"Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Sean khawatir karena melihat wajah Laluna pucat.
Tanpa meminta ijin padanya, Sean menggendong Laluna dan membawanya masuk ke dalam rumah kost. Tubuh Laluna segera dibaringkan ke atas tempat tidur.
"Masih bisa ganti baju sendiri nggak, atau mau aku lepasin?"
Seketika Laluna melotot, "Dasar omes, aku nggak mau ganti baju!"
"Dasar wanita jadi-jadian, tadi aja digendong diem, giliran mau dilepas bajunya berontak," gerutu Sean.
Laluna segera menarik selimut dengan erat agar rasa dinginnya hilang. Namun, Sean yang arogant menarik paksa hingga Laluna menjerit dan membuat Sean panik hingga terjatuh hingga menindih tubuh Laluna.
"Arghhh!" pekik keduanya secara bersamaan.
Sejenak tatapan keduanya terkunci, di saat yang sama Sean bisa merasakan jika Laluna benar-benar demam. Tidak mau Laluna semakin sakit, Sean lebih memilih membuka seluruh bajunya hingga ia bertel**j*ng dada lalu memeluk Laluna agar demamnya segera turun.
Sean memakai metode skin to skin yang menurutnya lebih efisien daripada beradu mulut dengan Laluna. Anehnya, Laluna tidak menolak sentuhan Sean dan justru menikmatinya. Ia bahkan bisa mendengar detak jantung Sean saat itu.
Hangat dan gugup menjadi satu, itulah dua kata yang dirasakan Laluna, tetapi ia menikmatinya. Sean benar-benar mencurahkan kasih sayangnya pada Laluna sepanjang malam.
Akhirnya demam Laluna berangsur turun sedikit demi sedikit. Sean lega karena pujaan hatinya sudah membaik. Ditengoknya wajah manis Laluna seraya bergumam, "Cantik, kamu sudah tidur?"
Tidak ada tanggapan dari Laluna, Sean yang merasa sedikit kebas pada tangannya segera menempatkan tubuh Laluna di tempat tidur dengan nyaman. Tidak lupa ia menyalakan penghangat ruangan agar Laluna tidak kedinginan.
"Maaf karena aku datang sedikit terlambat tadi. Cepat sembuh ya, aku rindu senyuman manismu."
Cup
Lagi dan lagi, Sean kehilangan akal sehatnya. Secara naluriah ia mencium kening Laluna tanpa sadar.
Malam yang dingin telah berganti dengan hangatnya mentari pagi. Sean yang belum mahir memasak meminta Jo untuk membuatkan sup sebelum ia pergi.
Hangatnya mentari pagi yang mengintip dari celah jendela membuat Laluna terusik. Seketika Laluna duduk di ranjang, matanya menyisir ke seluruh kamar mencari seseorang.
"Apa semalam aku hanya bermimpi? Bukankah aku bersama Mr. Arogant, lalu di mana dia sekarang?"
Harum masakan Sean sampai di kamar Laluna, sesaat kemudian muncullah lelaki yang ia rindukan selama ini.
"Mr. Arogant?" sapa Laluna malu-malu.
"Hai, Lun Lun, sudah bangun, ya. Dasar gadis kebo, jam segini baru bangun!"
"What's, Lu ngatain gue? Sini gue gibeng, loh!"
"Jangan gibeng dong, cium aja napa!"
"Bengek! Emang siapa, Lu?"
Tanpa permisi Sean menempelkan telapak tangannya ke kening Laluna, bukannya menolak Laluna justru menikmatinya.
"Syukurlah demamnya udah turun."
"Perhatian banget, tapi kenapa aku nggak rela dia kembali? Aku takut dia bakal pergi lagi, hiks!"
Melihat Laluna yang melongo, Sean segera meniup bubur yang panas itu dan menyuapi Laluna dengan sabar.
"Eh, makasih," ucap Laluna malu-malu.
Sean membalas dengan senyuman manis yang bisa membuat detak jantung Laluna cenat-cenut seharian.
"Dasar otak ngeres, bisa-bisanya mengingat moment semalam, tetapi kenapa rasanya sangat nyaman saat berada di dalam pelukan Mr. Arogant ini, huft. Kamu dan dia bagaikan bumi dan langit Luna, seharusnya kamu tahu diri!" rutuknya dalam hati.
Seketika ia teringat tagihan dari Ibu Kost semalam. Meski kesulitan uang, Laluna tidak berani jujur pada Sean. Lagipula ia belum mengenal dekat dengannya.
Rasa penasaran Laluna, menggiringnya untuk bertanya pada Sean tentang keberadaannya selama ini.
"Kamu darimana saja, apa kamu marah karena aku terlalu galak?"
Sean menoleh, "Kamu pasti merindukan aku?"
"Dih, kalau narsis jangan ketinggian dong, siapa juga yang rindu?"
Meski mulutnya mengatakan tidak, hatinya mengatakan iya. Wajah Laluna merona, ditambah lagi ia membuang muka. Hal itu membuktikan jika ada rasa yang sedang tumbuh di hati keduanya.
"Bagaimana bisa mengatakan jika aku mulai menerima kehadiran Mr. Arogant?"
Mungkin karena sudah terbiasa hidup bersama selama beberapa minggu membuat keduanya merasa saling membutuhkan.
"Sudah baikan, bukan? Gimana kalau ke depan? Bunga-bunga mawar putih udah mulai mekar tuh?"
"Serius?"
"Sean mengangguk."
Keduanya pun melanjutkan obrolan mereka di teras. Saat asyik mengobrol,rupanya hal itu diketahui oleh Chryst, kakak kedua Sean.
Chryst memang menguntit Sean yang kembali menghilang mendadak, hingga ia melihat Sean mengantar seorang wanita.
"Rupanya kau mempunyai simpanan seorang gadis? Hm, sepertinya aku mempunyai rencana baru untukmu," ucapnya sambil menyeringai.
"Angel, bersiaplah untuk menjadi istriku."
Chryst tersenyum lebar karena yakin jika ia memiliki kesempatan untuk bersama Angel, putri Nyonya dan Tuan Han, rival bisnis ayahnya. Itu artinya akan membantunya merebut posisi CEO setelah ini.
Saat sedang asyik menikmati waktu bersama, ponsel Sean berdering.
"Ponsel kamu berdering."
"Oh, iya, sebentar ya."
Sean segera menjauh dari Laluna. Seketika Laluna penasaran karena tingkah Sean yang aneh dan membawa ponsel.
Ternyata, asisten Sean menelpon untuk segera kembali.
"Sorry, Pak Bos, saya ganggu sebentar."
"Cepat katakan ada apa?"
"Sebaiknya, Anda segera kembali ke kantor, ada masalah yang harus kita bahas segera."
"Baiklah, aku akan segera kembali."
"Oh, ya, gimana sup buatan saya, enak nggak Bos?"
"Enak, nanti saya tambah bonus kamu karena telah membantu saya."
"Asek, ya sudah kalau begitu, aku permisi. Selamat senang-senang, Pak Bos."
"Dasar asisten bengek!" pekik Sean kesal dan menutup sepihak sambungan teleponnya.
Banyak hal yang harus mereka kerjakan agar kondisi perusahaan Geneva kembali pulih. Mau tidak mau Sean akan pergi lagi. Akan tetapi ia masih mempunyai waktu sampai besok.
"Maaf karena membuatmu menunggu lama."
"Nggak apa-apa."
"Gimana kalau aku buatkan sup kepiting untukmu, biar kesehatanmu semakin pulih?"
"Ha-ah, memang kamu bisa masak?"
"Bukankah yang membuatkan sup tadi pagi aku, justru kamu memakannya sangat lahap?"
Laluna terkikik dengan ucapan Sean barusan.
"Sorry, khilaf," cicit Laluna.
"Aku cuma takut kamu membakar dapurku lagi!"
Merasa malu, Sean menyisingkan lengan bajunya lalu menariknya pergi.
"Mau kemana?"
"Jalan-jalan."
Ternyata Sean mengajak Laluna pergi berbelanja bahan masakan di kedai dekat tempat kost Laluna.
"Serius mau masakin aku?"
Sean mengangguk. Setelah merasa semua bahan masakan lengkap, mereka kembali. Setelah sampai, Sean melepas jaket Hoodie miliknya lalu mulai memasak.
"Mau dibantu?"
"Nggak usah, kamu masih sakit, kuy duduk manis aja, ya."
Laluna dibuat terpukau oleh kecekatan Sean dalam memasak. Ia tidak menyangka jika Mr. Arogantnya mahir memasak. Cukup satu jam masakan sudah tersaji.
"Mari kita makan!" teriak Sean setelah masakannya matang.
Akhirnya malam itu mereka makan malam bersama. Tidak banyak kata-kata saat makan. Merasa lelah, Sean menyuruh Laluna tidur.
"Udah makan dan minum vitamin, sekarang saatnya kamu istirahat."
Tidak mendapatkan tanggapan dari Laluna, Sean menawari untuk menjaga Laluna hingga tertidur.
"Nggak mau tidur, nanti aku tidurin, loh."
Seketika Laluna menggeleng dan naik ke tempat tidur. Namun, Sean tetap menjaganya sampai ia benar-benar terlelap.
Sean memandangi wajah Laluna dari sisi tempat tidur. Ada rasa tidak rela jika harus pergi. Namun, perusahaan membutuhkan dirinya. Oleh karena itu, ia tetap pergi.
"Maaf, jika aku harus pergi lagi. Setelah semuanya stabil, aku janji akan membawamu bersamaku," pamit Sean pada Laluna.
Keesokan paginya, Laluna kembali tidak menemukan Sean. Pagi itu ia sungguh kehilangan Sean, tetapi apa daya ia bahkan tidak mempunyai nomor ponsel Sean.
Di saat yang sama, Ibu Kost menggedor-gedor pintu rumah Laluna.
"Lunaaaa, cepat buka pintu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Kar Genjreng
bu kost duit mataan ...besok di lunasin sama CEO 🤣🤣🤭😮 Ganteng..
2022-12-23
1
CR⃟7Naikenz *🎯Hs
Bu kost gak punya akhlak 😂😂
2022-11-30
1
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞Putri𖣤᭄𒈒⃟ʟʙ⏤͟͟͞͞R
elah ibu kost masih pagi juga😩
2022-10-24
0