Mengancam

Deg

Aku terkejut saat membuka chat yang masuk ke ponselku, ada nama Juli yang kirim pesan. Kedua bola mataku membelalak, dengan jantung berdebar kuat. Mendapati fakta,bukan Mas Evan yang mengirim pesan, melainkan Juli. Wanita itu mengirimkan pesan dengan kata kata kasar. Ia juga menuliskan kalimat, yang menyatakan dia sangat mencintai Mas Evan, dan apapun yang terjadi tak akan melepaskan mas Evan.

Ternyata Juli tidak sungguh-sungguh dengan janjinya, sikap baiknya saat berjumpa denganku tadi, hanya sandiwaranya saja.

Aku jadi tak tenang, setelah membaca pesan itu. Sepertinya wanita itu sangat berbahaya. Tadi, ia bersikap seperti seekor kucing di hadapanku. Manis, lemah lembut dan terlihat sopan. Ternyata mulutnya sangat berbisa, dan berkata manis tapi dusta.

Astagfirullah...

Tangan menggenggam erat ponsel, dengan pikiran melanglang buana memikirkan tentang rumah tangga ku. Bunyi bel tak lagi ku dengar. Hingga guru piket menghampiri ku, mengingatkan kalau aku ada les masuk kelas.

"Sayang, jangan datang ke kelas mama masuk ya? tunggu Mama di sini, atau main di taman saja ya nak!?" ucapku pada Putriku Raisya. Aku perlu mengingatkannya. Karena kepala sekolah, tak mengizinkan membawa anak ke dalam kelas.

"Iya Ma." Sahut putri kecil ku yang pintar itu. Ia kini menyibukkan dirinya menggambar.

Aku menyeret kakiku menuju ruang kelas dengan tak semangat. Pikiranku sedang kaca balau saat ini. Rumah tangga ku sedang ada masalah besar. Aku tak mau gara gara pelakor itu, aku dan Putriku jadi menderita. Dalam hati akupun memutuskan untuk membicarakan ini dengan serius dengan Mas Evan, nanti malam. Jikalau ia tak mengaku juga. Maka, aku akan membawa masalah ini untuk dibicarakan dengan kedua orang tua kami.

Baru juga masuk ke ruang kelas, Mas Evan menelponku. Dengan perasaan tak tenang aku pun mengangkat panggilan itu.

"Berani kamu mengajak jumpa si Juli.!" teriak Mas Evan. Aku sampai menjauhkan ponsel itu dari telingaku. Suaranya sangat keras. Mas Evan memarahiku, karena aku mengajak Juli berjumpa. Aku kembali menatap layar ponselku itu dengan emosi yang hampir tak terkendali. Harus nya aku yang marah, karena ia benar ketahuan selingkuh. Tapi, karena aku sedang ada si ruang kelas. Aku pun mencoba meredam amarahku

Aku melihat panggilan masih tersambung. Aku pun kembali mendekatkan ponsel itu ke telingaku. "Alda.. Tak seharusnya kamu menemuinya dan marah marah padanya." Ujar Mas Evan, masih dengan intonasi tinggi. Aku yakin Juli sudah mengarang cerita, tentang Pertemuan kami tadi.

Aku yang tengah berada di ruang kelas. Di depan anak anak, tak bisa menahan diri lagi. Aku pun memutuskan keluar dari kelas itu. Berlari ke pojok ruangan yang sepi.

"Mas.... Harus nya aku yang marah. Mas benar benar selingkuh!" ujar ku tegas dengan menahan sakit yang begitu hebat di dada.

"Diam kamu! jangan pernah, kamu ceritakan ini pada orang tua saya."

Tut....

Panggilan terputus. Seketika duniaku terasa hancur. Tubuhku terasa layu. Aku berjalan teruyung uyung menuju kelas, yang mungkin sudah kutinggalkan selama 5 menit, karena bicara dengan Mas Evan.

Panggilan itu hanya lima menit. Dan amarah Mas Evan, membuat semangat mengajar ku meluap. Aku merasa jadi tak profesional. Mas Rian tidak pernah sebelum nya memarahiku sekasar tadi.

"Eeehh.. Muallim,..!" Dengan cepat ku gosok kedua mataku yang berkabut, ternyata kepala Madrasah. Muallim Armand ada di kelasku. Ya beliau memang sering memantau kelas yang kosong. Ia paling tak suka, ada guru yang meninggalkan kelas, disaat waktu belajar, tanpa alasan yang jelas.

"Jam pelajaran muallimah, sudah saya inval." Ujarnya datar, menatap ku tajam.

"Eehh.. Kenapa di inval muallim? aku tadi sudah masuk ke kelas ini, dan kebetulan ada hal penting. Aku pun meninggalkannya sebentar." Ujarku membela diri, masak meninggalkan kelas lima menit saja tak bisa.

"Bekerjalah dengan profesional muallimah." Ujarnya masih dengan tatapan datarnya.

"Ia Muallim." Sahutku sopan. Muallim Armand pun meninggalkan ruangan itu.

Hufftt..

Aku menghela napas berat, setelah mendaratkan bokongku di kursi. Menarik sudut bibir, menatap ramah kepada anak didikku. Aku tak boleh menunjukkan wajah murung ini. Aku harus profesional.

***

Sesampai dirumah, saya mengajak putri saya untuk beristirahat sebentar. Karena kepalaku terasa sangat panas dan sakit, disebabkan terlalu banyak berpikir. Aku perlu istirahat, untuk menenangkan Pikiranku.

Sorenya aku menyiapkan makan untuk Mas Evan. Ia pulang bekerja, tapi tak berbicara denganku. Biasanya ia akan menyamperinku, yang tengah masak di dapur. Atau aku sedang siram tanaman di taman. Ia akan mencium keningku, sebelum memutuskan untuk mandi. Tapi, hari ini. Air mukanya masam sudah melihatku. Aku pun tak berani menyapanya. Tunggu nanti malam, aku akan membicarakan apa maksud dan tujuan Mas Evan, mengkhianatiku.

"Mas, kita makan dulu. Setelah itu kita perlu bicara." Ujarku tegas, menatapnya yang tengah duduk di kursi dengan tangan sibuk mengotak atik ponselnya.

"Aku tak mau makan!" jawabnya dengan suara keras, menatapku tajam. Dipikirnya aku budeg.

"Tak ada yang perlu dibahas dan dibicarakan. Yang kau ketahui hari ini, itulah fakta dan kenyataan.

Buuggh..

Seperti dihantam palu besar, hati ini terasa sakit mendengar ucapan Mas Evan.

" Mas..!"

"Diam! masalah ini jangan sempat diketahui keluarga besar kita, kalau kamu masih ingin melihat Raisya." Ujarnya masih dengan amarah nya. Ia bangkit dari duduk nya. Melangkah keluar daei kamar. Aku pun menyusul nya.

"Mas, kita perlu bicara. Mas gak boleh bersikap seperti ini? salahku apa mas?" Aku menahan tangan Mas Evan.

Ia menghempaskan tanganku kasar. "Kamu tak salah, aku hanya bosan saja." Ujarnya datar, tanpa merasa bersalah.

"Bosan..?" tanya ku dengan penuh amarah. Kalau di tanya, siapa yang tak bosan dan jenuh dengan pernikahan yang sudah hambar ini. Apalagi sikap Mas Evan berubah dalam tiga bulan terakhir ini. "Aku juga bosan Mas..!" teriak ku mengejar Mas Evan yabg kini sudah berada di atas motornya.

Ngeng....

Mas Evan melajukan motornya secepat kilat. Ia kini terang terangan mengkhianatiku.

Aku berjalan dengan terkulai lemas. Menutup pintu dengan perasaan yang sakit seperti ditusuk tusuk duri. Air mata yang dari tadi mendesak untuk keluar, tak terbendung lagi. Aku pun ambruk di atas ranjang. Menelungkupkan diri, dan menenggelamkan wajah di bantal.

"Ma.. Mama, kenapa menangis..?" Aku hampir lupa dengan keberadaan putri kami, karena terbawa perasaan. Tangannya yang mengusap lembut punggung ku.

Dengan cepat ku lap mataku yang sembab, dengan jemariku sebelum aku membalik badan, menatap putri semata wayangku.

"Mama nangis?" tanya nya lagi.

Syur...

Benar benar aku tak bisa membendung air mataku. Teringat ucapan Mas Evan. Jika aku cerita ini ke keluarga besar. Maka, ia akan memisahkanku dengan Raisya.

Aku pun meraih tangan mungil, yang melap air mataku itu. Mencium nya dengan berderai air mata. Tak ku sangka, rumah tangga ku, akan dihancurkan pelakor.

"Ayah pergi ke mana Ma?" tanya Raisya, yang penasaran dengan kepergian Mas Evan, yang mendadak tadi.

"Ke rumah nenek sayang." Ujarku, bangkit dari batas ranjang. "Kita makan ya?!" Kini kami sudah keluar dari kamar.

"Ayah gak makan di sini Ma?" tanya nya lagi menatap ku lekat. Aku kini sedang menggendong Raisya. "Sudah lama kita gak makan sama dengan ayah!" keluh nya, menampilkan muka bete nya.

Aku hanya Tersenyum menanggapi ucapan gadis kecilku. Mana mengerti ia masalah yang sedang terjadi di rumah ini.

TBC

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

jgn jdi bodoh dn lemah hanya krn alasan anak, klo ank msh dibwh umur hk asuh jatuh pd Ibu

2023-08-18

0

elvie

elvie

BOSAN.....alasan klise,

ada yg halal malah cari yg ckckck
😒😒😒

2022-11-25

1

YuWie

YuWie

lelaki zaman sekarang memang membagongkan..yg salah sopo..ehhh sing marah2 n ngancem sopo..

2022-10-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!