"Mas Adam." Setelah dari toilet Nara menghampiri suaminya.
"Kamu sudah selesai?" Tanya Adam segera memasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya.
"Telepon dari siapa, Mas?"
"Biasa rekan kerjaku." Adam pun menggandeng Nara menuju parkiran.
Adam membukakan pintu mobil untuk Nara. Perhatian kecil itu membuat Nara sangat bahagia.
"Kamu mau ke mana lagi, Na?" Tanya Adam setelah mereka berada di dalam mobil.
"Pulang saja deh, Mas. Tadi di rumah aku sudah membuat puding."
"Hmm... kalau begitu kita pulang saja. Enak nih, makan puding sambil mandangi wajah cantik kamu."
"Mas Adam, ih... Gombal!!!" Nara memukul dada Adam dengan manja. Selalu saja ucapan Adam membuatnya baper. Ia memang mudah baperan.
Tak berapa lama, mobil menepi di teras rumah mereka. Nara segera turun dan masuk rumah. Tadi selama di perjalanan, Adam terus menggombali nya dengan pujian dan tatapan, yang membuat hati Nara meleleh.
Adam yang masih di dalam mobil tersenyum puas, setelah menggoda Nara sampai wajah cantik itu memerah seperti kepiting rebus.
Pria itu lalu mengambil ponselnya dan menghubungi Nomorku dalam kontaknya.
"Halo, Mas Adam!!!" Pekik suara wanita menjawab dari seberang sana. Dari suaranya terdengar wanita itu sangat kesal.
"Harus berapa kali aku mengingatkanmu, jangan menghubungiku jika aku tidak menghubungimu!!!" Ucap Adam dengan nada marah.
"Ta-tapi," Jawab gugup di sana.
"Ada apa?" Tanya Adam menurunkan nada bicaranya. Ia melihat-lihat sekelilingnya.
"Uang bulananku sudah habis, Mas. Aku-"
"Aku akan kirimkan!" Sela Adam segera dan mengakhiri panggilan tersebut.
Pria itu menekan-nekan benda pipih, lalu mentransfer sejumlah uang dari internet bankingnya.
Ia juga menghapus riwayat panggilan di ponselnya. Setelah itu Adam turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah.
"Nara." Panggil Adam begitu masuk rumah. Ia tidak melihat Nara di dapur, jadi ia berjalan menuju kamar mereka.
"Nara, kamu di dalam, sayang?" Tanya Adam mengetuk pintu kamar mandi.
"Iya, Mas. Aku lagi mandi. Sebentar lagi akan selesai." Jawab Nara dari dalam kamar mandi. Suara gemericik air kembali terdengar.
"Na, aku mau masuk. Aku mau mandi juga!"
Suara air sudah tidak terdengar dan tak lama pintu kamar mandi pun terbuka.
Dengan senyum mengambang, Adam masuk ke dalam mandi tersebut.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Gimana, Mas?" Tanya Nara.
"Enak, Na. Ini sangat enak. Aku mau tambah!" Adam menyodorkan mangkuk kosong untuk Nara isi kembali dengan puding.
Dengan sigap, Nara mengisi mangkuk kosong tersebut. Hatinya merasa sangat senang, melihat Adam yang begitu lahap memakan puding buatannya.
Adam sangat menyukai puding buatan Nara. Ia tidak bisa berhenti untuk memakannya. Ini saja sudah setengah isi cetakan puding yang telah masuk ke dalam perutnya.
"Na, uang bulanan kamu masih ada?" Tanya Adam disela-sela makannya.
"Masih, Mas."
"Hmm... Aku kirim lagi ya." Adam meraih ponsel.
"Lagi banyak uang ya, Mas?" Dikasih tambahan uang bulanan, mana mungkin Nara menolak. Uangnya bisa disimpan untuk hal-hal mendadak nantinya.
"Aku banyak dapat bonus, Na." Jawab Adam santai.
Nara mengangguk. "Mas, sudah bayar cicilan rumah?"
"Bulan ini sudah. Yang bulan depan, tunggu gajian saja. Itu sudah aku transfer ke rekening kamu!" Adam memberitahu.
Nara mengecek ponselnya. Adam selalu mentransfer uang bulanan ke rekeningnya.
Untuk uang cicilan rumah, listrik, air dan keamanan Adam yang langsung membayar saat gajian. Jadi uang bulanan yang diberikan Adam, khusus untuk kebutuhan sehari-hari mereka saja.
"Mas, aku kirim sebagian sama Mama ya!" Ucap Nara. Ia berniat mengirimkan sebagian pada mertuanya.
"Mama nanti saat gajian saja." Tiap gajian Adam akan mentransfer uang bulanan untuk Mamanya juga.
"Sudah aku kirim, Mas!" Nara menunjukkan bukti transfer.
Adam tersenyum pada Nara. Istrinya itu tidak pernah perhitungan pada Mamanya. Nara bisa membaur dengan keluarganya.
Begitulah sikap Nara yang membuatnya jatuh cinta.
Sebelum menikah, Adam sudah menceritakan kondisi keluarganya pada Nara, tanpa ada yang ditutupi. Agar Nara nantinya, bukan hanya dapat menerima dirinya, tapi juga keluarganya.
Adam adalah anak pertama dari 4 bersaudara. 3 anak laki-laki dan satu perempuan yang paling bontot.
Ayahnya sudah meninggal saat Adam tamat SMA.
Adam bisa berkuliah, pasti karena perjuangan Mamanya. Padahal saat itu Adam ingin bekerja saja untuk membantu sang Mama. Tapi Mama memaksanya agar tetap berkuliah. Walau Adam mendapat beasiswa, tetap saja untuk kebutuhan sehari-hari ia dan adik-adiknya, sang Mamalah yang membanting tulang.
Hingga setelah tamat kuliah, Adam mendapat pekerjaan yang bagus dengan gaji yang lumayan.
Dari situlah, Adam tidak membiarkan Mamanya bekerja lagi. Ia menggantikan sang Mama, mengambil alih menjadi menjadi tulang punggung keluarganya.
"Terima kasih, sayang. Kamu bisa menerima keluargaku." Adam memeluk erat tubuh Nara yang berada di pangkuannya.
Adam sangat beruntung memiliki Nara. Wanita yang sangat perhatian dan pengertian.
Nara itu tidak membuatnya memilih pilihan sulit. Memilih antara Mama atau istrinya?
Seperti banyak pasangan lain, yang sering bertengkar dengan alasan orang tua mereka.
Nara dapat mengerti posisi Adam dalam keluarganya.
"Aku yang seharusnya berterima kasih, Mas. Keluarga kamu mau menerima aku."
Yang Nara tahu, saat ia telah menikah. Segala tanggung jawab Ayahnya akan berpindah pada Adam.
Pria itu akan menambah tanggung jawab baru dengan menikahinya, Selain tanggung jawab kepada Ibu dan adik-adiknya juga.
Nara berusaha dekat, agar ia bisa menerima dan diterima di keluarga suaminya. Terutama diterima mertuanya, wanita yang sudah melahirkan suami tercintanya. Bahkan membuat Adam menjadi pria sukses yang sangat bertanggung jawab.
Tidak terbayang bagaimana berada di posisi Mama saat membesarkan 4 orang anak seorang diri.
Sudah semestinya, ia sebagai istri menyayangi mertuanya dan tidak membuat Adam jadi durhaka pada Mamanya.
"Mas, besok sebelum pergi kerja. Aku mau ke rumah Mama. Sudah lama tidak ketemu Mama."
"Iya, besok aku akan antar kamu ke sana. Tapi sorenya kita harus pulang." Adam mengingatkan. Mamanya jika sudah bertemu Nara, pasti akan disuruh menginap. Dan istrinya ini menurut saja, karena tidak tega menolak permintaan Mertuanya.
Ya, sesayang itulah Mama pada istrinya. Hubungan mereka sudah seperti ibu dan anak kandung pada umumnya.
"Aku akan membuat bolu. Mama sangat suka bolu buatanku, Mas!" Nara akan bangkit dari pangkuannya.
"Kamu mau buat sekarang?" Tanya Adam tak rela melepaskan wanitanya.
"Iya dong, Mas. Besok pagi-pagi kita harus sampai sana."
"Beli saja!" Adam masih menahan Nara.
"Mana ada toko roti yang buka pagi-pagi."
"Tidak usah bawalah."
"Masa datang nggak bawa buah tangan?"
"Beli yang lain saja, sayang."
"Beli apa, Mas?" Tanya Nara bingung. Biasanya jika berkunjung, ia akan membawa buah tangan yang dibuatnya sendiri.
Adam tampak berpikir. "Mie balap."
"Pakai helm dong, Mas!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
sherly
pandai betul si Adam bersandiwara.... kasian nara
2024-06-27
1
Perempuan Kekasih
telpon dari selingku
2024-03-25
1
𝐵💞𝓇𝒶𝒽𝒶𝑒🎀
dari kelewatan baperan jdi bodoh hhhh
2024-01-25
1