“Kenalkan, dia Alvin.”
“Ah… aku Irene dan dia Zeta. Senang bertemu denganmu,” ucap Irene penuh dengan kecanggungan.
Aku tetap diam seperti biasa, bahkan aku tidak menatap mereka. Aku tidak ingin menatap kedua mata itu lagi. Irene menyenggol lenganku, membuatku tersadar dari lamunanku. Aku tahu, tidak seharusnya aku melupakan tata krama. Kuangkat wajahku dan sepasang mata biru sudah menatapku. Aku rasa dia terus mengamatiku dari saat dia menginjakkan kakinya ke dalam café, melihat betapa tenang dirinya saat aku menatap wajahnya.
“Ayo duduk. Zeta tidak suka bicara, dia hanya akan mengabaikanmu. Lebih baik kita berbicara dengan Irene,” ucap Kesha sembari menarik lengan Alvin untuk duduk.
“Benarkah?” tanyanya dengan sebuah senyum.
Aku bukan tipikal orang yang mudah bersosialisasi. Ada banyak macam percakapan yang tidak bisa aku ikuti, dan saat ini adalah salah satu contohnya. Percakapan tentang gaun, pertunangan, dan pesta. Aku hanya diam menikmati cokelat panasku dengan sesekali melihat keluar café. Sekarang semua pengawalku berada diluar café tetapi mata mereka terus melihat ke dalam. Beberapa pengunjung mulai menunjukkan rasa tidak nyamannya. Semua orang pasti akan merasa tidak nyaman saat ada beberapa orang yang tidak dikenalnya terus mengamati dirinya.
Aku ingin pulang sekarang.
“Bukankah ini partitur piano? Wah… nadanya langsung bisa aku mainkan di kepalaku.”
Padahal kedua pengawalku sudah memasukan semua barang yang sempat aku keluarkan tetapi kenapa bisa kertas itu ada di tangannya?
“Apa ini milikmu?” tanyanya padaku.
Badannya sudah condong ke arahku dan aku tetap menatap cangkir di tanganku. Kesha dan Irene menghentikan percakapan mereka begitu sebuah pertanyaan diajukan kepadaku. Setelah beberapa menit, tanpa kusadari tanganku dengan gesit mengambil kertas partitur dari tangannya.
“Tunanganku tidak akan mencuri lagumu,” ucap Kesha sinis.
“Sepertinya benar katamu. Dia akan mengabaikanku,” ucapnya diikuti tawa kecil.
“Dia selalu melakukannya, bukankah begitu Irene?”
“Ya. Dia memang selalu seperti itu. Tidak ada yang berubah,” jawab Irene ragu.
Sekali lagi, sebuah percakapan yang tidak bisa aku ikuti. Aku juga tidak ingin memiliki percakapan dengan mereka. Mereka kembali masuk ke dalam dunia yang asing bagiku sedangkan aku kembali menatap keluar. Salju kembali turun dan beberapa orang yang lewat satu per satu masuk ke dalam café tetapi keempat pengawalku tetap berada di luar seolah ada hal yang menahan mereka untuk masuk. Padahal aku berharap salah satu dari mereka masuk ke dalam dan membawaku pergi.
Kembali kualihkan pandanganku pada cangkir kosong di tanganku. Tepat saat kulepaskan pegangan cangkir, cangkir lain berisi penuh cokelat disodorkan kepadaku. Sebelum aku sempat mencari tahu siapa pelakunya, sepasang mata berwarna biru sudah kembali menatapku dengan sebuah senyum manis tersungging di wajahnya.
“Sepertinya kamu masih ingin meminumnya,” ucapnya.
“Tidak, dia hanya ingin seseorang membawanya pergi,” ucap seseorang terengah-engah.
Sebuah tangan menarik lenganku hingga membuatku berdiri dari tempatku duduk. Seseorang yang aku yakini berlari menuju café ini, mendengar dari suara yang baru keluar dari mulutnya. Kesha dan Irene yang sedari tadi sibuk membicarakan gaun akhirnya mengalihkan perhatian mereka.
“Kenny!!” teriak Kesha membuat beberapa pengunjung menatap kami.
“Namaku Ken, bukan Kenny. Dan kapan kamu pulang?”
“Hari ini, dan bisakah kamu memasukan sedikit perasaan ke dalam pertanyaanmu?”
“Lain kali akan aku masukan. Bolehkah aku membawa istriku?”
“Bisakah kamu sedikit basa-basi?” tanya Irene dengan nada sinis khas miliknya.
“Bawalah, lagipula dia tidak mengucapkan sepatah katapun,” ujar Kesha diikuti gerakan tangan mempersilakan.
“Oke, bye. Sampai jumpa.”
“Eh, wait. Kenalkan, ini Alvin, tunanganku.”
“Senang bertemu denganmu,” ucap Ken sembari menyambut uluran tangan Alvin.
Hanya dua detik waktu yang dibutuhkan keduanya untuk berjabat tangan dan aku merasa sebuah perasaan tidak nyaman juga tumbuh diantara keduanya dalam waktu 2 detik itu. Ken langsung membawaku keluar begitu mereka menyelesaikan jabat tangan canggung itu. Dia juga meminta pengawal untuk mengikuti kami dari jarak yang jauh begitu Tuan Lee menghampiri kami.
“Dimana syalmu?” tanyanya.
“Ah… tertinggal.”
“Dimana?”
Hanya senyuman jahil yang aku berikan sebagai jawaban. Aku selalu melupakan barang-barang yang aku pakai. Aku tidak sengaja meninggalkan syalku saat melihat salju untuk tugas pembuatan lagu. Mungkin sekarang sudah ditemukan orang lain, itu harapanku. Setidaknya jangan sampai syal yang aku tinggalkan sudah dibuang, lebih baik orang lain menemukannya dan menggunakannya. Ken melepaskan syal yang dia pakai dan memakaikannya kepadaku. Kuamati telinganya yang langsung berubah menjadi merah. Dia seseorang yang sangat mudah kedinginan tetapi saat bersamaku dia akan berpura-pura tidak kedinginan. Aku menutup kedua telinganya, membuat dia tersenyum kecil.
“Maaf mengganggu kalian. Aku rasa kamu meninggalkan ini.”
Sekali lagi, sepasang mata biru sudah menatapku tanpa kusadari. Ken langsung mengambil alat bantu dengar dari tangannya dan memakaikannya ke telingaku. Aku hanya diam membisu, tidak tahu apa yang harus aku lakukan diantara dua laki-laki ini dan juga aku tidak tahu kapan mengeluarkan alat bantu dengar dari dalam tasku hingga bisa berada di tangannya. Aku hanya ingat mengeluarkan buku kuliahku dan langsung menutup tasku agar barang lainnya tidak jatuh berceceran.
“Aku akan menyimpan alasan kenapa kamu mengabaikan semua ucapanku kepada Kesha karena sepertinya dia tidak tahu tentang kondisimu. Senang bertemu denganmu dan aku lupa belum berjabat tangan denganmu sebagai tanda pertemuan pertama kita.”
Sebuah tangan terulur dengan sepasang mata yang terus menatapku. Aku mengalihkan pandanganku pada Ken. Dia hanya menganggukkan kepalanya. Kembali kualihkan pandanganku pada tangan yang menggantung di udara. Kujabat tangan itu yang langsung dibalas dengan erat, lebih erat dari genggaman tangan milik Ken.
“Senang bertemu denganmu,” ucapnya sekali lagi sebelum kembali masuk ke dalam café.
...-----...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments