa’alaikummussalam...” jawab Belinda sambil beranjak berdiri namun dengan wajah masih tertunduk pada ponselnya.
Pria itupun ikut berdiri sehingga Belinda semakin berdebar kencang membuatnya salah kirim chat wa dan ponselnya tiba-tiba terjatuh.
Bug.
Spontan pria itu mengambilkan ponsel Belinda yang berakhir retak layarnya. Seretak hatinya yang mengalami pertemuan tak terduga itu. Tiba-tiba Belinda menangis karena hatinya masih berdebar kencang untuk Afnan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments