Sore hari yang tenang. Hanna sedang menyapu halaman rumah yang dipenuhi daun rambutan kering. Pohon itu menghasilkan banyak sampah daun jika tak sering disapu.
Didengarnya pintu pagar berbunyi, disertai suara salam dari orang yang sangat dikenalnya. "Hanna ... assalamu'alaikum!"
Hanna pergi ke halaman depan. "Wa'alaikum salam. Masok aja, Ta. Biar kuangkat dulu jemuran ni!" ujar Hanna.
Temannya yang di depan pagar, menyungkit pengait pintu pagar agar terbuka. Juwita masuk bersama keretanya. Kemudian ikut parkir di halaman, di bawah jendela ruang tamu.
"Andung kok temenong di jendela?" sapa Juwita ramah pada andung yang mengawasinya masuk dari jendela ruang tamu. Dia turun dari motor dan mengambil plastik asoy dari setang kereta.
Gadis itu lincah menaiki tangga rumah. "Assalamu'alaikum, Andung," salamnya dengan suara sedikit keras, agar terdengar oleh andungnya Hanna.
Andung menoleh padanya dan tersenyum. "Wa'alaikum salam. Masuklah!" panggil andung.
Juwita masuk dan duduk di kursi depan orang tua itu. "Awak bawa kueni. Tulang bawakkan dari kampong. Habis panen dia." Gadis itu meletakkan tas plastik yang yang dibawanya.
Tangan keriput andung membuka plastik dan tersenyum. Harum kueni menerbitkan air liurnya. Ditolehnya ke bawah jendela. Hanna masih sibuk di halaman.
"Hanna!" panggilnya sambil melambaikan tangan.
Hanna melihat ke atas, andung melambaikan tangan, memanggilnya.
"Iya," ujarnya.
Dengan berlari kecil, gadis itu menaiki anak tangga. Dalam sekejap dia sudah sampai di sana, ingin bertanya apa yang diinginkan andungnya. Tapi aroma harum yang khas telah membuatnya mengerti.
"Andung mau Hanna kupaskan kueni?" tanyanya. Andung mengangguk.
Hanna berjalan ke ruangan dalam dan meletakkan kain cuciannya. Dia langsung ke dapur mengambil mangkok plastik yang diisi air, piring serta pisau. Semua itu dibawanya ke depan.
Ruang tamu itu kini semerbak dengan aroma wangi khas kueni. Hanna senang melihat andungnya mengambil buah yang sudah diirisnya dari piring dan masuk ke mulut, lalu dikunyah pelan-pelan dengan gigi ompongnya.
"Apa besok Ko ada acara?" tanya Juwita.
"Kalau pagi, Ko kan tahu awak ambil kue. Trus besok giliran di pekan 18 awak jualannya. Jam sembilan atau sepuluh baru sampek rumah." Hannya menjelaskan. "Ada apa rupanya?"
"Apa tak bisa Ko lebih cepat balek? Jam delapan ada pelatihan masak kue di balai desa!" ujar Juwita.
"Wah ... awak mau laa ikot. Tapi kalok pagi kali, tak mungkin la. Jam delapan dimulai, berarti awak mesti pulang jam tujuhan. Padahal pekannya baru buka jam segitu. Tak bisalah!" tolaknya langsung.
"Sayang kali kalok Ko gak ikot. Kabarnya yang dapat pelatihan bisa ajuin ijin usaha kuliner. Dibimbing sampek bisa, katanya." Juwita menjelaskan.
"Kata siapa?" tanya Hannya dengan mulut tertutup biji kueni yang sedang dihisapnya hingga tetes terakhir.
"Jangan kek gitu kali laa, Ko makannya. Masih ada pon itu yang belom dikupas!" repet Juwita melihat tingkah temannya.
"Tinggal sebijik. Buat andung nanti. Ko pun bawaknya sikit kali. Udah tau enak!" canda Hanna.
"Ko ini, kebiasaan kali la." Dengan kesal, Juwita merampas biji kueni yang masih dipegang Hanna.
"Ini, masokkan tempat sampah! Bukan masok mulot lagi!" repetnya kesal sambil memasukkan biji kueni ke plastik sampah.
Hanna dan Andung tertawa melihat Juwita yang kesal. Diangkatnya plastik itu ke dapur, dan membuangnya ke tempat sampah. Juwita sudah hapal rumah ini, saking seringnya datang bertandang. Mereka jadi kawan dekat dan akrab sejak SMP.
"Jadi kek mana besok?" desak Juwita lagi. Atau, liburlah jualan sehari." Idenya muncul.
"Mau makan apa kami, kalau awak libur jualan?" tanya Hanna yang sudah kembali dari mencuci tangan dan mulutnya. Dibersihkannya juga tangan dan mulut andung.
Juwita terdiam. Dia sangat tahu beratnya kehidupan Hanna. Kawannya itulah tulang punggung keluarga ini.
Melihat kawannya murung dan kecewa, Hanna justru menghiburnya dengan senyuman. "Gosah Ko sedih kali kek gitu. Kalau tak bisa, artinya bukan jalan rejeki kami. Gitu kata ustazah Iin kemarin di langgar!"
"Pigi ngaji nya ko sekarang?" tanya Juwita dengan mata membulat tak percaya.
Hanna menggeleng. Awak dengar dari halaman langgar. Pas ngantar pesanan kue ke tempat emaknya Deni yang jadi pengurus pengajian," sahut Hanna jujur.
Juwita mendesah. "Hah ... kukira angin apa yang biken Ko pigi ngaji ke langgar," ejeknya sambil tertawa.
"Aku balek la ya. Udah mo magrib," pamit Juwita. "Aku pulang, Andung." Juwita mencium tangan wanita tua itu.
"Kalau ada info laen, sms awak ya," pesan Hanna.
"Iya, nanti ku sms," Angguk Juwita, kemudian menuruni tangga.
Kesulitan Juwita membantu bisnis Hanna, juga karena gadis itu tak punya ponsel yang memadai untuk bisa ikut jualan online seperti yang sedang booming saat ini.
Lepas mengaji magrib, Hanna membuat nasi goreng untuk makan mereka berdua. Selain kata-kata Hanna, tak terdengar suara lain. Andung sudah menguap sejak masuk waktu Isya. Hanna menemaninya hingga tertidur.
Dia keluar kamar, saat mendengar ponsel berdering. Panggilan dari nomor tak dikenal. Hanna mengangkat telepon. "Hallo!" sapa Hanna.
"Hanna, ini pak kepling. Bapak mau tanya. Apa benar almarhum ibumu namanya Sarita?" tanya suara di seberang.
"Iya, Pak. Ada apa ya?" tanya Hanna heran.
"Andung namanya Saripah kan?" tanya kepling lagi.
"Betol, Pak. Ada apa?" Hanna bertanya sekali lagi. Rasa penasaran mulai muncul di hatinya.
"Ko tunggu di rumah. Bapak mau ke sana sekarang!" kata kepling lagi. Kemudian telepon dimatikan.
"Kok hati jadi tak enak gini ya?" gumam Hanna. Dilihatnya Andung yang tertidur dengan damai.
Sembari menunggu kepling, Hanna membuka pesan-pesan masuk. Ada beberapa pesanan kue yang harus diantarkan esok hari. "Alhamdulillah," lirihnya penuh rasa syukur.
"Assalamu'alaikum!" terdengar panggilan dari halaman. Hanna bangkit dari duduknya dan melihat pintu pagar, melalui jendela kaca. Ada sebuah kereta berhenti di depan pagar yang terkunci.
"Hanna, ini Pak Kepling!" seru pria setengah baya yang sekarang sudah turun dari motornya.
Hanna mengambil bergo usang dan memasangnya di kepala. Rangkaian kunci sudah ada di tangannya. "Ya, tunggu!" sahutnya.
Gadis itu membuka kunci pintu. Lalu turun ke teras mungil, baru berjalan ke pintu pagar.
"Ada apa, pak?" tanya Hanna sopan. Dia tidak serta merta membuka pintu pagar. Ini sudah malam, dan andung sudah tidur.
Pak Kepling sepertinya memahami keengganan Hanna membuka pintu. "Ada tamu jauh yang datang dari Jakarta, dia mencarimu. Bisakah kita bicarakan di teras?" tawar kepling bijak.
Hanna menoleh ragu ke terasnya. tak ada bangku untuk duduk di situ. Hanya ada bok batu setinggi pinggulnya, mengelilingi teras. Dan bok itu sudah dikuasai oleh pot bunga kesayangan andung.
"Masuklah ...."
Hanna membuka kunci pagar dan membuka pintu pagar. Membiarkan dua orang itu masuk. Pak Kepling membawa masuk motornya, sementara tamu jauh yang disebutnya itu, mengiringi dari belakang.
Orang itu memperhatikan rumah itu tanpa sungkan. Lagaknya seperti seorang pengawas ujian yang sedang memeriksa lembar jawaban siswa dan memberi nilai buruk.
Hanna tersinggung melihat ketidak sopanan orang asing itu. Alisnya mengerut dan cemberut. Dia berdiri tepat di depan jalan masuk ke teras, menghadang keduanya untuk melangkah lebih jauh.
Pandangan tak senangnya tidak disembunyikannya pada pria yang mencoba menilai rumahnya.
"Tak perlu ko tengok-tengok kali. Rumah ini tak kujual!" kata Hanna ketus.
Kepling menyadari rasa tidak senang Hanna dari suara dan wajahnya. Digamitnya lengan orang asing itu untuk menyadari situasi.
"Bapak ini bukan mau beli rumahmu," kata kepling meluruskan penilaian Hanna.
"Tros, mo apa datang malam-malan dan mengamati rumah kami? Apa dia mau mencuri setelah Pak Kepling pergi?" tuduh Hanna.
"Bukan begitu juga. Bisakah kita bicara di dalam?" tawar kepling itu kehabisan kata membujuk.
"Sudah malam pak'e." Tolak Hanna tegas.
Pria asing itu sekarang mengarahkan perhatiannya pada Hanna. Pandangan menilai yang tampak jelas di matanya, membuat Hanna emosi.
*
*
Ket.:
Bertandang : bertamu.
Ko : Bentuk ringkas dari kau.
We : Semacam seruan, hei.
Kelen : kalian.
Repet - merepet : omel - mengomel.
kereta : motor.
Becak : kendaraan roda tiga dengan motor sebagai penggerak.
Tulang : paman
Awak : saya.
Pekan : pasar mingguan.
Kueni : sejenis mangga.
Kepling : Kepala Lingkungan (Semacam RW)
Bok : bentuk ringkas dari tembok yang dibangun rendah. Biasa dibangun mengelilingi teras dengan fungsi serba guna. Fungsi utama, menghalangi orang langsung ke muka rumah, bisa juga jadi tempat duduk atau untuk menempatkan tanaman hias.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
rama
kueni itu buah mangga ?
2024-12-26
1
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
waah.. nambah kosakata baru 😍 biasanya tau bahasa jawa dan sunda aja 🙊🙈
aku baca nya serasa dengan logat medan bah 😁😂
2023-04-19
3
salimah
ceritanya seru
2022-11-08
7