Pria asing itu sekarang mengarahkan perhatiannya pada Hanna. Pandangan menilai yang tampak jelas di matanya, membuat Hanna emosi.
"Kalau ada urusan, bilang la. Kalok tak ada urusan, berambus la!" ujar Hanna kasar.
"Sssttt!" tegur kepling. "Jangan cakap kek gitu! Dia ini---" Kepling menghentikan kata-katanya saat tangan orang asing itu terbuka di depannya.
"Saya Daniel, detektif swasta. Diminta Pak Kamal Prabuseno untuk mencari putrinya ... yaitu, Anda!" kata orang asing itu sambil menunjuk Hanna.
"Apa!" pekik Hanna tertahan.
Pria itu mengambil ponsel dan memeriksanya sejenak. Kemudian menunjukkan beberapa bukti yang dimilikinya.
Hanna melihat dengan jelas, sebuah foto pernikahan. Di sana ada almarhum ibunya berdiri berdampingan dengan seorang pria gagah. Keduanya tersenyum bahagia.
Detektif itu menggeser foto lain. Itu sukses membuat mulutnya terbuka. Ada foto berempat, dimana almarhum atok dan andungnya berada dalam satu bingkai dengan pasangan pengantin.
Hanna melotot melihat kedua foto itu. Tapi detektif itu tampaknya masih belum selesai. Dia terus menggeser foto-foto lain di dalam ponselnya.
Ada foto buku nikah dengan nama ibunya dan pria bernama Kamal Prabuseno, ada foto saat ibunya mengandung. Foto di depan sebuah rumah besar. Yang terakhir adalah foto bertiga, pria yang di pernikahan serta seorang bayi yang berada dalam gendongan ibunya.
"Bayi siapa yang digendong Mamak?" tunjuknya ingin tahu.
"Dirimu!" jawab detektif itu cepat.
Hanna terdiam cukup lama. Pak Kepling tak enak hati dengan tamu yang dibiarkan berdiri di halaman. Hanna bahkan mencegah mereka untuk masuk ke teras.
"Wak Ipah di mana? Baiknya kita becakap di dalam aja," saran kepling lagi.
Hanna menggeleng. "Udah malam kali, Pak'e. Andung udah tidur. Besok aja balek lagi," katanya tanpa ragu.
"Ko tak tertarek sama info yang dibawanya?" tanya kepling heran. Dia tak mengira Hanna akan bereaksi sedingin itu.
Hanna menggeleng. "Bertaon-taon awak ngarap ayah datang dan jemput kami. Tapi sampek mamak meninggal pon, dia tak muncol. Udah awak buang harapan itu. Awak tak mau ada urusan lagi sama orang tu," kata Hanna dingin.
"Ko bilang sama orang tu ya. Jan ganggu kami lagi. Biar cemana pon hidup kami di matamu, tapi kami tenang di sini!"
Sampekan kata-kataku itu. Jan ko tambah dan kurangi!" Hanna memperingatkan dengan mengacungkan jari telunjuknya. Dia lalu berjalan ke pintu pagar, dan membukanya lebar, mengisyaratkan waktu bertamu sudah habis.
"Ah ... kasar kali ko sama tamu!" sesal kepling sambil mendorong keretanya keluar halaman. Detektif swasta itu ikut keluar.
"Maaf, Pak Kepling, bukan awak tak sopan. Tapi ini udah malam. Apa kata tetangga kalok awak buka pintu untuk laki-laki jam segini? Jadi silakan besok balek lagi kalok masih ada urusan."
Hanna menutup pintu pagar besi dan memasang kuncinya. Dia berbalik dan langsung naik ke rumah. Setelah dia mengunci pintu depan, barulah didengarnya suara kereta kepling berderum pergi.
"Hah ... Ya Allah. Muncongku ini!" gumamnya sambil menepuk mulutnya. Hanna menata deburan jantungnya yang sudah seperti mau meledak.
Semenjak detektif itu bilang kalau ayahnya mencari, jantung Hanna seperti berdentam-dentam kencang. Terlebih lagi ketika melihat semua bukti di ponsel orang itu. Ada foto ibunya semasih muda di situ. Dan Hanna mengingat jelas setiap lekukan halus wajah ibunya.
Hanna mengambil cermin lipat di kamar. Selama ini dia selalu merasa tidak secantik ibunya. Sekarang, diamatinya wajah yang ada di pantulan cermin. "Betol, ada sedikit garis tegas wajah pria di foto itu di wajahku." Hanna mengingat-ingat foto yang dilihatnya di ponsel tadi.
"Apa maunya mencariku sekarang?" pikir Hanna. Ditolehnya pintu kamar andung yang tertutup. Dia khawatir, kehadiran detektif itu akan menggoreskan luka di hati andungnya.
Hanna melirik ponselnya di meja. Beberapa pesanan kue, masuk. Wajahnya tersenyum senang. "Rejeki anak sholeha," gumamnya.
*
*
Pukul setengah sepuluh pagi, Hanna sudah masuk lorong rumahnya. Dia heran melihat ada montor terparkir di tanah kosong depan petak rumahnya. Tak biasanya ada kendaraan tamu tetangga diparkir di luar rumah tujuan. Rata-rata tetangga Hanna punya rumah bagus dan pintu pagar dorong yang cukup untuk dilalui montor dan parkir di halaman rumah masing-masing.
Hanna membuka kunci pagar dan memasukkan keretanya. Terus diparkir agak ke dalam, dekat rumpun tanaman pisang batu yang mengarah ke dapur dan kamar mandi di belakang rumah.
Hanna kembali sambil menggendong kotak-kotak plastik jualannya. Dia terheran-heran melihat seorang pria sudah ikut masuk halamannya. Pria itu berdiri menunggu di muka teras.
"Bapak, detektif swasta yang datang tadi malam?" tanya Hanna memastikan.
"Ya!" sahutnya sambil mengangguk.
"Ooo ...." Hanya itu yang keluar dari mulut Hanna.
Dia bergegas naik tangga rumah. Andung pasti sudah menunggu lama. Biarpun Hanna sudah menyiapkan cemilan roti dan seteko teh di meja, tetap saja Hanna khawatir.
Dia telah berangkat sejak sebelum subuh, berbarengan dengan andungnya bangun untuk tahajud. Beberapa jam setiap pagi, pintu rumah dikunci Hanna dan andung tinggal sendirian saja.
Terkadang, andung keluar melalui pintu dapur, dan memeriksa bunga-bunganya. Dan itu jelas membuat Hanna khawatir. Memikirkan andung menuruni sendiri tangga kayu di dapur ke arah kamar mandi, membuat keringatnya menetes sebesar biji jagung.
"Assalamu'alaikum.... Andung, Hanna pulang...." begitu sapaannya saban hari.
Tak terdengar sahutan, Hanna menuju kamar andung. "Andung!" panggilnya terkejut.
Hanna berlari masuk kamar, sebab melihat andung rebah di lantai kamar. Dibantunya orang tua itu untuk bangun, agar bisa dipindahkan ke tempat tidur. Tapi Hanna tak kuat. Kekuatannya makin hilang, melihat andung kesulitan bernapas.
"Asma andung kambuh!" pikirnya cepat. Diperiksanya laci meja kecil, tempat obat asma biasa ditaruh. Hanna tak menemukannya.
"Di mana obat semprot itu!" pikirnya mulai panik.
Dia melongok ke bawah meja, tak ada. Diperiksa Hanna juga di bawah kolong tempat tidur. Mungkin alat itu jatuh saat andung memegangnya.
"Itu dia!"
Hanna menyuruk ke bawah kolong tempat tidur. Dijangkaunya alat semprot yang terpental jauh hingga ke dinding seberang.
"Dapat!" Gadis itu segera keluar dari kolong tempat tidur. Dibersihkannya alat yang berdebu itu dengan tangan gemetar.
"Bantu Andung, ya Allah...." harapnya hampir menangis.
Dicobanya menyemprotkan obat dari botol. Tapi tak ada yang keluar. Ketakutan mulai merambati hatinya. "Obat ini sudah habis. Makanya andung jatuh di lantai," batinnya penuh sesal. Bagaimana bisa, dia sampai melupakan persediaan obat andung?
Hanna berlari keluar untuk minta tolong tetangga. Namun Dia melihat detektif swasta itu masih berdiri di teras rumah.
"Tolong ... tolong Andung!" mohon Hanna dengan air mata yang sudah tumpah.
Pria itu bereaksi dengan cepat. Dia menaiki tangga batu tanpa ragu. "Di mana?" tanyanya pada Hanna yang terbengong di depan pintu.
"Hei, sadar!" Pria itu menjentikkan jari di depan wajah Hanna.
"Hah?"
Hanna tersadar dan langsung balik ke kamar andung. Pria itu mengikuti. Dengan segera dibantunya andung untuk bersandar di kepala tempat tidur.
"Ini nenekmu?" tanyanya. Hanna mengangguk khawatir. Andung masih kesulitan bernapas.
"Sakit apa?" tanya pria itu lagi.
"Asma! Tapi obatnya habis...." Hanna berurai air mata. Bayangan kepergian ibu dan kakek mulai menghantuinya.
"Andung ...," bisik Hanna sambil mengusap-usap punggung tangan wanita tua itu.
"Ayo, bawa ke Rumah Sakit!" ajak pria itu.
Dia sudah berdiri dan memapah andung ke luar kamar. Hanna menyusul dan meraih botol obat yang kosong di meja. Dia harus membeli yang baru.
Perlahan-lahan andung dipapah turun dari rumah. Setelah mengunci pintu dan pagar, montor yang membawa andung, meluncur pergi.
Ket.:
Berambus : Pergi. Dalam konteks di atas, tamu asing itu diusir pergi.
Lorong : gang.
Jan : bentuk ringkas dari jangan.
Montor : mobil
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Mr. Scary
Aku baru mulai baca yg ini, Thor. keren, dikasih keterangan kata" yg tdk biasa digunakan. jd makin mudah dimengerti pembaca lain
2022-11-07
6
Mr. Scary
wahh.. gawat klo obatnya habis
2022-11-07
6
Seruling Emas
Bab ini harusnya muncul subuh.. tp tertahan di editor, termasuk bab berikutnya. Gak tau apanya yg melanggar aturan
2022-10-04
6