Senyuman Arkan terbit di bibir tipisnya, begitu pun senyuman ke dua orang tua Arkan. Sulis baru pertama kalinya melihat senyuman berbeda dari Arkan, senyuman kebahagian di sana, selama 2 tahun ia menjalin hubungan status sebagai kekasih dari Arkan, Arkan tidak pernah tersenyum sebahagia itu, ada rasa sakit di hati ia, saat melihat Arkan tersenyum oleh adiknya.
"Uci, saya tanya untuk sekali lagi, kamu siap mejadi istri saya dan menerima semua kekurangan saya?"
Arkan bertanya sekali lagi, ia ingin memastikan kalau jawaban Suci mantap dari hati juga, bukan sekedar dari ucapan Suci saja.
"Uci siap kak."
Arkan ingin sekali menatap mata Suci, benarkah Suci menerima dari hatinya? Atau Suci hanya menerimanya karena kasihan?
"Uci bisa kamu tatap mata saya?"
Suci menggelengkan kepalanya pelan.
"Maaf kak, kaka masih bukan makhrom Uci, Uci tidak bisa menatap kaka, Uci takut khilaf dan mejadi zina mata."
Arkan hanya menganggukan kepalanya pelan, sambil terus berpikir, apa ia cocok bersama Suci yang kepriadiannya bertolak belakang, ia adalah orang yang begitu banyak dosa, ia terjun ke dunia bebas, walau pun tidak pernah bersama wanita malam, tapi ia selalu saja minum bir, mabuk-mabukan adalah kebiasaannya, bahkan sekarang ia lumpuh, semakin tidak pantas saja dengan kepribadian Suci. Sebenarnya Arkan bukan lelaki seperi itu dulu, walau pun ia tidak terlalu tau tentang agama, tapi ia bisa mengaji. Namen kematian papanya mampu membuar Arkan terjun bebas ke dunia hitam.
"Uci, usia saya sama kamu beda 9 tahun."
"Uci tau kak."
Arkan tersenyum saat mendengar jawaban dari Suci. Kini mereka memutuskan untuk berpamitan, karena sudah jelas.
"Nak Suci, kita semua pulang dulu, terima kasih sudah mau menerima Arkan, besok tante akan kirimkan gaun pengantinmu, kamu nanti coba, kalau pas kamu hubungi tante, nomer telponnya Anisa juga punya."
"Iya tante, Uci percaya ini adalah takdir, jadi tante jangan pernah berterima kasih dengan Uci."
Mereka berdua keluar untuk mengantarkan tamu, sedangkan Sulis masih diam terpaku, ada rasa penyesalan di hatinya saat menyuruh adiknya menikahi lelaki yang di cintainya, tapi rasa malunya terlalu tinggi, hingga ia tidak bisa menerima keadaan Arkan. Keyla langsung memeluk Suci, ia sangat bahagia, ia berharap putranya mampu mencintai Suci. Suci adalah Gadis yang sangat baik menurut Keyla, tutur katanya dari tadi saat berbicara, mampu membuat hatinya tegar. Setelah itu mereka melepaskan pelukannya.
"Nak Uci, sekarang kamu panggil tante dengan panggilan mama seperti Arkan, di biasakan dari sekarang nak."
"Iya ma."
Anisa tersenyum saat putrinya memanggil mama pada Keyla, ia berharap kalau putrinya menerima Arkan dengan tulus, bukan semata-mata rasa iba pada Arkan, setidaknya walau pun putri pertamanya menyakiti hati Arkan, ada putri ke dua yang menerima Arkan dengan tulus.
"Kamu juga harus di biasaain panggil om dengan panggilan papa."
Bagas berbicara sambil tersenyum, selama ia menikah dengan Keyla, ia belum pernah melihat Arkan tersenyum bahagia, biasanya Arkan akan tersenyum dengan seperti terpaksa, tapi kali ini berbeda, ia akhirnya bisa melihat senyuman kebahagiaan dari putra tirinya.
"Iya papa."
Kini Keyla menatap ke arah Anisa.
"Anisa, aku pulang dulu, terima kasih telah membiarkan Arkan tetap menikah, walau pun tidak dengan Sulis, saya tetep bahagia."
"Iya Key, tidak perlu berterima kasih, takdir sesaorang hanya Allah yang tau."
"Saya pamit."
"Iya hati-hati."
Bagas membantu Arkan untuk masuk ke dalam mobil, lalu langsung melajukan mobilnya. Setelah mobil itu melaju, Suci berjalan masuk ke dalam rumahnya di ikuti oleh Bundanya yang jarak jauhnya lima langkah dari Suci. Suci yang melihat kakanya akan menaiki tangga, ia langsung memanggil kakanya dengan berlari kecil
"Tunggu kak."
Sulis yang mendengar ucapan dari adiknya, ia langsung membalikan tubuhnya menunggu adiknya yang sedang berlari kecil.
"Kak, kenapa kaka menghina kak Arkan? Bunda tidak pernah mengajarkan kita untuk menghina pisik sesaorang. Bahkan kaka tidak minta maaf sekali pun saat kaka membatalkan pernikahan sepihak, kenapa kak? Kenapa kepribadian kaka berubah? Ini bukan kaka Uci yang Uci kenal dulu?"
Sulis tersenyum menyeringai saat mendengar ucapan dari adiknya.
"Lalu apa kamu saat itu mabuk-mabukan di ajari oleh Bunda? Tidakkan?! Bunda tidak pernah mengajari itu pada kita, kita itu sama tidak jauh beda, sama-sama salah! Dan semua orang itu pasti berubah dek, termasuk kamu! Kamu jangan pernah ikut campur masalah kaka, kamu tau apa tentang masalah kaka dan kepribadian kaka?! Kamu merasa pintar setelah kamu sudah di pesantren 3 tahun?! Dan melupakan siapa kamu sebenarnya?!"
Anisa hanya diam, ia menatap ke dua putrinya yang sedang berdebat, tanpa mau mejadi penengah, karena ia percaya kalau putri ke duanya itu bisa mewakili setiap ucapannya.
"Maksud kaka apa?"
"Kamu jangan pura-pura baik dek! Kamu itu bahkan dulu lebih liar dari pada kaka! Kamu bahkan pergi ke bar dan mabuk-mabukan, tapi kamu sekarang bisa-bisanya menasehati kaka! Apa kata-kata kamu itu sudah benar?!"
Ada rasa sakit di hati Suci, saat masa lalunya seperti mejadi senjata oleh kakanya sendiri, ia sadar, seberapa berubah pun keperibadiannya, ia tidak akan pernah bisa menghapus masa lalunya, ia hanya bisa belajar dari masa lalu untuk lebih baik lagi.
"Tapi setidaknya Uci tidak pernah menyakiti hati sesaorang sampai menangis kak."
"Kamu memang tidak pernah menyakit orang dengan kata-kata tajammu, tapi kamu pernah membenci Allah, apa kamu masih mau bilang kalau kamu lebih baik dari kaka?!"
Suci hanya bisa beristighfar, kalau ia terus meladeni perdebatan yang tidak penting dengan kepala yang berpikir emosi, ia dan kakanya tidak akan pernah menemukan solusi yang baik.
"Kak, Uci tidak bisa menghapus masa lalu Uci, tapi Uci bisa belajar untuk lebih baik lagi dari masa lalu, jangan pernah mengatakan masa lalu Uci sebagai senjata untuk melawan di setiap kata Uci."
Setetes air mata Suci membasahi pipi, bersyukur ia masih memakai cadar, kalau tidak ia akan di anggap cengeng oleh kakanya, memang setelah ia belajar untuk lebih baik lagi, maka keburukan di masa lalunya adalah kelemahannya.
"Uci cuma mau bilang kalau Uci memberikan kaka waktu satu malam untuk berpikir tentang masalah kak Arkan, kalau kaka memang mau melajutkan pernikahan kaka silsahkan, tapi kalau kaka tetap mundur dan tetap Uci yang menikah dengan kak Arkan, jangan pernah salahkan Uci kalau nanti kaka menyesal. Kaka tau kalau Uci sangat mebenci perceraian, karena perceraian sangat di larang oleh agama, kalau Uci sudah menikah dengan kak Arkan dan ada keajaiban pada kaki kak Arkan, jangan pernah kaka meminta Uci untuk bercerai, karena Uci masih tetap sama, masih Uci yang dulu, yang tidak suka kalau orang lain mengambil milik Uci. Terlebih kak Arkan bukan barang yang seenaknya kaka buang dan ambil."
Setelah mengatakan itu Suci lebih dulu menaiki tangga tanpa menunggu jawaban dari kakanya, ia membiarkan kakanya untuk berpikir dewasa, jangan terus berpikir dengan rasa egoisnya yang sangat besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Just Reader ^-^
ak padamu uciii
2024-09-01
0
Ummi Alfa
Good Uci, saya suka sikap yang kamu ambil biarlah masa lalu dijadikan pelajaran di masa yang akan datang yang penting sekarang kamu sudah hijrah menjadi lebih baik.
Bener tuh Sulis.... jangan sampai kamu menyesal nantinya!
2023-02-08
1
Spyro
Cakep !! Good job!! Jangan menye2 kalo uda urusan rumah tangga.. Ad pelakor? Sikat!! 😁
2023-01-06
1