"Na, maaf ya. Tiba-tiba aku harus dinas luar kota mendadak seperti ini." Ucap Adam merasa bersalah, sambil memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil.
"Nggak apa, Mas. Namanya juga kerja." Nara memaklumi pekerjaan sang suami. Adam harus menuruti perintah atasannya.
Mendengar itu Adam melihat Nara dengan pandangan yang sulit diartikan. Istrinya itu pemikirannya sangat positif sekali.
"2 hari lagi aku akan pulang, sayang. Aku janji akan menyelesaikan dengan cepat. Lalu pulang menemui kamu." Adam memeluk Nara sejenak.
Nara mengangguk mengerti. Wanita itu memaklumi pekerjaan suaminya. Adam memang sering ditugaskan keluar kota untuk beberapa hari. Bahkan pernah sampai seminggu lebih, Adam di luar kota.
Selama Adam tugas di luar kota, Nara akan menginap di rumah orang tuanya atau rumah mertuanya. Ia tidak berani tinggal sendirian di rumah itu. Walau aman, karena ada security yang berjaga 24 jam di dalam komplek.
Tapi, jika malam menjelang. Nara merasa ngeri sendiri. Tinggal sendirian di rumah malam-malam membuat bulu kuduknya merinding.
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, mereka pun sampai di sebuah rumah.
Nara segera turun dan menghampiri wanita paruh baya yang sudah menunggu di depan pintu.
"Mama..." Nara memeluk Mama mertuanya dengan erat.
"Akhirnya anak cantik Mama datang juga." Mama mengelus pundak sang menantu dengan sayang.
"Ma, maaf ya. Kami nggak ada bawa apa-apa, lho." Nara merasa tidak enak hati, tidak membawa apapun saat mengunjungi mertuanya.
"Nggak apa, Nak. Mama sudah memasak makanan kesukaan kamu. Ayo, kita makan. Nanti keburu dingin!" Mama mengajak Nara untuk segera masuk ke rumah.
Adam mendengus sesaat, selalu seperti itu setiap mereka datang. Kadang Adam merasa seperti dialah menantu di keluarganya sendiri.
"Nara, ini tas kamu." Ucap Adam menurunkan tas Nara. Selama ia pergi, Nara akan tinggal di rumah Mamanya.
"Ma, aku pergi dulu." Adam berpamitan. Ia menyalami dan memeluk Mama yang sangat ia sayangi.
"Hati-hati di jalan. Dan jangan macam-macam di sana!" Mama mewanti-wanti sang anak.
"Macam-macam apa sih, Ma? Adam ini sangat setia lho, Ma." Ucapnya meyakinkan.
"Lihat saja, kalau kamu buat Nara menangis. Mama hajar kamu!" Ancam Mama.
Adam hanya tertawa mendengar ancaman Mama, ia pun pamitan pada istrinya.
"Hati-hati ya, Mas. Aku percaya kamu." Bisik Nara. Ia sangat yakin Adam tidak akan bermain di belakangnya.
"Ayo, Nara." Ajak Mama setelah mobil Adam berlalu pergi.
Nara melahap masakan yang telah dibuat wanita paruh baya itu.
"Ma, ini sangat enak." Puji Nara pada masakan sang Mama yang membuat lidahnya terus bergoyang.
"Makanlah yang banyak, Nak. Mama masak banyak untuk kamu." Mama menambah piring kosong Nara.
"Terima kasih, Mama."
Mama tersenyum melihat Nara. Dulu saat Adam membawa Nara ke rumah, saat keduanya masih berpacaran, Mama tidak menyukai Nara.
Mungkin karena selama ini, Adam lah yang menjadi tulang punggung. Maka saat ada kehadiran orang lain, membuat Mama merasa bahwa Nara akan mengambil Adam darinya.
Adam yang saat itu hanya seorang staff biasa di sebuah perusahaan, dengan gajinya yang cukup untuk kebutuhan mereka saja. Karena adik-adiknya Adam juga masih bersekolah.
Bagaimana jika mereka menikah? Pasti Adam akan lebih memilih menghidupi istrinya. Lalu Mama akan kembali bekerja untuk menghidupi ketiga anaknya itu.
Mungkin jika suaminya masih hidup, pasti lain lagi cerita.
Karena Adam sangat mencintai Nara. Mama pun terpaksa merestui mereka. Ia berencana akan kembali menjadi buruh cuci atau tukang masak lagi. Walau usianya kini sudah tidak muda lagi. Tapi ia yakin bisa menghidupi anak-anaknya.
Anak-anaknya memang mendapat beasiswa. Tapi untuk sehari-hari harus tetap ada pemasukan tetap.
Tapi penilaian Mama perlahan berubah. Saat Nara lebih memilih tinggal bersama mereka setelah menikah dengan Adam.
Bahkan Nara langsung meminta izin padanya untuk tinggal bersama mereka.
Padahal Adam berniat akan menyewa rumah yang tidak berada jauh dari rumah mereka. Tapi Nara menolak itu.
Menurut Nara dengan tinggal bersama otomatis pengeluaran akan lebih hemat. Ia tahu penghasilan suaminya pas pas-an.
"Ma, kita mau masak apa?" Nara selalu bertanya apa yang akan mereka masak. Wanita muda ini perlahan mulai memasukkan diri dalam keluarga mereka.
"Kamu bisa masak?" Maka sudah selayaknya Mama menerima Nara dengan tangan terbuka.
Nara menggangguk.
Setiap hari Nara yang akan memasak untuk keluarga itu. Ia ikhlas melakukannya, mengingat Mama yang sudah makin tua.
Nara juga meminta Adam menyerahkan ATM pada Mama saja. Tapi Mama malah menyerahkan padanya.
"Sudah, Nara saja yang pegang." Mama menyodorkan kartu ATM.
"Tidak, Ma." Nara menolak cepat. Ia menyodorkan pada Mama kembali.
Adam jadi bingung melihat dua wanita kesayangannya oper-operan.
"Sudah gini saja. Aku saja yang pegang." Saran Adam. Ia sekarang mengerti. Jika ATM dipegang Nara, Mama pasti akan segan meminta untuk biaya sekolah adik-adiknya. Dan jika Mama yang pegang, Nara yang akan segan meminta uang untuk belanja tiap hari.
Tapi jika Adam sendiri yang pegang, maka mereka tidak akan lagi segan-seganan.
"Ma, pakaian yang lain mana?" Tanya Nara saat tidak melihat pakaian adik-adiknya dalam mesin cuci. Ia berencana akan sekalian mencucinya juga.
"Adik-adikmu malas ganti baju. Sudah kamu cuci saja pakaian kalian." Alasan Mama. Padahal saat hari libur, anak-anaknya akan mencuci pakaian sendiri.
Nara tinggal dengan keluarga Adam selama 4 tahunan. Mereka hidup akur dan jarang berselisih. Jika ada pun akan segera berbaikan. Ya, namanya juga keluarga, lebih kurang sedikit lah.
"Nak, si Bily sama Rio kan sudah bekerja sekarang. Sudah, kalian tidak usah ngirimi Mama lagi. Kalian tabung saja, untuk biaya anak kalian nanti." Saran Mama. Sekarang kedua putranya sudah mempunyai pekerjaan tetap. Jadi Adam sudah tidak usah lagi menjadi tulang punggung mereka. Adik-adiknya sudah mandiri.
"Nggak apa, Ma. Lagi banyak rezeki, Mas Adam." Sela Nara cepat.
"Nara mau cuci piring, Ma." Nara pun segera membereskan piring bekas makannya.
Mama hanya bisa menggeleng kepala. Adam sangat beruntung menikah dengan Nara. Menantunya ini sangat baik dan pengertian sekali.
\=\=\=\=\=\=
Adam saat ini berada di ruangannya. Ia memandangi foto pernikahannya dengan Nara.
Nara sangat cantik dengan gaun pengantinnya.
Pria itu menghela nafas panjang, seperti banyak masalah yang sedang membebaninya.
Ada rasa bersalah telah membohongi istrinya. Tugas keluar kota itu hanya alasannya saja. Ia saja sekarang ada di kantornya.
'Sayang, aku yakin kamu akan mengerti. Aku melakukan ini, juga demi kebaikan kamu.'
Adam pun meraih ponselnya. Ia akan mengirim pesan ke nomorku yang ada di kontaknya.
Ia berpikir sejenak, lalu memilih menelepon saja.
"Halo." Ucap Adam.
"Mas Adam!!!" Jawab wanita di seberang sana dengan suara sangat bahagia. "Kapan Mas akan menemuiku? Aku merindukanmu!!!"
"Nanti malam. Aku akan datang."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Ira Rachmad
hah.... bang to the ke
2024-08-15
0