Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan di skip biar terbaca oleh sistem. Lalu, jangan lupa kasih like, komentar, dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟. Semoga hari ini kalian bahagia dan dimudahkan rezekinya.
***
Bab 2
Rafael merasa sangat kesal karena ada seorang wanita mengganggu dirinya saat bertarung. Dia memperhatikan wanita yang tidak melepaskan helm sama seperti dirinya.
Ning Annisa mengambil tongkat yang tergeletak di tanah. Lalu, dia mengayun-ayunkan tongkat itu untuk pemanasan. Agar otot-ototnya tidak tegang dan mengukur berat tongkat ditangannya.
'Dasar wanita banyak tingkahnya.' Rafael tersenyum meremehkan dibalik helmnya.
Ning Annisa melangkah ke arah para preman yang masih menatap heran padanya. Mereka malah terperangah pada dirinya.
"Ini … jadi nggak berkelahinya?" tanya Ning Annisa kepada para preman.
Para laki-laki berwajah sangar itu malah saling melirik. Lalu, salah seorang dari mereka maju ke hadapan Ning Annisa.
"Bu Haji, jangan ikut campur, ya. Kita-kita sedang memberikan pelajaran untuk bocah nakal itu," kata laki-laki itu dengan nada sungkan pada Ning Annisa.
Kini giliran Rafael yang cengo, melihat tingkah preman itu yang tiba-tiba lembek di depan wanita itu. Dia malah ingin tertawa merendahkan para preman itu.
"Memberikan pelajaran itu adalah tugas aku sebagai gurunya. Biar aku saja yang memberikan dia hukuman," balas Ning Annisa.
Rafael mengerutkan keningnya. Dia tidak mengenali wanita yang mengaku sebagai gurunya ini.
"Jadi, Bu Haji adalah guru dari bocah tengik ini?" tanya laki-laki yang di panggil bos oleh yang lainnya.
"Iya. Jadi, biarkan aku yang memberikan hukuman padanya," jawab Ning Annisa.
Terlihat para preman itu sedang berunding. Lalu, mereka semua memilih maju ke arah Ning Annisa dan Rafael.
"Tidak. Kami yang akan menghukum bocah tengik itu!" hardik si bos.
Para preman itu pun melanjutkan lagi pertempuran tadi. Mereka juga menyerang Ning Annisa.
Ning Annisa yang memiliki kemampuan beladiri pemegang sabuk hitam, tentunya dia bisa berkelahi. Selain itu, dia juga belajar wushu sejak kecil sampai sekolah tingkat atas. Kedua tangannya mengayunkan tongkat itu dengan sangat indah. Gerak tubuh yang gemulai, tetapi bertenaga.
Tongkat itu dipukulkan ke tangan musuh yang memegang tongkat, sampai jatuh. Ning Annisa juga menyerang kaki mereka agar gerakannya bisa dilumpuhkan.
Rafael hanya diam terpaku melihat kehebatan wanita yang datang mengganggu dirinya tadi. Dia tidak menyangka kalau wanita itu pandai dalam beladiri.
"Aaaaa ... ampun! Ampun!" teriak para preman itu menyerah.
"Berjanjilah kalau kalian tidak akan melakukan kejahatan seperti ini lagi," kata Ning Annisa.
"I-iya." Mereka semua pun berjanji.
"Kalau begitu, sana pergi!" titah Ning Annisa.
Para preman itu pun lari tunggang-langgang. Sementara itu, Ning Annisa tersenyum puas. Kini dia mengalihkan perhatiannya pada Rafael.
"Kalau pihak sekolah tahu, maka kamu akan dikeluarkan. Kenapa, sih? Kamu itu suka sekali terlibat pertikaian dengan orang lain!" Ning Annisa sewot di depan Rafael.
Pemuda itu cuek saja dan mengabaikan semua ocehan Ning Annisa. Dia merasa sangat penasaran dengan wajah di balik helm itu. Setelah wanita yang tangguh dan tidak takut pada para preman.
'Perempuan yang sangat menarik. Penasaran, siapa dia sebenarnya?'
Ning Annisa balik menatap laki-laki yang berseragam sekolah. Dia tidak tahu siapa murid itu karena wajahnya tertutup oleh helm.
"Aaaaa, tidak! Aku kesiangan ke sekolah. Ini semua gara-gara kamu!" bentak Ning Annisa pada Rafael. Lalu, dia pun berlari ke arah motornya dan langsung tancap gas menuju ke sekolahnya.
***
Rafael masih penasaran dengan sosok perempuan berjilbab yang membantunya tadi. Di sekolahnya ada beberapa guru yang memakai jilbab. Namun, menurutnya tidak ada yang sesuai karakternya dengan wanita yang sangar tadi. Guru-guru yang berjilbab di sekolahnya terkesan wanita sholeha yang lemah lembut.
"Kamu kenapa? Aku perhatikan sejak tadi kamu melamun terus," ucap Ronald yang duduk di depan Rafael.
"Iya. Kamu hanya mengaduk-aduk makanan saja sejak tadi, tidak di makan-makan," sambung Rizal yang makanannya di mangkok sudah habis.
Rafael ingin menceritakan kejadian yang sudah menimpa dirinya tadi pagi, kepada teman-teman soplaknya ini. Namun, di kantin bukanlah tempat yang cocok untuk membicarakan hal itu. Bisa-bisa pamor dia sebagai jagoannya SMA ALEXANDRIA jatuh.
"Ada yang ingin aku ceritakan kepada kalian. Tapi, bukan di sini," bisik Rafael pada kedua temannya.
"Apa ini cerita yang penting dan rahasia?" tanya Rizal.
"Iya. Sangat … sangat rahasia," jawab Rafael.
Sepulang sekolah Rafael dan kedua temannya mendatangi markas mereka. Mungkin lebih tepatnya apartemen milik Rafael. Di sana dia menceritakan kejadian tadi pagi.
"Menurut kalian siapa guru itu?" tanya Rafael.
Ronald dan Rizal malah ikut-ikutan penasaran sosok itu. Keduanya tidak bisa menerka siapa wanita itu.
"Aku tidak punya bayangan sama sekali," kata Ronald.
"Sama, aku juga tidak punya nama guru kandidat yang kira-kira memiliki kehebatan dalam beladiri itu," lanjut Rizal.
Ketiganya kembali terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kalian tahu tidak, guru magang yang sering dipanggil Ning Annisa?" tanya Ronald.
Rafael dan Rizal menggelengkan kepalanya. Mereka tidak tahu, apalagi guru magang.
"Sebenarnya, aku suka sama dia. Dia adalah sosok wanita cerdas yang lemah lembut. Aku dua kali pernah ditolong olehnya. Kira-kira kalau aku menyatakan cinta padanya, akan diterima nggak, ya?" tanya Ronald.
"Siapa sih, yang bisa menolak anak bungsu pengusaha real estate terkenal di negeri ini," ucap Rizal sambil melirik ke arah sahabatnya.
"Aku sering tiba-tiba malu, jika berhadapan dengan dia," ucap Ronald jujur. Kini muka dan telinganya memerah. Hanya membayangkan sosok gurunya itu.
"Wah … wah, teman kita akhirnya merasakan jatuh cinta juga, Di saat usia sudah memasuki 18 tahun. Hebat! Aku dukung deh, pokoknya." Rafael merangkul leher pemuda campuran bule Eropa itu.
***
Keesokan harinya Rafael dan teman-temannya sedang makan di kantin. Didatangi oleh Demian, anak pemilik saham lainnya di sekolah itu. Dia itu merupakan saingan Rafael sejak masih berseragam taman kanak-kanak.
"Hei, Pangeran Kodok. Malam ini kita akan adakan balapan dan taruhannya adalah mobil kesayangan kita masing-masing," ucap Demian.
"Tidak takut. Bersiap-siaplah kamu akan menangis karena kehilangan lagi mobil kesayangan kamu itu," ucap Rafael mengejek pewaris keluarga Baratayudha.
"Aku akan membalas kekalahan aku kemarin," ucap Demian dengan senyum miring menghiasi wajahnya.
***
Malam harinya para pemuda yang lebih suka menuruti hawa napsunya, sudah berkumpul di arena balap milik salah seorang pengusaha di negeri ini. Mereka biasanya melakukan balapan motor atau mobil.
"Apa kalian sudah siap?" teriak seorang perempuan berpakaian minim.
Rafael sudah siap di atas motor balap miliknya. Begitu juga dengan Demian dan beberapa orang yang ingin ikut serta.
"Tiga … dua … satu!" teriak wanita sambil mengacungkan kedua light stik di kedua tangannya.
Raungan suara motor langsung memecah keheningan malam itu dengan suara yang memekakkan telinga. Semua motor itu saling berkejaran dengan kecepatan yang tinggi. Mereka semua harus mengelilingi lap sebanyak tiga putaran.
Rafael dan Demian yang menempati posisi paling depan. Keduanya sudah jauh meninggalkan para peserta lainnya.
Demian yang tidak mau kalah, maka dia pun berbuat curang. Kaki panjangnya menendang kuat motor Rafael.
Meski motornya sempat oleng gara-gara tendangan kaki Demian. Namun, Rafael masih mampu mengemudikan motornya.
Rafael tidak tahu kalau Demian sengaja menumpahkan bensin secara diam-diam. Jalanan pun menjadi licin sehingga Rafael terjatuh dan terseret ratusan meter di jalanan beraspal.
Demian sangat senang melihat lawannya terjatuh. Dia yakin kalau dia akan jadi pemenangnya.
"Rafael!" teriak orang-orang yang mendukung Rafael sebagai pemenangnya.
***
Bagaimana kondisi Rafael? Tunggu kelanjutannya, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Ita rahmawati
ternyta ronald suka sm si ning 😅
bakalan kalahkah rafael 🤔
2025-05-12
1
Maya Ratnasari
siaaapppp
2025-01-05
1
revinurinsani
seru thor
2023-11-18
1