Sulis hanya menatap punggung adiknya yang semakin mejauh, bahkan sudah menghilang di balik pintu, ia merasa kesal dengan ucapan dari adiknya, ia merasa adiknya itu seolah-olah sedang mengancamnya. Anisa mendekati putrinya yang masih menatap nanar ke lantai dua dengan tangan kiri yang terkepal kuat.
"Nak."
Sulis tidak mejawab panggilan dari Bundanya, ia masih menatap nanar ke arah lantai dua. Anisa memegang bahu kiri putrinya.
"Apa yang di bilang adikmu memang benar nak."
Kini Sulis menyadari kalau ada Bundanya di sampingnya, ia menatap ke arah Bundanya, tanpa mau berbicara.
"Bunda tidak suka kamu menghina pisik nak Arkan, Bunda tidak pernah mengajari itu nak, apa kamu tidak sedikit pun merasa iba, saat kamu menghina nak Arkan? Lalu Keyla menangis karena ucapanmu? Bahkan kamu tidak mau minta maaf karena telah membatalkan pernikahan sepihak. Bunda malu nak, Bunda merasa kalau Bunda sudah gagal mendidik putri Bunda, bukan hanya gagal dalam penampilan, tapi Bunda juga gagal mendidik tutur bahasa kamu untuk lebih baik lagi."
"Kenapa Bunda bilang seperti itu? Sedangkan dulu adek terjun bebas Bunda tidak pernah marah pada adek, tapi sekarang cuma kata-kata saja Bunda kecewa sama Sulis? Sulis merasa kalau Bunda itu menyayangi putri Bunda sepihak!"
"Jangan sangkut pautkan dengan masalah adikmu nak, adikmu sekarang sudah mendapatkan hidayah, sudah hijrah, jadi Bunda minta jangan pernah bahas masa lalu adikmu. Sekarang adikmu sudah berubah menjadi lebih baik, Bunda tidak pernah membeda-bedakanmu, hanya saja Bunda tudak suka tutur katamu."
Sulis hanya bisa menghela nafas kasar, ia juga sebenarnya tidak pernah membenci adiknya, dulu ia akan melakukan apa pun demi membuat adiknya senang, hingga sekarang pun ia akan selalu mejadi kaka yang baik untuk adiknya, tapi menurut ia ucapan dari adiknya sudah sangat keterlaluan, ia tidak suka di nasehati anak kecil seperti adiknya, yang belum tau apa-apa tentang kehidupan, belum tau pahit getir cacian dari orang-orang.
"Nak, yang di katakan adikmu ada benarnya, kamu berpikirlah dua kali sebelum mengambil keputusan, Bunda tidak ingin kalau kamu sampai menyesal, karena kalau kamu menyesal setelah nak Arkan menikahi adikmu, itu sudah terlambat nak. Bunda tau kamu sangat mencintai nak Arkan, pikirkanlah nak, masih ada waktu untuk kamu berpikir."
Anisa mengelus lembut kepala putrinya, lalu ia langsung pergi ke kamar tanpa mau mendengar jawaban dari putrinya. Sulis jadi dilanda rasa galau. Bunda dan adiknya berbicara yang sama.
"Apa aku akan menyesal?" batin Sulis
Setelah mengatakan itu Sulis langsung pergi ke kamarnya dengan perasaan bingung yang menyelimuti hatinya. Suci berdiri di depan kaca, matanya menatap nanar perkebunan sang Bunda yang banyak bermacam buah-buahan dan bunga-bunga di sana, dengan pikiran yang kecewa.
"Kak, rasanya sangat sakit saat kaka mengingatkan Uci pada masa lalu Uci, kenapa setega ini kak, kenapa seolah-olah masa lalu Uci itu sangat mejijikan, hingga ucapan yang benar saja tidak kaka dengar karena Uci memiliki masa lalu yang begitu bebas. Uci tau, seberapa pun Uci berubah, Uci akan terlihat buruk saat orang lain tau masa lalu Uci seperti apa, tapi Uci tidak pernah membenci masa lalu Uci, justru Uci bersyukur karena masa lalu itu bisa membuat Uci kembali ke jalan yang benar." batin Suci
Air mata Suci terus mengalir deras, setiap kali ia mengingat masa lalunya, ia akan mengeluarkan air mata, ia bahkan merasa kalau ia begitu banyak dosa yang ia buat di masa lalu. Tidak sampai di situ ingatan Suci, bahkan ia mengingat ucapannya yang menyanggupi pernikahan itu
"Sanggupkah hamba membuka lembaran baru? Jika memang ini yang terbaik untuk hamba, berilah ke ikhlasan dalam hati hamba ya Allah, jangan biarkan banyak orang yang terluka karena pernikahan ini." batin Suci
Suci memang sangat berat menerima pernikahan ini, walau pun ia sudah sering belajar tentang semua yang ada dalam aturan agama dengan mudah, tapi ia hingga saat ini masih belum bisa belajar tentang ikhlas dan mengikhlaskan. Contohnya cintanya pada Gus Ali, walau pun ia melangkah mundur setelah tau lelaki yang di cintainya adalah seorang Gus bukan hanya seorang ke tua dewan santri, tapi bukan berarti hatinya itu sudah tidak mencintai Gus Ali, ia hanya belajar mejadi wanita sholehah, walau pun jejak di masa lalunya itu tidak akan pernah bisa ia hapus. Suci terduduk di lantai, ia masih menatap nanar keluar, perasaan bingung menyelimutinya. Tiba-tiba Suci mendengar sura ketukan pintu dari luar.
Tok-tok.
Suci langsung berdiri, ia langsung berjalan ke arah pintu. Setelah membuka pintu, ia melihat Bundanya yang berdiri di depan pintu.
"Boleh Bunda masuk?"
Suci hanya mengangguk pelan, ia membiarkan Bundanya masuk. Setelah mereka duduk di sofa, Anisa menatap putrinya yang sudah tidak memaikai cadar ada bekas tangisan di sana.
"Jangan pernah kamu terlihat buruk atas semua yang sudah terjadi di masa lalu nak, teruskan hijrahmu, Bunda percaya kalau kamu bisa terus berubah menjadi semakin lebih baik lagi."
Suci mengangguk pelan, ia yakin kalau ucapannya bersama kakanya itu di dengar oleh Bundanya.
"Setiap orang pasti memiliki masa lalu yang buruk nak, benar apa kata kamu yang di ucapkan pada kaka kamu, kamu memang tidak bisa menghapus masa lalu, tapi kamu bisa belajar untuk lebih baik, itu sudah benar nak, itu adalah kunci utama di hati kamu, jangan melihat masa lalu yang begitu kelam. Bunda sangat bangga memiliki putri sepertimu."
Lagi-lagi Suci hanya menjawab dengan anggukan kepalanya.
"Nak, Bunda mau tanya apa kamu menerima nak Arkan atas rasa kasihan dan iba padanya?"
Pertanyaan Bundanya mampu membuat Suci tidak bisa mejawab, bahkan sekedar mengangguk saja ia tidak bisa, ia memang tidak bisa melihat orang lain bersedih, terutama melihat Keyla, ia tidak bisa melihat orang tua menangis karena ucapan kakanya yang terus menghina Arkan.
"Nak, kalau kamu tidak yakin dengan pernikahan ini, jangan memaksakan diri kamu. Bunda siap bersujud pada mereka untuk minta maaf karena putri-putri Bunda tidak ada yang mau menikah dengan nak Arkan."
Suci langsung memegang ke dua tangan Bundanya sambil tersenyum.
"Jangan pernah bersujud di depan siapa pun selain ya Rabbnya Bund, insya Allah Uci ikhlas Bund. Uci anggap kalau kak Arkan adalah imam untuk menyempurnakan agama Uci. Bunda juga tau, setiap langkah yang Uci ambil, Uci tidak pernah berhenti di tengah jalan. Uci selalu melangkah maju apa pun yang sudah menjadi keputusan Uci. Uci hanya berharap kalau kita suatu saat saling mencintai karena Allah."
Anisa mengelus lembut pucuk kepala putrinya yang masih tertutup hijab, ia tidak pernah menyangka kalau putrinya yang baru saja menginjak usia 19 tahun itu mampu berpikir dewasa, bahkan pikiran dan wawasanya lebih luas dari pada pikiran ia.
"Jalan apa pun yang akan kamu ambi Uci, Bunda selalu mendukungmu dan mendo'akanmu nak."
"Terima kasih selalu mendukung keputisan Uci, Bunda."
"Sama-sama nak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Yuliati
author lulusan pondok ini jd nambah ilmu agamaku
2023-05-28
1
Ummi Alfa
Uci....aku juga dukung apapun keputusanmu.
2023-02-08
1
N. Mudhayati
hadir lagi nih kak... 🤗💪
2023-01-24
1