Keken
Ia memukul setir mobilnya dengan keras, raut wajahnya begitu kesal karena dirinya basah kuyup dan bau sabun. Ia tidak menyangka hari ini akan bertemu dengan dua gadis gila yang membuat harga dirinya jatuh. Hari sial baginya.
Saat ia memutari komplek perumahan, Keken tidak sengaja melihat dua orang gadis yang sedang membersihkan mobilnya. Terlihat dari jauh dua orang gadis itu lumayan cantik menurutnya. Niat hati ingin bertanya alamat Michelle sekaligus mencoba tebar pesona, namun kini dirinya harus menanggung malu.
Dan yang lebih menjengkelkan bagi Keken saat salah satu gadis itu menyamakan dirinya dengan tukang kredit dan menganggap semua barang yang menempel pada tubuhnya tidak original apalagi saat ia meminta ganti rugi sang gadis bertanya itu uang atau daun ditambah dirinya dilempar dengan kanebo basah bekas cucian mobil, sungguh sangat tidak terduga. Ini pertama kalinya Keken mendapat malu yang luar biasa. Andai saja dua gadis itu tidak berteriak dan membuat beberapa orang tetangganya keluar rumah pasti ia akan menyeret mereka ke kantor polisi.
"Dasar gadis gendeng! Beraninya melempar wajahku dengan kanebo basah. Awas aja nanti, tunggu pembalasan dariku!"
"Drt... Drt..." ponsel Keken berbunyi disaat hatinya masih dalam keadaan kesal dan marah. Satu panggilan dari Michelle.
"Sayang kamu dimana?" tanya Michelle
" Aku tidak jadi ke rumah kamu, ada sedikit kecelakaan."
" Kok bisa? Kecelakaan dimana? Kamu baik-baik saja kan sayang? Apa kamu perlu ke rumah sakit, aku akan mengantarkanmu, kamu dimana?" tanya Michelle bertubi-tubi
" Tidak apa-apa sayang, kamu tenanglah aku baik-baik saja. Hari ini aku badmood, tolong jangan telepon aku. "
" Tut... Tut.. Tut... " sambungan telepon terputus begitu saja.
Michelle hanya bisa menghela nafas panjangnya, sikap Keken yang keras tidak mungkin dia lawan. Dan ini jugalah yang membuat Keken betah berhubungan dengan Michelle, wanita itu yang selalu mengalah dan mengerti dengan sikapnya yang terkadang cepat berubah.
Keken pulang ke apartemennya dan melihat ibunya yang sedang memasak di dapur miliknya. Keken melihat jam tangannya, tidak seperti biasanya Mommy Imelda datang di hari Sabtu.
"Kamu kenapa berantakan seperti itu?" tanya Mommy Imel, ia menghampiri Keken yang sedang duduk membuka sepatunya.
"Ada dedemit gila Mih." ucapnya pendek
Mommy Imelda mengerutkan dahinya mencoba mencerna jawaban anaknya.Dedemit cantik? Ia menggulum senyum, anaknya tak pernah bersinggungan dengan wanita. Itu sudah pasti.
"Dedemit jelek mih, jelek banget malah. Dedemit paling jelek selama Keken hidup di dunia ini!
Imelda tersenyum melihat anaknya yang begitu kesal saat mengatakan nya," Ayo kita makan, Mommy sudah buat makanan untukmu. "
" Mommy ada apa kesini? Keken tidak menjawab pertanyaan ibunya, ia selalu to the point. Pasti ada hal penting yang ingin mommy tanyakan padanya karena Imelda bukan orang yang suka membuang waktunya.
" Tanya kek kabar Mommy atau Papi. Kamu selalu begitu tidak perhatian sama kami. " Imelda pura-pura cemberut
" Mami tidak usah basa-basi aku, ini bukan sifat Mommy yang sok-sok an merajuk, pasti Mami kesini ada alasan tersendiri. Ada apa Mih? Keken yang tahu sifat ibunya yang selalu tegas dan tidak bisa basa-basi kini hanya bisa menghela nafas panjangnya.
" Sudah putus sama Michelle? Mommy tidak mau kamu dengannya." raut wajah Imelda berubah serius dan ini adalah sifatnya yang asli.
"Belum."
"Putuskan dia, cari gadis yang baik dan menikahlah. Cari gadis yang sesuai dengan kriteria Mommy, kamu pasti tahu kan. Tidak perlu membuang waktu dengan gadis itu, cari yang seiman Ken. Kalau si Michelle mau mengikuti agama kita, Mommy tidak masalah. Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena tuan Michael tidak akan merestui kalian. " Imelda tahu betul sosok dari ayah Michelle yang tegas dan tidak mau dibantah dan Imelda menyadari anaknya tidak akan mungkin bisa bersama dengan Michelle karena perbedaan keyakinan.
" Aku tidak mau putus dengannya Mih."
"Keken,mau berapa banyak wanita yang ingin kamu pacari. Sudah cukup Nak! Jangan pikir Mommy tidak tahu kelakuan kamu di luar sana!" Imelda menaikkan pita suaranya karena geram
"Kamu penerus keluarga kita, penerus dari DaFe properti. Ingat, tindak tandukmu akan selalu disorot orang banyak. Mommy tidak ingin mendengar kamu menghamili anak orang, kalau kamu mau menikahlah sekarang juga."
" Aku tidak mungkin menghamili anak orang Mih, mami tenang saja sih! " kekeh Keken dengan tenang
Imelda mencubiti tubuh anaknya dengan gemas." Kamu itu kalau dikasih tahu selalu ngeyel, kamu pikir dengan memakai pengaman semuanya bisa aman gitu saja!"
"Ishh.. Ampun mih, sakit." desis Keken, " Aku cuma icip - icip doang. Mereka saja yang menawarkan diri." Dan Keken mendapatkan pelototan dari sang mommy .
"Jika kau berani menghamili seorang gadis, pergi dari mansion ini!" ancam mommy Imelda. " Jangan pernah berharap bisa kembali dengan kehidupanmu yang layak, semua fasilitas dan uangmu akan dibekukan, kamu dimiskinkan!"
" Belajarlah bertanggung jawab, bekerja yang serius jangan bercanda terus Ken. Capek Mami sama kamu, kita sudah tua hanya kamu harapan kami."
" Kan ada Inha. " celetuk Keken
" Inha anak tante Navysah, dia memang sudah Mami anggap anak Mommy tapi kamulah anak kandung Mommy. Semua harta Mommy akan menjadi milikmu, Inha hanya sebagian kecil. "
" Tapi Mommy selalu menyayangi dia daripada aku! " jiwa iri Keken kembali muncul
"Karena dia penurut, pintar, bisa diandalkan dan mandiri tidak seperti kamu yang pecicilan dan gila dengan banyak wanita!"
"Kamu harus tahu cari uang itu susah, dan ini semua salah papah karena terlalu memanjakanmu. Pokoknya Mommy tidak mau tahu, kamu harus berubah lebih bertanggung jawab tidak hanya menghambur - hamburkan uang saja!"
"Mungkin kalau kamu menikah bisa insyaf seperti Fafa, Mommy lihat sejak dia menikah dengan Hanin si Fafa berubah."
"Berubah jadi superman atau batman!" kelakar Keken dengan kesal.
"Mommy tahu, Fafa memang berubah menjadi lebih bertanggung jawab tapi itu dengan istrinya bukan dengan perusahaan. Makanya Mommy turun ke lapangan, lihat yang bener jangan hanya pakai kacamata kuda."
Imelda kembali mencubiti lengan anaknya.
"Ya sudah, kamu menikah saja agar terhindar dari dosa. Malu masa predikat Pangeran Modosa selalu menempel padamu!, bikin dosa terus kapan insyaf nya."
" Nggak, Keken belum mau menikah. Yang ada nanti seperti si Fafa, ogah! " Keken mengedikan bahunya, membayangkan sepupunya yang selalu menuruti semua keinginan istrinya membuat dirinya geli dan menurutnya tidak masuk akal.
" Besok coba ketemuan ya sama anak temen Mommy . Dia lulusan Harvard, anaknya cantik, putih. Sesuai tipemu dan yang terpenting dia penerus dari salah satu stasiun televisi ternama dan pemilik perkebunan sawit di Kalimantan.
" Keken tidak mau! Wanita yang selalu Mommy kenalkan selalu berkelas,tetapi mereka lebih keras kepala dan sombong dari Keken. Satu lagi, mereka AMBISIUS oh No!"
" Lalu kamu maunya wanita seperti apa? Mommy tidak menerima wanita kelas bawah yang tidak punya bakat. Kamu anak mommy satu-satunya masa mau menikah asal-asalan. "
" Mami tenang aja, yang pasti nantinya istri Keken pilihan terbaik. " Keken membuka kemejanya dan menaruhnya di keranjang baju kotor.
" Amin...!!!"teriak Keken pada pembantunya
" Iya Den. " Amin buru - buru menghampiri majikannya dengan cepat, ia takut andai telat sedikit Keken akan mengomeli dirinya dengan keras.
" Buang semua pakaian dan celana ini, sepatunya kamu laundry ke tempat langganan. Ngerti?!"
"Baik Den." jawab Amin, "Maaf Den daripada baju ini dibuang buat anak saya boleh?" tanyanya
"Boleh, terserah lu mau diapain!"
"Alhamdulillah, barang bagus lagi sayang kalau dibuang hihihi." Selama ini Amin selalu mendapatkan pakaian yang tidak digunakan oleh Keken, ia selalu melaundry dan memberikan pakaian untuk anaknya yang terkesan baru padahal itu bekasan dari majikannya.
Imelda hanya menghela nafas panjangnya, sifat anaknya tidak pernah berubah. Pakaian yang Keken tidak sukai pasti untuk asisten rumah tangga. Keken tidak pernah pelit.
" Keken, ingat! Jika kamu menghamili anak orang, kamu tahu konsekuensinya kan. " Imelda berkata dengan tegas pada anaknya yang hampir masuk ke dalam kamar mandi.
" Iya mommy, aku akan selalu ingat. Mommy akan mengusirku dari apartemen, tidak memberiku uang sepeser pun dan mencoretku dalam kartu keluarga. "Keken selalu mengingat ancaman ibunya yang selalu dikatakan berulang - ulang namun baginya hanya masuk ke telinga kiri keluar ke telinga kanan. Masa bodo.
" Bagus , kalau begitu Mommy pulang dulu. Jangan lupa dimakan sayurnya. "
Keken hanya mengangguk patuh pada ibunya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Disisi lain,
Disebuah Mall di Jakarta Utara,
Terlihat dua orang gadis yang terduduk lemas setelah menghabiskan semua makanannya. Mereka terlihat muram seolah tidak bertenaga. Kejadian tadi sore seperti mimpi bagi mereka. Tidak ada satu jam bertemu dengan pria asing yang datang ke rumahnya, kini mereka harus kehilangan puluhan juta untuk membayar ganti rugi atas apa yang telah mereka perbuat.
"Hari ini beneran apes banget, dapat uang tiga ratus ribu dari cuci mobil tapi aku harus membayar dua puluh juta pada pria gila itu." Farah merebahkan kepalanya di meja restoran
"Bener, kok kita hari ini sial banget! Dua puluh juta, kita bagi dua karena salahku juga. Aku sudah bilang Mommy, dia akan pinjemin kita uang dan nantinya dibayar dengan cara dicicil. Uangku sudah habis Dip, buat beli mobil." Vania ikut merebahkan kepalanya di meja
" Yang bikin mumet itu cicilannya. Beli barang kagak setor iya. Mana si Aisyah minta beli sepatu lagi. Terpaksa deh beli di pasar saja yang murah dan aku harus kerja lebih keras untuk membayar hutang. "
" Kamu tenang saja, mommy orangnya santai." Vania mencoba menguatkan dan memberi semangat pada Farah
" Aku tahu, tapi namanya hutang harus dibayar. Dan si pria gila itu tidak memberiku nomer telepon, aku harus menunggu dia meneleponku dulu. "
" Semoga Hilman tidak tahu kalau cincin pertunangan kita disita pria itu." sambung Farah lagi
"Farah lu beneran tahun ini nikah sama si Hilman?"
"Insya allah akhir tahun ini, emang kenapa?"
"Wow... yang mau jadi nyonya Hilman, ntar gue nyumbang deh. Nyumbang bra bolong satu lusin, hihihi..." kelakar Vania
Farah menonyor kepala Vania, "Nyumbang yang bermanfaat, masa bra bolong sih!"
"Eh! PE'A bra bolong juga bermanfaat, lu tinggal nyoh... nyoh... nyoh tanpa buka pengait. Tinggal sedot si Hilman langsung kenyang deh minum s*su dari pabriknya" Mulut Vania tanpa filter, hingga beberapa orang melirik kearahnya.
"Kecilin suara lu s*tan!" Farah mencubiti tangan Vania dengan gemas
"Ampun Samsonwati, tangan lu ada sengatan listrik bikin sakit tangan gue." Vania selalu meledek Farah dengan sebutan Samsonwati karena Farah selalu semangat dan seolah tidak pernah lelah dalam bekerja.
"Si Hilman udah nyicipin pabrik s*su belum?" goda Vania kembali
"Lu kira si Hilman pria brengs*k yang suka icip-icip. Dia kagak berani macem-macem sama gue. Prinsipnya sebelum halal dilarang untuk mencoba, dia pria baik."
" Bagus tuh si Hilman belum nyicipin pabrik s*su, kalau dia udah nyicipin pasti gumoh. Nen lu bikin kenyang, hihihi... "
" ****** emang lu, cewek gendeng!! " Farah menjitak kepala Vania karena gemas
" Gue sexy gaes, makanya gue ogah pakai pakean ketat takut para lelaki pada khilaf. Mendingan gini pada kaos longgar jadi mata mereka kagak jelalatan. "
" Bagi buat gue setengah Dip! " Vania merem*s buah d*da Farah dengan gemas
"Awww... sakit Vania, berani nya remes-remes entar merembes nih." kelakar Farah sembari berakting kesakitan.
"Dih apaan,sih bikin gue gemes!" Vania kembali menoyor kepala Farah. "Lu kadang pinter, kadang polos nya kebangetan. Eh, lu tau nggak itu si pria geblek tadi sore beneran orang kaya tahu."
"Seriusan lu?"
"Iya lu tahu kan, ilmu ekonomi gue tingkat tinggi. Otak matematika gue langsung bekerja menghitung semua brand yang menempel pada tubuh dia. Luar biasa, itu beneran original no KW KW kayak si Aldi!"
"Wah, tamat riwayat gue mana udah gue lempar pake kanebo tuh cowok. Biaya laundrian dia pasti mahal, jangan - jangan lebih dari dua puluh juta." Farah menepuk dahinya, ia membayangkan berapa banyak lagi uang yang harus ia keluarkan untuk membayar ganti ruginya.
" Nyesek banget ya, uang sebanyak itu cuma buat ganti rugi . "
" Lu mah enak Van, tinggal minta Mommy. Kalau aku harus bekerja keras lagi. " Farah menghela nafas panjangnya
"Hari ini gue mau pulang ke rumah, Aisyah tadi telepon dia tanya sudah beli sepatu belum." sambung Farah lagi
"Capek deh, kalau aku jadi lu. Gue nggak bakalan masuk ke rumah neraka itu lagi, apalagi ketemu ibu tiri lu itu ih Najis!" ucap Vania dengan kesal. " Lu juga jangan terlalu baik sama adik tiri lu sih, mereka itu kan anaknya mak lampir kalau mereka butuh apa-apa ya mintalah sama emak bapaknya, bukan ke lu. Sudah saatnya lu bahagia Dip. "
" Adik tiriku tidak tahu apa - apa dan mereka sangat baik kepadaku walaupun wanita itu selalu menyebalkan dan ayah selalu saja diam, terkadang aku heran aku ini anak kandung ayah atau anak tirinya. " Farah menghembuskan nafas kasarnya, membayangkan masuk ke dalam rumah ayahnya sendiri seolah masuk ke dalam neraka. Setiap hari hanya ada teriakan dari ibu tirinya yang menunjukan ketidaksukaanya padanya. Farah juga harus berhenti kuliah karena tidak ada biaya dan dukungan dari keluarganya. Ia seolah mesin pekerja yang harus menafkahi keluarga. Penghasilan dari sang ayah yang bekerja di swasta seolah tidak pernah cukup untuk menghidupi keluarganya, ibu tirinya seolah tidak pernah bersyukur dengan hasil yang selalu ayah dan Farah berikan untuknya.
" Andai ibu masih hidup, pasti aku tidak akan seperti ini ya Van." Farah mulai berkaca-kaca mengingat almarhum ibunya yang telah meninggal.
"Kamu tidak usah sedih, masih ada aku dan Mommy. Kita sudah seperti keluarga, Mommy juga sayang sama kamu. Kalau kamu butuh sandaran, rumahku terbuka untuk kamu Dip." Vania merasa prihatin, kisah hidup dari Farah begitu menyedihkan. Ibunya meninggal karena kebakaran di tempat tinggalnya yang dahulu, saat itu Farah berusia enam tahun. Dan ayahnya menikah dengan wanita lain dan memiliki dua anak Fadil dan Aisyah.
Fadil kini duduk di bangku sekolah menengah atas sedangkan Aisyah duduk di sekolah dasar kelas lima. Ayah Farah tidak terlalu peduli dengan kehidupan Farah, ia seolah lepas tangan. Sejak kematian ibunya, sang ayah depresi dan mulai tidak peduli dengan Farah. Maka dari itu Farah harus menghidupi dirinya sendiri, mencari uang untuk dirinya tanpa mengandalkan bantuan sang ayah.
"Kita keliling yuk, cari sesuatu yang enak daripada disini. Tuh, lihat Om Om disana dari tadi liatin kita mulu."
"Dih Najis! Sudah tua bangka genit pake acara kedipin mata lagi!" Farah melihat pria itu yang sedang tersenyum dan mengerlingkan mata dengannya
" Ayo kita pergi, gue mencium bau tanah kuburan. Ini nih sebentar lagi ada tua bangka yang bakalan dikubur disini nih! "Vania sengaja mengeraskan suaranya hingga beberapa orang kembali melirik kearah mereka.Termasuk pria paruh baya itu.
" Kalau sudah tua banyakin zikir ya Van bukan nya jelalatan. "timpal Farah
Mereka hanya menahan senyum saat pria paruh baya itu salah tingkah dan berusaha untuk pindah tempat duduk. Sudah pasti ia mendengar sindiran mereka yang terang-terangan. Dasar dua cewek stres.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 235 Episodes
Comments