Rayyan tidak menjawab, dirinya malah terkejut saat melihat sobekan kertas yang berhamburan di lantai. Lalu, Rayyan melihat ke arah gadis yang belum ia ketahui namanya itu.
"Kenapa kamu merobeknya? Apa uang dan rumah itu belum cukup untukmu?" tanyanya.
"Kamu pikir semua bisa selesai dengan uang? Aku memang gadis miskin, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya merendahkanku!" Maura tak kalah menyalak, ia paling tidak suka dengan laki-laki yang sok sepertinya. "Apa?" tanya Maura sambil berkacak pinggang. "Setelah melakukan itu padaku kamu pergi begitu saja tanpa meminta maaf padaku? Aku tidak tertarik dengan uangmu." Maura meraup kertas-kertas itu di lantai, lalu menghamburkannya ke udara. Ada kepuasan tersendiri baginya saat melakukan itu, pria sepertinya sekali-kali memang harus diberi pelajaran, pikirnya.
Leon lebih terkejut, baru kali ini ada wanita yang berani menolak bahkan mempermalukan seorang Rayyan Smith.
"Bye!!" ucap Maura seraya pergi meninggalkan ruangan itu.
Rayyan mengepalkan tangan, ia kesal dengan tingkah wanita itu. "Berani sekali dia!" ujarnya. "Kenapa diam saja? Kejar dia!" seru Rayyan.
"Untuk apa dikejar? Bukannya bagus? Itu maumu 'kan, Tuan? Aku yakin kalau dia wanita hebat, aku rasa dia bukan wanita seperti biasa yang selalu mengincar hartamu," jelas Leon.
***
"Enak saja, dia pikir dia itu siapa? Aku tidak sudi menerima uang itu, aku juga punya harga diri," rutuk Maura, ia berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki. Lalu, ekor matanya melihat ke sebrang jalan. Ia melihat seorang nenek-nenek hendak menyebrang. "Itu mau nyebrang apa mau bunuh diri?" kata Maura sendiri.
Akhirnya, ia sendiri menghampiri. Melihat kanan kiri dulu sebelum menyebrang. Nenek itu terlihat ragu saat akan melintas. Dan dari arah jalur kiri, Maura melihat sebuah truk besar hendak melintas. "Aduh, bagaimana ini? Aku harus cepat sampai sebelum nenek itu nyebrang."
Gep ...
Maura berhasil menarik tangan sang nenek. "Nenek mau ke mana? Ini jalan raya, Nek. Nenek tidak boleh ada di sini," ujar Maura.
"Cucu-ku." Nenek itu langsung memeluk Maura.
"Aku rasa Nenek ini sudah pikun," ucap Maura sendiri. "Rumah Nenek di mana? Aku antar Nenek pulang ya? Ayok?" ajak Maura lebih ke pinggir.
"Kamu jangan pergi lagi, jangan tinggalkan, Nenek. Nenek kesepian tanpamu," jelas nenek itu.
"Iya, aku tidak akan ke mana-mana. Tapi Nenek pulang ya?"
Tak berselang lama, beberapa orang menghampiri mereka. "Nyonya besar, ayok kita pulang," kata orang itu, lalu melihat keberadaan seorang gadis bersama sang nyonya. Betapa terkejutnya saat melihatnya.
"Aku akan pulang bersama cucu-ku," kata nenek itu.
"Ta-tapi."
"Aku akan ikut mengantarnya sampai Nenek mau pulang, kalian tenang saja." Maura memaklumi keadaan nenek itu sehingga ia mau ikut mengantar.
Karena sudah sepakat, akhirnya Maura ikut mengantar nenek itu. Saat tiba di sana, ia sangat terkejut melihat sosok wanita yang tengah berfoto dengan nenek itu. "Kenapa bisa mirip denganku?" batinnya.
"Nenek tidak pikun, kamu pasti mengira nenek itu sudah pikun 'kan? Pertama aku melihatmu aku sangat terkejut," sahut pemuda dari belakang Maura.
Maura pun akhirnya menoleh, lalu tersenyum ramah kepada supir tadi yang membawanya kemari.
"Namanya, Morena. Dia sudah meninggal satu tahun lalu, dan nenek tidak tau soal kematian cucunya. Tragis sekali kalau diceritakan," katanya lagi "Oh iya, namaku, Nolan. Nama Nona siapa?" tanyanya kemudian.
"Maura," jawabnya. "Panggil saja, Rara."
"Moren," panggil nenek itu.
"Kamu temui saja dulu, kamu tidak keberatan 'kan?" tanya Nolan.
"Hmm, baik. Tapi aku tidak bisa lama-lama di sini, aku harus pulang."
"Ya, setidaknya sampai nenek beristirahat. Nanti aku akan mengantarmu."
Maura mengangguk, lalu segera pergi menemui nenek itu. Nenek itu sedang duduk sambil menonton televisi acara favoritnya, ia meminta ditemani, dan ia hanya ingin ditemani sang cucu.
Para pelayan langsung menyingkir saat Maura datang. "Nyonya besar di dalam," kata pelayan itu. Maura mengangguk. Lalu menemani nenek itu di sana.
Sesekali, mereka tertawa bersama. Entah apa saja yang ditonton oleh mereka. Maura memindahkan acara tv, pasalnya ia tak mengerti film apa yang ditonton nenek itu tadi. Maura tidak suka nonton drama-drama. Ia lebih suka nonton yang lucu-lucu.
Apa yang mereka lakukan tak luput dari perhatian Nolan. Nolan adalah orang kepercayaan di rumah itu. Ini pertama kali ia melihat nenek tertawa lepas pasca ditinggalkan cucunya. Ia rasa, Maura akan lebih banyak menghabiskan waktunya di sini, ia harap gadis itu mau tinggal di bersama nenek di sana.
Sampai kini sudah semakin larut, bahkan nenek sudah tidur ditemani oleh Maura. Perlahan, Maura turun dari kasur. Ia harus segera pulang karena besok akan bekerja. Lalu, ia ingat akan sepedanya. "Astaga, sepedaku. Ini semua gara-gara laki-laki brengsek itu," rutuknya. "Urusan kita belum selesai, kau harus mengembalikan sepedaku."
***
Sedangkan Rayyan, pria itu masih uring-uringan. Masih belum terima dengan perlakuan gadis itu. "Awas saja, dia yang akan memohon pertanggungjawaban dariku," katanya.
"Aku rasa tidak akan, Bos. Dia bilang harga dirinya jauh lebih penting dari pada uangmu," ucap Leon santai. Ia suka kalau sang bos sudah penasaran dengan seorang gadis, alih-alih ia bosnya melupakan kekasihnya itu. Akhirnya, Leon punya ide bagaimana bosnya itu melupakan wanita yang sudah lama pergi darinya.
"Dia bilang tidak tertarik padamu." Leon malah jadi kompor meleduk, memperkeruh keadaan hati bosnya itu. Sudah merasa terinjak harga dirinya, dan sekarang merasa terhina.
"Apa kurangnya aku? Ini tidak bisa dibiarkan, cari wanita itu sampai ketemu!"
"Ya, nanti aku akan mencarinya. Sekarang kita harus pergi, lahan sengketa itu masih jadi masalah. Dan mereka ingin bertemu denganmu sebagai bukti kalau Bos juga sudah membeli tanah itu."
"Kalian ini tambah bikin pusing kepalaku, kenapa tidak mencari tau dulu soal pemilik aslinya dulu?!" kata Rayyan.
"Pemilik aslinya sudah ditemukan, namanya Nyonya Merlin. Tapi wanita itu sudah tua, katanya pikun semenjak cucu kesayangannya meninggal. Dan tanah itu dijual kepada kita oleh saudaranya," jelas Leon.
"Berarti kita ke rumah Nyonya Merlin kalau begitu," kata Rayyan.
"Iya, kita berangkat sekarang," kata Leon.
Rayyan, akhirnya pergi dari rumah itu. Ia harus mengurus soal tanah sengketa itu. Namun, saat ia sudah berada di dalam mobil. Ia melihat sepeda di dalam mobilnya.
"Sepeda siapa itu?" tanya Rayyan.
"Ya ampun, itu sepeda gadis itu," jawab Leon. "Apa perlu kita mengantarkannya?"
"Biarkan saja, biarkan dia sendiri yang mengambilnya. Aku ingin tau apa dia masih berani menemuiku?" Padahal, ia ingin wanita itu memohon padanya. Ia tak rela harga dirinya dipermainkan oleh gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Ta..h
lucu si leon 😃😃😃😃.
aku suka maura wanita yang tangguh.
2023-01-23
0
Amel Munthe
hahahhaaa,,, suka ceritamu thor,, rayyan kasihan deh loh,, maura ga tertarik dengan ketampananmu dan hartamu,, apa uangmu bisa membelinya,, big no 😂😂😂😂
lihat aja pasti rayyan yg akan bertekut lutit sama maura hehe 😀😀😀
2023-01-15
0
mawar berduri
knp stiap novel yg ak bc, slalu sj ada nenek yg mnybrng jln,trus it adalh nnk dri sng pmrn utma🥱🥱
2022-11-10
0