Setelah melewati liku-liku jalan yang hampir serupa, di kompeks itu, akhirnya Hanna sampai di depan rumah Bu Menik.
"Assalamu'alaikum ...," panggilnya dari depan pagar besi setinggi dada.
Rumah itu asri dan rapi. Ada plang nama salon di sudut halaman, tempat Bu Menik biasa bekerja.
"Assalamu'alaikum ...," panggilnya lagi.
Seorang anak remaja menjulurkan kepala dari arah salon. "Ibu ada di sini!" ujarnya.
Hanna tersenyum lebar. Didorongnya motor ke dekat salon mungil itu. Diambilnya kotak kue yang dipesan Bu Menik tadi dan dibawanya masuk ke dalam salon yang pintunya terbuka lebar.
"Assalamu'alaikum, Bu ...," panggilnya lagi.
"Ah, Hanna! Ada apa?" kali ini yang muncul adalah suami Bu Menik.
"Ibu ada Pak? Awak mo ngantarkan kue pesanan!" jawab Hanna.
"Oh, kek gitu. Berapa semuanya?" tanya pria itu.
"Cuman dua puluh lima ribu aja, Pak," jawab Hanna sopan.
"Sekejap ya ...." Pria itu mengeluarkan dompet dari sakunya dan membayar kue Hanna.
"Ini!" Diserahkannya uang lima puluh ribuan.
Hanna dengan cekatan mengambil kembalian. "Ini kembalinya, Pak. Terima kasih!"
Hanna menyerahkan kotak kue yang dipegangnya pada pria itu. Kemudia berpamitan sambil sedikit menganggukkan kepala. "Permisi."
Ana keluar dari teras salon dan lanjut pulang ke rumah. Sekarang sudah pukul delapan lewat. Kasihan andungnya jika dia terlambat pulang. Tak ada yang akan menyiapkan makan.
Seperempat jam kemudian, dia telah tiba di rumah tua andungnya. Rumah panggung gaya lama. Berdinding kayu yang sebagian besar sudah lapuk dan harus diganti.
Setelah memarkirkan motor butut itu dekat pohon pisang, Hanna melepaskan ikatan kotak-kotak plastik itu. Kemudian mengangkatnya menaiki tangga rumah.
"Assalamu'alaikum, Andung ... Hanna pulang!" lapornya begitu membuka kunci pintu.
"Kok sunyi kali?" pikirnya. Diletakkannya kotak plastik itu di meja kayu, ruang tamu. Dia bergegas mencari andung di kamar. Tapi tak ditemukannya.
"Andung, Andung di mana?" Hanna mulai khawatir.
Dicarinya andung ke kamar sebelah yang telah kosong ditinggal penghuninya. Benar saja. Andungnya tertidur di tempat tidur ibu Hanna.
Hanna melihat andung dengan perasaan sedih. Ada sisa air mata yang mengering di pipi tua dan keriput itu. Wanita tua itu pasti sedang merindukan putri tunggalnya yang telah tiada. Hanna tak ingin mengganggu tidur orang tua itu. Dia membalikkan badan, dan meninggalkan kamar itu dengan hati-hati.
Hanna mengambil bungkus lontong dan menikmati sarapannya dengan lahap. Lontong kuah sayur tauco, dicampur bihun goreng, sambal tempe dan teri kacang, serta kerupuk merah. Itu makanan favoritnya untuk sarapan. Hangat, lezat dan yang penting, mengenyangkan!
Usai sarapan, dilihatnya andung masih tidur memeluk guling. Hanna keluar kamar lagi.
"Waktunya nyuci!" pikirnya.
Gadis bergegas ke dapur dan membereskan semua peralatan makan, dibawa ke kamar mandi dan dicuci. Sudah terlanjur bermain air, Hanna sekalian mencuci pakaian mereka berdua.
Tangannya lincah menarik tali timba. Senandungnya terdengar riang. Diisinya penuh semua ember dengan menimba air di perigi.
Satu jam kemudian, semua pun selesailah. Hanna naik ke rumah setelah menjemur pakaian.
"Andung ... ayok sarapan. Hanna suapin," bujuknya lembut, sambil meletakkan tangan di punggung wanita tua itu.
Andungnya membuka mata karena merasakan sentuhan di punggungnya. "Saatnya makan," kata Hanna lembut, sambil memberi isyarat makan.
Andung memang sudah agak kurang pendengarannya. Tapi Hanna tak mau menambah volume suaranya agar dapat didengar nenek. Dia lebih memilih menambahkan isyarat dalam perkataannya, agar andungnya mengerti. Andung mengangguk dan patuh dibimbing Hanna ke ruang tamu lalu duduk menunggu.
"Apa Andung rindu sama Ibu?" tanya Hanna. Wanita tua itu hanya mengusap-usap kepala Hanna sebagai jawaban. Matanya sedih.
"Kalau Andung tak ada, Kau macam mana ...," ujarnya dengan suara lemah penuh kekhawatiran.
"Andung akan panjang umur, melihat Hanna menikah dan punya cucu yang banyak," hiburnya.
"Andung mau punya cucu berapa?" tanya Hanna tanpa berpikir.
"Ziarah!" kata Andungnya.
"Andung mau ziarah? Ke tempat Atok dan Ibu?" tanya Hanna.
andungnya terus mengangguk-angguk. "Ziarah," ulangnya lagi.
Hanna mengangguk. "Habiskan dulu sarapan, teros Hanna mandikan Andung. Baru kita pigi ziarah." ujarnya. Senyum Hanna mengembang melihat wanita tua itu membalas dengan senyuman pula.
"Assalamu'alaikum, Pak Cek," Hanna memberi salam di telepon.
"Wa'alaikum salam. Ada apa, Hanna?" tanya suara di seberang.
"Andung mau ziarah ke makam Atok dan Ibu. Bisa Pak Cek antar kami naek becak?" tanya Hanna pada Pak Cek Indra.
"Bisa! Ko tunggu aja di sana. Bentar Pak Cek sampek!" hubungan telepon itu terputus.
Hanna membawa andung turun ke teras bawah. Menutup dan mengunci pintu. Memetik beberapa bunga melur dan kenanga kesukaan andungnya di halaman.
Tak menunggu lama, suara becak motor Pak Cek Indra terdengar. Hanna mengangkat kepalanya kemudian membantu neneknya turun dari rumah dan berjalan ke arah becak.
Pak Cek Indra turun dari becaknya dan membantu wanita tua itu. "Apa Uwak rindu sama mantan pacar?" seloroh Pak Cek Indra dengan nada suara sedikit tinggi, agar didengar nenek.
"Hehehe ...." Andung terkekeh mendengar pertanyaan itu. Dengan hati-hati Hanna membimbing andungnya naik ke becak. Kemudian duduk di samping andung dan siap meluncur.
"Kita berangkat ya Wak," kata Pak Cek Indra. Becak pun meluncur keluar lorong, menuju tempat pemakaman umum.
Ini adalah rutinitas Hanna lainnya. Selain mengantar andungnya memeriksakan dada dan kakinya yang sering sakit, Maka Hanna akan mengantar ziarah, kapanpun andung ingin pergi. Urusan lain akan ditunda hingga tiba waktu andungnya beristirahat.
*
*
Dengan telaten Hanna membersihkan rumput-rumput yang dalam dua minggu, telah tumbuh subur kembali. Andung sedang khusuk berdoa. Wajah tua itu sedih, namun tak ada setetespun air mata yang jatuh. Terlihat sekali, wanita tua itu berusaha tegar menerima takdir.
Hanna menunduk menyembunyikan tangisnya. Menaburi makam atok dan ibunya yang terletak bersisian, dengan bunga melur dan kenanga.
"Ibu, Hanna akan selalu menjaga andung. Hanna tidak akan lagi menyusahkan andung dengan pertanyaan tentang ayah. Maafkan Hanna yang terus melukai hati ibu," bisiknya sambil mengelus batu makam.
Hanna merasa menyesal. Sedikit banyak, sikap keras kepalanya lah yang telah membuat ibunya sakit-sakitan. Hampir tiap waktu diteror Hanna dengan pertanyaan tentang ayahnya. Ibunya tak pernah sempat memulihkan luka hatinya, karena terus saja diingatkan oleh putrinya sendiri.
Puncak semua kenakalan Hanna adalah setelah tamat SMA. Hanna berniat meninggalkan rumah, untuk mencari sendiri siapa ayahnya, dan memintanya membiayai kuliah Hanna, karena ibunya tidak mampu.
Dan itu telah menjadi pukulan terbesar bagi wanita rapuh itu. Ibunya ditemukan pingsan di pabrik tempatnya bekerja. Meski telah dirawat di rumah sakit, namun di hari ke dua, ibunya pergi untuk selamanya. Itu adalah titik balik dari seorang Rihanna yang keras kepala, berubah jadi gadis patuh, penuh tanggung jawab dan sabar.
Hanna terpukul dan menyesali setiap perbuatannya, setiap kata pedas menusuk yang melukai hati ibunya sendiri. Hanna mengingat-ingat kalimat penting yang terus diulang-ulang ibunya, setiap kali dia bertanya dengan nada marah dan tak puas.
"Demi hidupmu, kebaikanmu, dan kebahagiaanmu, makanya ibu membawamu pergi."
Hanna tidak pernah tau rahasia apa yang disimpan Ibu, Andung dan Atoknya. Tak seorang pun dari mereka bersedia mengatakan hal yang sebenarnya. Atok membawa pergi rahasia itu ke liang lahat lebih dulu. Kemudian Ibunya juga menyusul pergi.
Hanna menoleh pada neneknya yang telah selesai berdoa. Dia takkan sanggup menanyakan hal itu lagi pada nenek. Hanna tak ingin kehilangan satu-satunya kerabat yang dimilikinya.
Sekarang adalah waktunya untuk berbakti pada nenek. Yang selain itu, harus dilupakan. Dia juga sudah tak hendak kuliah lagi. Sudah sibuk dengan pekerjaannya dan mengumpulkan rupiah.
Hanna menarik sudut bibirnya lebar. "Andung sudah puas curhat sama Atok?" tanyanya jahil.
"Hehehee ...." Neneknya terkekeh sambil mengusap-usap rambut Hanna.
"Andung mau ke mana lagi? Tu ... Pak Cek Indra masih nunggu!" Tunjuk Hanna ke arah becak di jalan keluar.
"Mie sop," celetuk andungnya.
"Andung mau makan mie sop? Ayoklah. Hanna pun kepingin jugak."
Keduanya keluar dari pemakaman sambil bergandengan. Hanna berceloteh riang tentang banyak hal. Agar andung tidak lagi banyak pikiran.
*
Ket:
Andung : nenek
Atok : Kakek
Uwak : panggilan untuk orang yang lebih tua dari orang tua kita.
Pak Cek/Mak Cek : panggilan untuk yang lebih muda dari orang tua kita.
Perigi : Sumur
Mie sop : jajanan berkuah kaldu dengan isi mie dicampur potongan ayam kampung.
************
Note: Jangan lupa kasih rate bintang ⭐, tap ❤ favorite, like 👍, gift🌹 dan komen yaa.. Dan menangkan give away-nya..
Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
rama
jadi kayak misoa yah thor?
2024-12-26
1
Mr. Scary
Ini enak ya Thor?
2022-10-17
8
tehNci
Asyiiik..belajar bahasa daerah lain. Makasih otor,,,,😘
2022-10-03
8