Assalamualaikum, Ning Annisa
Bab 1
Tiga orang siswa laki-laki sedang berdiri di hadapan seorang guru BK yang bermuka masang dan bicara dengan nada tinggi. Namun, ketiga pemuda berseragam putih abu-abu itu terlihat memasang wajah masa bodoh dengan ocehan guru itu.
"Kalian itu mau jadi apa, nanti?" tanya guru yang sejak tadi mengulang kalimat ini entah untuk ke berapa kalinya.
"Rafael!" bentak laki-laki paruh baya dengan kepala botak.
"Iya, Pak Don." Murid laki-laki yang namanya dipanggil itu menyahut dengan nada malas.
"Meski orang tuamu pemilik saham terbesar di sekolahan ini, kalau kamu melanggar aturan, maka akan diberikan sangsi," kata Pak Don sambil menunjuk Rafael dengan pensil.
"Ronald! Rizal!" Pak Don memanggil dua murid lainnya.
"Iya, Pak Don!" jawab keduanya kompak.
"Kalian juga sama. Akan mendapatkan sangsi atas perbuatan kalian semalam," lanjut Pak Don.
Para guru yang kebetulan lewat di depan ruang Bimbingan Konseling melirik ke arah jendela kacanya yang lebar itu. Salah satunya adalah Annisa atau sering dipanggil Ning Annisa. Mata dia bersirobok dengan seorang murid laki-laki yang berwajah tampan dan memiliki postur tubuh yang tinggi.
Murid laki-laki itu tersenyum dan mengedipkan matanya pada guru yang selalu menggunakan cadar sehari-harinya. Dia lebih suka menggoda guru magang itu dari pada mendengarkan ocehan gurunya.
"Bu Anne, siapa yang sudah membuat Pak Don marah-marah di pagi hari?" tanya Ning Annisa pada rekan kerjanya sesama pengajar di sana.
"Rafael dan teman-temannya. Mereka itu sudah sering membuat Pak Don dan jajaran dewan sekolah pusing oleh kelakuan mereka. Mereka itu suka sekali melakukan balapan liar, tawuran, atau kenakalan remaja lainnya. Hanya saja menjurus pada hal yang beradu fisik," jawab Bu Anne.
Ning Annisa tahu di sekolahnya tempat dia mengabdi banyak sekali anak-anak dari orang kaya. Mereka kebanyakan kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Hal ini dikarenakan mereka sibuk dengan urusan pekerjaan mereka. Jadinya, mereka mencari pelampiasan di jalanan atau di luar rumah.
"Oh. Meski aku sudah beberapa bulan mengajar di sini dan sering mendengar nama mereka. Namun, baru kali ini aku melihat wajahnya secara langsung," ucap Ning Annisa.
Nama Rafael, Ronald, dan Rizal sangat terkenal sekali dilingkungan sekolah itu. Namun, bagi Ning Annisa tadi adalah pertemuan pertama mereka.
"Sebaiknya kita jangan terlibat dengan anak-anak itu. Apalagi sampai berurusan dengan keluarganya. Bisa sengsara selama hidup kita," balas Bu Anne.
"Kenapa begitu, Bu? Kita sama-sama manusia, jadi tidak perlu takut. Apalagi kita tidak melakukan kejahatan," ucap Ning Annisa.
"Bu Annisa akan tahu sendiri bagaimana rasanya jika sudah berhadapan langsung dengan keluarga mereka," kata Bu Anne sambil berbisik.
***
Rafael melemparkan tasnya ke arah sofa yang ada di kamarnya. Ruangan yang sangat luas dengan fasilitas yang lengkap dan berkualitas terbaik. Tidak membuatnya betah di dalam kamar itu.
"Bi, Papi dan Mami apa sudah pulang?" tanya Rafael pada pembantunya yang membawakan dia air minum berupa jus buah.
"Tuan dan Nyonya, belum pulang. Mungkin mereka langsung pergi ke Singapura setelah pulang dari Paris," jawab pelayan itu.
"Ya, sudah." Rafael pun duduk di sofa dan menghabiskan minuman miliknya.
Meski tinggal di rumah mewah dan tentunya dengan pelayanan terbaik. Rafael tidak pernah betah tinggal di rumah ini. Sepi, itulah yang sering dirasakan oleh Rafael di rumah. Hanya saat berkumpul bersama teman-teman, dia merasakan adanya kehidupan. Anak-anak remaja yang seharusnya mencari jati dirinya dan tidak ada yang membimbing, apalagi mengarahkan mereka pada kebaikan.
Rafael dan kedua sahabat sakit sejak mereka masih memakai popok itu suka sekali melakukan hal-hal yang dianggap menantang bagi mereka. Mau itu balapan liar, tinju bebas, atau berpetualang keliling Indonesia. Mereka selalu kompak saat menjalani itu semua. Semalam juga mereka menerima tantangan dari geng motor macam untuk memperebutkan daerah kekuasaan lahan bermain mereka. Namun, kemenangan semalam itu tidak ada arti bagi dirinya. Meski orang-orang mengelu-elukan dirinya, tapi hatinya terasa hampa tidak bahagia.
***
Rafael dan teman-temannya akan memulai hukumannya tiga hari lagi karena tiga hari berturut-turut ini ada tes praktek untuk beberapa mata pelajaran. Dia pergi ke sekolah dengan menaiki motor kesayangannya. Saat dalam perjalanan dia dihadang oleh puluhan orang preman yang membawa tongkat pemukul.
"Turun!" teriak salah seorang preman itu.
"Mau apa kalian?" Rafael tidak takut meski dikeroyok karena berkelahi itu hal yang hampir tiap hari dia lakukan.
"Memberi pelajaran pada anak sombong seperti kamu!" hardiknya lagi.
Rafael pun turun dari motornya tanpa melepaskan helm. Jaga-jaga untuk melindungi kepalanya, jika dipukul oleh lawan.
"Serang!" perintah laki-laki tadi dan anak buahnya langsung kelancaran serangan terhadap Rafael.
"Aaaaa!" seru mereka.
Para preman itu mengayunkan tongkat pemukul yang mereka pegang ke arah Rafael. Namun, Rafael yang jago bela diri menahan tangan preman itu dan memukul perutnya sehingga mengerang kesakitan, sampai tongkat di tangannya lepas.
Rafael memanfaatkan tongkat itu sebagai senjatanya untuk melawan mereka.
Baku hantam pun terjadi di sana. Meski Rafael jago beladiri, kalau di keroyok dan lawan memakai senjata, tentu saja di terpojok dan hampir kalah. Walaupun dia juga berhasil membuat lawannya banyak yang terkapar tidak berdaya karena dihajar olehnya.
"Bos, dia kuat sekali," bisik salah satu anak buahnya.
"Sekuat apapun manusia kalau dia dikeroyok seperti ini, tetap saja dia akan tumbang karena kelelahan. Kita tunggu saja sampai tenaganya terkuras habis. Setelah itu baru kita habisi," kata si ketua preman.
Rafael hanya tersenyum miring mendengar ocehan para preman itu. Dia akui kalau merasa kewalahan dan mulai kelelahan. Dia bukan tokoh di komik atau film kartun yang berkelahi dan mengeluarkan jurus merasa tidak capek. Dia ini hanya manusia biasa yang merasakan capek, jika tenaganya dikuras terus, apalagi ini dipaksa karena harus berkelahi.
***
Ning Annisa berangkat ke sekolah terburu-buru karena kesiangan. Dia tadi ketiduran saat memeriksa hasil tugas para muridnya.
"Kenapa, aku harus kesiangan di hari ini!" Ning Annisa berlari ke parkiran tempat motornya di simpan.
Dia melajukan motor itu dengan kecepatan penuh agar bisa sampai ke sekolah tepat waktu. Saat dalam perjalanan, dia melihat seorang murid yang berseragam dari sekolah tempatnya mengajar. Murid itu sedang dikeroyok oleh beberapa orang dewasa. Jiwa keadilan dalam dirinya mencuat dan dia pun mendekat ke sana.
"Hey, hentikan! Apa yang sedang kalian lakukan? Berani-beraninya mengeroyok seorang siswa yang lemah!" teriak Ning Annisa dengan lantang yang masih duduk manis di atas motornya.
Rafael melihat ada seorang wanita berjilbab mengganggu acara panas mereka yang sedang seru-serunya. Dia pun menatap penuh selidik pada orang yang sudah berani menghentikan perkelahian para preman ini.
'Siapa wanita tidak waras ini? Berani-beraninya mengganggu orang sedang berkelahi.'
***
Teman-teman mohon dukungannya. Semoga kalian suka dengan cerita ini. Ambil sisi positifnya, abaikan sisi negatifnya, ya. Jangan lupa favorit, 🌟🌟🌟🌟🌟, like, komentar, bunga, kopi, dan Vote. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Mas Bos
lanjuuuuuttt
2024-04-14
1
revinurinsani
waaa baru pertama baca seruuu..semangat thor
2023-11-18
1
eve martapura
aq coba mampir siapa tau ceritanya menarik dan seru.kak. semangat berkarya ya kak.
2023-09-18
1