Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan di skip biar terbaca oleh sistem. Lalu, jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan kepada aku dengan kasih Bunga, Kopi, Vote, dan 🌟🌟🌟🌟🌟. Semoga hari ini kalian bahagia dan dimudahkan rezekinya.
***
Bab 3
Rafael yang tidak mau kehilangan mobil kesayangannya itu lantas bangkit dan melajukan kembali motornya. Saat ini tubuhnya hanya merasa sakit biasa. Mungkin karena masih baru, dia merasa kebas dan belum merasakan kesakitan yang teramat sangat karena luka-luka ditubuhnya.
"Gila, si Rafael! Sudah jatuh terseret seperti itu masih nekad melanjutkan pertandingan," ucap Ronald yang saat ini tidak bisa ikutan lomba. Itu dikarenakan semua motor miliknya di sita oleh kedua orang tuanya. Mereka menghukum Ronald untuk tidak menyentuh motor selama satu bulan.
Sementara itu, Rizal yang ikutan balap merasa kesal pada Demian yang sudah berbuat curang. Maka, dia pun melakukan hal yang sama kepadanya. Dia menemdang body motor Demian bagian belakang sehingga oleng dan terjatuh ke aspal.
"Bagus!" Rafael merasa sangat senang. Dia pun menambah kecepatan dan menyusul Rizal.
Rafael mengacungkan jempol pada sahabatnya itu sebagai tanda terima kasih. Akhirnya, dia pun memenangkan pertandingan dan taruhannya.
"Kamu tidak akan pernah bisa menang melawan aku," ucap Rafael penuh sindiran pada Demian.
Mendapatkan kekalahan untuk yang kedua kalinya, membuat Demian semakin merasa kesal pada Rafael. Lagi-lagi dia harus menyerahkan kunci mobil baru yang sangat di sayangi.
"Lagi-lagi si Pangeran Kodok yang menang," ucap orang-orang yang ada di sana.
Rafael sering dipanggil si Pangeran Kodok, hal ini karena sejak Taman Kanak-kanak dia beberapa kali memerankan tokoh ini.
"Ini sudah sangat malam. Ayo, pulang!" Teriak Ronald membubarkan orang-orang yang ada di sana.
"Rafael, kamu ikut bersama dengan aku saja. Biarkan motor di simpan di sini dulu," kata Ronald.
"Nggak, aku masih sanggup. Tubuh aku ini sangat kuat, jadi tidak apa-apa. Paling nanti aku akan minta tukang urut badan mulai terasa sakit dan kaku," ujar Rafael.
Akhirnya, Rafael pulang sendiri ke rumahnya. Dia merasa sangat puas dengan kemenangannya kali ini.
***
"Aduh, perutku lapar sekali," lirih Ning Annisa.
Lalu, dia pun mencari makanan di dapur. Ternyata tidak ada secuil makanan pun di sana.
"Beli nasi goreng atau apalah diluar. Daripada penyakit maag aku kambuh," kata Ning Annisa bermonolog.
Ning Annisa malam itu pun pergi ke luar untuk mencari sesuatu yang bisa dia makan. Namun, saat dia sedang melajukan motornya dikawasan sepi penduduk dia dikejutkan oleh seseorang yang terbaring di jalan dan tidak jauh ada motor yang tergeletak.
"Ada kecelakaan! Apa ulah tabrak lari?" Ning Annisa perlahan mendekati orang itu. Dia takut kalau orang itu pura-pura pingsan atau pura-pura mati, hanya modus untuk membegal pengendara yang lewat.
Saat Ning Annisa menggerak-gerakkan tubuh orang itu dengan kakinya. Tidak ada respon sama sekali dari orang itu.
"Hei, kamu masih hidup atau sudah mati?" tanya Ning Annisa, tetapi orang itu tidak menjawab.
"Bagaimana kalau dia beneran mati?" Ning Annisa pun langsung membalikan tubuh itu. Dia pun lantas membuka helmnya. Betapa terkejutnya Ning Annisa saat tahu siapa orang yang sedang berbaring di sana.
"Hei, kamu anak nakal yang sering masuk ruang BK. Ayo, bangun!" Ning Annisa mengguncangkan tubuh Rafael.
Rafael yang merasa terusik pun membuka matanya sedikit. Dia melihat ada seorang yang memakai helm sedang mengguncangkan tubuhnya.
"Sakit, bodoh!" kata Rafael mengumpat.
Ning Annisa tidak terima dirinya dikatai 'bodoh' oleh murid yang terkenal nakal. Lalu, dia pun memukul lengan Rafael.
"Menyesal aku berniat mau menolong kamu. Tidak tahu berterima kasih. Sana ke rumah sakit sendiri!" Ning Annisa mengomel, lalu dia pun hendak pergi, terapi tangannya ditahan oleh Rafael.
"Bawa aku ke rumah sakit. Jika tidak … aku akan menghantuiku," lirihnya.
"Hah, di mana ada orang yang minta tolong malah mengancam," kata Ning Annisa. Meski sambil mengomel dia tetap membawa Rafael ke rumah sakit.
'Ya Allah, ampuni aku. Ini dalam keadaan darurat. Bukan maksud aku untuk berduaan dengan yang bukan mahramku.'
Rafael memeluk tubuh Ning Annisa yang terasa pas dalam pelukannya. Dia bisa menghirup wangi sampo dibalik jilbabnya.
'Wangi yang menenangkan.'
***
Rafael pun langsung di bawa ke UGD dan mendapatkan perawatan. Banyak luka lengan dan beberapa patah tulang ringan. Ning Annisa merasa sangat kesal karena dia tidak jadi makan dan kini perut dia sudah melilit. Penyakit maag dia terasa kambuh, dia pun minta obat ke perawat.
Semalaman Ning Annisa menunggui Rafael, karena dia tidak tahu cara menghubungi keluarganya. Bahkan biaya administrasi pun memakai uang dia.
Setelah subuh, Ning Annisa pun pulang karena dia harus mengajar. Dia pun meminta suster untuk memperhatikan keadaan Rafael.
Sepeninggalan Ning Annisa, Rafael baru sadar. Dia dirawat di ruang kelas ekonomi, di mana banyak pasien yang dirawat dalam satu ruangan itu.
'Ini di mana?' Rafael mengedarkan pandangannya. Banyak sekali orang-orang di sana.
"A-h, kamu sudah sadar," kata seorang perawat yang mendatangi Rafael.
Rafael masih diam saja saat perawat itu mengecek tensi darah, tetesan cairan infus, dan perban yang melilit di lengan serta kakinya. Dia masih mencerna dan mengingat kembali bagaimana dia bisa sampai ke sini.
"Siapa yang sudah membawa aku ke ruangan ini?" tanya Rafael.
"Dia perempuan yang membawa kamu semalam. Tapi, dia buru-buru pulang tadi pagi. Katanya dia harus kerja," jawab perawat itu.
"Aku minta ganti ruang rawat ke ruang VVIP. Aku butuh ketenangan. Di sini sangat berisik," ucap Rafael.
"Baiklah, akan saya urus itu."
***
Rafael menjalani hari hukumannya selama dua minggu itu di rumah sakit. Orang tuanya baru tahu kalau dirinya sudah mengalami kecelakaan di hari berikutnya. Namun, mereka hanya menjenguknya selama di rumah sakit itu dua kali. Tentu saja ini membuat miris dirinya.
Hanya teman-temannya yang selalu menemani dirinya di sana. Bahkan mereka juga ikut menginap secara diam-diam agar tidak diketahui oleh pihak rumah sakit.
Ning Annisa juga hampir setiap hari menjenguk ke sana. Namun, kebetulan saat itu Rafael selalu sedang tidur. Dia hanya membawakan bubur dan meminta perawat untuk memastikan bubur itu dimakan oleh Rafael.
***
Rafael pun masuk ke sekolah setelah pulang dari rumah sakit. Dia merasa sangat senang bisa kembali menjalankan aktivitas sehari-hari seperti yang dia jalani selama ini.
Setelah bel pulang berbunyi Rafael pun bergegas pulang. Dia dan Ning Annisa saling berselisih jalan. Saat itu Rafael bisa mencium wangi shampo orang yang sudah menolongnya. Dia pun merasa sangat penasaran dengan sosok perempuan berjilbab itu. Maka, secara diam-diam Rafael mengikuti Ning Annisa.
Ning Annisa mau mengembalikan buku yang dia pinjam ke perpustakaan. Perpustakaan di SMA ALEXANDRIA sangat kumplit, dia sering meminjam buku untuk mengerjakan tugas kuliah S2. Dia masuk ke perpustakaan dan di sambut oleh penjaga perpustakaan.
"Ning Annisa, mau pinjam buku yang lainnya?" tanya si penjaga perpustakaan.
"Iya. Tapi, buku yang aku perlukan ada di ruang khusus itu," kata Ning Annisa sambil menunjuk ke satu ruangan di sudut.
"Oh, hati-hati jangan sampai pintunya tertutup karena tidak bisa dibuka dari dalam. Tukangnya baru bisa datang besok," ucap penjaga itu.
"Iya," balas Ning Annisa, kemudian pergi ke ruangan itu. Tanpa dia sadari kalau Rafael juga diam-diam mengikutinya.
Agar pintunya tidak tertutup, maka Ning Annisa membuka pintu itu lebar-lebar. Baru saja Ning Annisa masuk ke ruangan itu, terdengar suara pintu tertutup.
"A-hk! Tidak. Pintunya kenapa kamu tutup!" teriak Ning Annisa saat melihat Rafael memegang handle pintu.
"Kenapa?" tanya Rafael.
"Kita berdua terkurung di sini," jawab Ning Annisa frustrasi.
"Eh!" Muka Rafael mendadak pucat.
***
Bagaimana kisah mereka saat terkurung di dalam ruang khusus di perpustakaan itu? Tunggu kelanjutannya, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
revinurinsani
seruu teruss
2023-11-18
1
meE😊😊
dsar bocah tengil s rafa🤣🤣🤣
2022-11-24
1
bobo
woww seruuu ning anisa k grebek ma brondong😃😃😃😃
2022-11-16
1