Janji Masa Lalu

Ken terus berjalan tanpa arah dan aku terus berjalan mengikutinya. Dia sering melakukannya saat di dalam kepalanya penuh berisi pikiran yang mengganggu. Dia akan berjalan kemanapun kakinya membawanya tanpa peduli apakah aku akan mengeluh atau tidak. Dia juga tidak peduli akan berakhir dimana langkah kakinya. Dia hanya ingin terus pergi hingga menemukan sebuah tempat yang bisa membuat kepalanya kembali jernih.

Hal yang aku sukai dari daerah pemukiman Korea adalah tidak ada kendaraan-kendaraan lalu lalang yang lewat. Hanya ada pejalan kaki yang terburu-buru mengejar bus dan beberapa turis yang sedang mencari restoran ataupun convenience store. Beberapa toko buah atau bunga juga bisa aku temukan di beberapa jalanan. Ken sering membawaku jalan-jalan di sekitar perumahan untuk menenangkan diri. Walaupun sebenarnya semua itu hanya efektif untuknya, untukku lebih seperti berolahraga.

Ken melepaskan genggaman tangannya dan berjalan meninggalkanku menuju sebuah ayunan. Setelah aku memikirkannya, wajah jenaka miliknya sudah hilang dan berubah menjadi wajah dewasa yang penuh beban. Aku tidak tahu pasti apa yang membuat wajah jenakanya menghilang, apakah pernikahannya denganku atau kecelakaanku.

“Kamu marah?” tanyaku begitu berada di depannya

Dia tidak menjawab. Dia bahkan tidak menatap wajahku. Dia justru menatap kumpulan salju yang menutupi tanah. Hanya wajahnya yang berubah dewasa, sikapnya saat marah masih sama seperti anak kecil.

“Apa karena ujiannya tidak lancar?”

“….”

“Apa karena aku tidak langsung pulang?”

“….”

“Lalu, apa karena aku tidak meminta izin padamu?”

“Sampai kapan kamu akan berpura-pura?”

Aku sangat suka melihat wajah cemberut miliknya. Mulut yang dia majukan, mata yang menatapku penuh amarah, dan tentunya hidung yang berubah kembang kempis saat cemberut, sangat lucu hingga membuatku ingin tertawa.

“Ken, dia kehilangan ingatannya. Dia tidak mengenali kita sama seperti saat kita bertemu dengannya di rumah sakit.”

Ken tiba-tiba berdiri dari ayunan dan langsung memelukku. Aku tidak tahu wajah seperti apa yang aku tunjukkan kepadanya hingga membuatnya memelukku. Aku hanya bisa membalas pelukannya. Salju yang sedari tadi turun, sekarang bertambah lebat. Bahkan pelukan ini tidak cukup untuk menghangatkanku.

“Kumohon cintai aku.”

Ketakutan yang sudah aku tahu sejak lama akhirnya muncul. Kenyataan yang selalu aku tutupi akhirnya menampakkan diri.

Haruskah aku mengabaikannya?

Atau, haruskah aku berpura-pura tidak mendengarnya?

“Aku tidak mau kamu berpura-pura tidak mendengarnya seperti 2 tahun yang lalu,” ucapnya seakan tahu apa yang baru saja aku pikirkan.

Ken melepaskan pelukannya dan menatapku. Dia merapikan syal di leherku, cukup lama dia melakukannya. Aku tahu dia hanya ingin teralihkan setelah mengucapkan semua hal yang baru dia ucapkan. Dia masih menjadi Ken yang aku kenal, bahkan sikapnya saat ini membuatku teringat pada dirinya yang berusia 5 tahun. Usia dimana dia mengatakan segala hal yang dia inginkan. Usia dimana dia membuat janji yang hampir tidak bisa dia tepati. Usia dimana untuk pertama kalinya dia memintaku untuk menikah dengannya bahkan sebelum kita berdua tahu apa itu cinta.

Kuraih tangannya yang masih ‘sibuk’ dengan syalku. Tangannya sedingin tanganku, dia bahkan tidak memakai sarung tangan yang aku berikan pagi ini dan dia masih bisa memintaku untuk mencintainya Kuletakkan kedua tangannya di pipiku, aku rasa pipiku masih cukup hangat disaat seperti ini. Ken terdiam, cukup lama kami terdiam sampai dia menyadari sesuatu dan langsung merebut tas dari tanganku.

“Kemana sarung tanganmu?”

“Hilang.”

“Dengan syal?”

Aku mengangguk. Ken langsung membuka tasnya dan mengambil sarung tangan berwarna hitam yang aku berikan pagi ini. Tanpa ragu, dia langsung memakaikannya. Lihat betapa besarnya sarung tangan ini ditanganku. Aku langsung menggenggam tangannya dan berjalan meninggalkan ayunan yang mulai diduduki salju putih.

“Ken….”

“Hmm?”

“Ayo kita menikah lagi. Saat cuaca cukup hangat dan saat kita sudah saling mencintai dengan benar.”

Satu jari kelingking muncul di depan wajahku. Dia melakukannya lagi seperti saat dia berusia 5 tahun. Saat aku dengan polosnya menerima ajakan pernikahannya. Kutautkan jari kelingking milikku sama seperti saat aku berusia 5 tahun yang menerima ajakan pernikahannya.

“Janji,” ucap kami berdua serentak.

...-----...

Aku baru tahu pagi ini jika ayah melakukan perjalanan bisnis lagi. Beliau bahkan tidak menemuiku seperti sebelumnya. Sepertinya urusan kali ini lebih mendesak dibandingkan sebelumnya. Ayah hanya mengirimiku sebuah pesan dengan typo yang lumayan banyak dan aku baru mengeceknya pagi ini.

“Kamu pulang pukul berapa?” tanyaku membuka percakapan.

“4 sore, kenapa?”

Hanya gelengan yang aku berikan. Kuamati Ken yang sibuk dengan buku anatomi di tangan kiri dan sendok di tangan kanan. Tangan kanannya terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dan matanya terus sibuk pada buku di depannya. Dia bahkan tidak meniup sup sebelum memakannya. Kuhembuskan nafasku sebelum akhirnya pindah ke kursi di samping Ken. Kuambil sendok dari tangannya dan meniup sup panas yang sudah ada di dalamnya. Ken tetap memfokuskan dirinya pada buku dan aku terus menyuapinya hingga suapan terakhir. Dia bahkan tidak terkejut dengan hal yang aku lakukan. Mungkin ucapanku tentang pernikahan kemarin sudah cukup membuatnya merasa tenang.

“Aku akan menjemputmu,” ucapku.

Ken yang sedang minum tersedak. Dia menatapku dengan mata terbelalak. Sepertinya ucapanku kemarin hanya membuatnya tenang hanya sebesar 50%. Kuambil gelas dari tangannya dan memberikan sarung tangan padanya untuk membersihkan tumpahan air di mulut dan bajunya.

“Kenapa? Bukannya kamu tidak mau melihat calon-calon dokter karena merasa sesak?” tanyanya setelah selesai membersihkan kemeja putihnya.

“Aku hanya ingin jalan-jalan. Kamu juga tahu hari ini aku tidak ada kelas.”

“Hmmm.”

“Kenapa?”

“Tidak. Aku akan menunggumu di depan papan pengumuman.”

Aku mengangguk. Ken berjalan meninggalkan ruang makan untuk mengambil tas di kamar. Aku membereskan piring-piring dan mangkuk yang sudah tidak menyisakan makanan. Beberapa pelayan masuk ke dalam ruang makan dan enggan begitu melihatku membereskan meja. Daripada mengganggu pekerjaan orang lain, aku memutuskan meninggalkan ruang makan dan pergi menuju halaman depan.

Musim dingin benar-benar sudah menampakkan dirinya dengan nyaman. Pohon-pohon sudah mulai tertutup salju. Aku ingin tahu seperti apa dingin yang dirasakan pohon-pohon itu, apakah sama dengan yang manusia rasakan atau lebih dingin. Setidaknya manusia bisa berlindung di dalam rumah dan menyalakan penghangat sedangkan pohon-pohon akan terus berada di bawah atap berlangit dengan salju yang berjatuhan. Jika pohon bisa berbicara, akankah mereka mengeluhkan nasibnya atau hanya diam menerima semuanya sebagai sebuah takdir yang telah dituliskan Tuhan?

Kualihkan pandanganku ke beberapa pengawal yang sudah siap di depan, mereka menunggu Ken. Aku juga ingin tahu seperti apa dingin yang mereka rasakan saat mengawasiku dan Ken terutama saat mereka hanya mengawasi di luar ruangan. Aku ingin menanyakannya langsung kepada mereka tetapi aku tahu pertanyaanku hanya akan menakuti mereka karena sudah lebih dari 3 tahun aku tidak berbicara dengan pelayan ataupun pengawal. Jika tiba-tiba aku mengajukan pertanyaan kepada mereka, bagaimana mungkin mereka tidak akan ketakutan.

“Tuan muda,” ucap Tuan Lee.

Kutengokkan wajahku ke arah kiri. Ken sedang menatapku, sepertinya dia sudah menatapku selama 5 menit melihat bagaimana para pengawal terus mencuri pandang ke arah kiriku sejak 5 menit yang lalu. Bagaimana bisa aku tidak sadar saat seseorang menatapku dengan tatapan seperti ingin menerkamku?

“Masuklah. Sangat dingin di luar.”

Hanya anggukan yang aku berikan sebagai jawaban. Ken menghembuskan nafas kesal miliknya lalu berjalan mendekatiku. Dia mengambil kedua tanganku dan meniupnya. Aku rasa bukan aku yang kedinginan tetapi dia, bahkan tangannya lebih dingin dari tanganku.

“Ken.”

“Hmmm?” jawabnya.

Ken tetap meniup tanganku, dia tidak menghiraukan panggilanku. Matanya sangat fokus pada tangan yang sekarang berada di telapak tangannya yang besar. Beberapa pengawal kembali mencuri pandang ke arah kami. Kulihat jam di tangan Ken yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Saat aku tidak ada kelas, Ken akan berangkat sesuai dengan jam kelasnya. Tidak perlu menanyakan alasannya, aku sudah tahu.

“Ken,” panggilku sekali lagi.

“Hmmm?”

Dia tetap fokus pada tanganku. Kuinjak kakinya dengan pelan, cukup membuatnya mengalihkan pandangannya kepadaku. Dia melepaskan tanganku dan melihat ke arah para pengawal. Dia melemparkan tas miliknya ke Tuan Lee, dengan sigap Tuan Lee menangkap tasnya dan entah bagaimana bisa para pengawal lainnya secara serentak memalingkan tubuh mereka ke depan. Sepertinya Ken dan para pengawal memiliki bahasa isyarat sendiri.

Ken memelukku dengan erat begitu Tuan Lee memasukkan tasnya ke dalam mobil. Aku membalas pelukannya, setidaknya hanya hal seperti ini yang bisa aku lakukan untuk membuatnya tenang. Aku tahu dia masih memikirkan pertemuan tidak terduga kami dengan Alvin karena aku juga masih memikirkannya hingga membuatku tidak bisa tidur semalam. Sepertinya rasa gelisahku sepanjang malam, ikut dia rasakan.

“Jangan menjemputku tepat waktu atau terlalu awal,” bisiknya.

“Kenapa?”

“Aku tidak ingin kamu menunggu dan kedinginan.”

Ken melepas pelukannya dan berjalan menuju mobil. Dia memutar tubuhnya ke arahku begitu pintu mobil dibukakan oleh Tuan Lee. Aku tersenyum ke arahnya sembari melambaikan kedua tangan. Melihat lambaian tanganku, Ken kembali berjalan menuju tempatku berdiri dan memelukku sekali lagi.

“Aku mencintaimu,” bisiknya sebelum benar-benar meninggalkanku.

Mobil yang membawa Ken perlahan meninggalkan rumah, meninggalkanku seorang diri. Beberapa pengawal kembali ke pos jaga mereka dan sisanya masih diam di tempat karena aku belum masuk kembali ke dalam rumah. Terkadang aku tidak paham bahaya seperti apa yang akan aku dapatkan di dalam rumahku sendiri hingga membuat para pengawal tetap mengawasiku.

Srak!

Gumpalan salju jatuh dari pohon.

Apakah salju itu bahagia karena akhirnya bertemu kembali dengan tanah yang dia rindukan walaupun akhirnya akan mengering dan menghilang?

Dan apakah aku bahagia dengan mencintainya?

...-----...

Episodes
1 Zeta
2 Keenan
3 Arti Nada
4 Dia
5 Janji Masa Lalu
6 Suara
7 Pertemuan Kembali
8 Alasan
9 Cemburu
10 Masa Lalu : Negosiasi
11 Masa Lalu : Nada Pertama
12 Masa Lalu : Buku Musik
13 Masa Lalu : Pertemuan Mereka
14 Masa Lalu : Perjanjian
15 Masa Lalu : Kalah
16 Masa Lalu : Sonata Pertama
17 Masa Lalu : Pendekatan
18 Masa Lalu : Percakapan Keluarga
19 Masa Lalu : Peringatan Kematian
20 Masa Lalu : Kebenaran Hubungan
21 Masa Lalu : Surat Perjanjian
22 Masa Lalu : Batas Waktu
23 Masa Lalu : Identitas
24 Masa Lalu : Tanggung Jawab
25 Masa Lalu : Gelang dan Cincin
26 Masa Lalu : Keputusan
27 Masa Lalu : Salah Paham
28 Masa Lalu : Melindungi
29 Masa Lalu : Kasih Sayang Keluarga
30 Masa Lalu : Permulaan
31 Masa Lalu : Meledak
32 Masa Lalu : Cerita
33 Masa Lalu : Nasehat
34 Masa Lalu : Pembalasan
35 Masa Lalu : Pertengkaran Kecil
36 Masa Lalu : Pertemuan Kembali
37 Masa Lalu : Trauma Masa Kecil
38 Masa Lalu : Psikiater
39 Masa Lalu : Tante Emily
40 Masa Lalu : Natasha
41 Masa Lalu : Permintaan Tolong
42 Masa Lalu : You Love Her
43 Masa Lalu : Konsekuensi
44 Masa Lalu : Hukuman
45 Masa Lalu : Izin
46 Masa Lalu : Perlindungan Terakhir
47 Masa Lalu : Kebenaran Sebuah Nada
48 Masa Lalu : Bunga Hyacinth
49 Masa Lalu : Bunga Marigold
50 Masa Lalu : Akhir yang Tidak Diharapkan
51 Masa Lalu : Beratnya Sebuah Kebenaran
52 Masa Lalu : Kembali ke Garis Start
53 Masa Lalu : 2 Langkah
54 Masa Lalu : Berpura-pura
55 Masa Lalu : Tangis Anak Sulung
56 Masa Lalu : Puzzle
57 Masa Lalu : Akhir yang Mendekat
58 Masa Lalu : Kenangan Kematian
59 Masa Lalu : Percobaan
60 Masa Lalu : Kencan
61 Masa Lalu : Adik
62 Masa Lalu : Perpisahan
63 Masa Lalu : Sebuah Janji
64 Masa Lalu : Sosok Ayah untuk Putrinya
65 Masa Lalu : Alamat
66 Masa Lalu : Trauma Arthur
67 Masa Lalu : Dokumen Perceraian
68 Masa Lalu : Putaran Takdir
69 Masa Lalu : Kebohongan
70 Masa Lalu : Perangkap
71 Masa Lalu : Ibu
72 Masa Lalu : Domino
73 Masa Lalu : Percakapan Terakhir
74 Masa Lalu : Gaun
75 Masa Lalu : Rasa Sakit
76 Masa Lalu : Permintaan Terakhir Ibu
77 Masa Lalu : Pilihan
78 Masa Lalu : Donor
79 Masa Lalu : William
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Zeta
2
Keenan
3
Arti Nada
4
Dia
5
Janji Masa Lalu
6
Suara
7
Pertemuan Kembali
8
Alasan
9
Cemburu
10
Masa Lalu : Negosiasi
11
Masa Lalu : Nada Pertama
12
Masa Lalu : Buku Musik
13
Masa Lalu : Pertemuan Mereka
14
Masa Lalu : Perjanjian
15
Masa Lalu : Kalah
16
Masa Lalu : Sonata Pertama
17
Masa Lalu : Pendekatan
18
Masa Lalu : Percakapan Keluarga
19
Masa Lalu : Peringatan Kematian
20
Masa Lalu : Kebenaran Hubungan
21
Masa Lalu : Surat Perjanjian
22
Masa Lalu : Batas Waktu
23
Masa Lalu : Identitas
24
Masa Lalu : Tanggung Jawab
25
Masa Lalu : Gelang dan Cincin
26
Masa Lalu : Keputusan
27
Masa Lalu : Salah Paham
28
Masa Lalu : Melindungi
29
Masa Lalu : Kasih Sayang Keluarga
30
Masa Lalu : Permulaan
31
Masa Lalu : Meledak
32
Masa Lalu : Cerita
33
Masa Lalu : Nasehat
34
Masa Lalu : Pembalasan
35
Masa Lalu : Pertengkaran Kecil
36
Masa Lalu : Pertemuan Kembali
37
Masa Lalu : Trauma Masa Kecil
38
Masa Lalu : Psikiater
39
Masa Lalu : Tante Emily
40
Masa Lalu : Natasha
41
Masa Lalu : Permintaan Tolong
42
Masa Lalu : You Love Her
43
Masa Lalu : Konsekuensi
44
Masa Lalu : Hukuman
45
Masa Lalu : Izin
46
Masa Lalu : Perlindungan Terakhir
47
Masa Lalu : Kebenaran Sebuah Nada
48
Masa Lalu : Bunga Hyacinth
49
Masa Lalu : Bunga Marigold
50
Masa Lalu : Akhir yang Tidak Diharapkan
51
Masa Lalu : Beratnya Sebuah Kebenaran
52
Masa Lalu : Kembali ke Garis Start
53
Masa Lalu : 2 Langkah
54
Masa Lalu : Berpura-pura
55
Masa Lalu : Tangis Anak Sulung
56
Masa Lalu : Puzzle
57
Masa Lalu : Akhir yang Mendekat
58
Masa Lalu : Kenangan Kematian
59
Masa Lalu : Percobaan
60
Masa Lalu : Kencan
61
Masa Lalu : Adik
62
Masa Lalu : Perpisahan
63
Masa Lalu : Sebuah Janji
64
Masa Lalu : Sosok Ayah untuk Putrinya
65
Masa Lalu : Alamat
66
Masa Lalu : Trauma Arthur
67
Masa Lalu : Dokumen Perceraian
68
Masa Lalu : Putaran Takdir
69
Masa Lalu : Kebohongan
70
Masa Lalu : Perangkap
71
Masa Lalu : Ibu
72
Masa Lalu : Domino
73
Masa Lalu : Percakapan Terakhir
74
Masa Lalu : Gaun
75
Masa Lalu : Rasa Sakit
76
Masa Lalu : Permintaan Terakhir Ibu
77
Masa Lalu : Pilihan
78
Masa Lalu : Donor
79
Masa Lalu : William

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!