Kini, Caca sudah masuk ke dalam kamar. Beberapa dokter yang menenangkan sedikit kewalahan dengan orang tersebut.
Caca mendekat ke arah tempat tidur pasien dan dokter lainnya sedikit menjauh dari mereka, "Ada apa? Kenapa kau marah-marah seperti ini?" tanya Caca mencoba menenangkan.
"Dia tadi mau minta bayinya dan ingin segera pulang, Dok," kata suster yang menjaga ruangan pasien ini.
Caca melihat gelang pasien yang sudah diberi nama, Caca sebelumnya tak tahu nama pasien karena pasien tersebut bukan konsultasi ke dirinya.
Caca duduk di pinggiran kasur dan tersenyum, "Ada apa, Buk Clara?" tanya Caca dengan lembut masih mencoba menenangkan meskipun wanita itu tak semarah tadi.
"Laki-laki itu datang kembali," jawabnya dengan menatap ke arah selimut.
Caca mengerutkan keningnya dan menatap satu per satu dokter yang ada juga suster yang masih setia berdiri tak jauh dari Caca.
"Siapa?" tanya Caca menatap ke wajah wanita itu lagi mencoba mencari tahu permasalahannya.
Beberapa detik, Caca tak juga mendapatkan jawaban dari wanita tersebut. Dia diam dan menatap Caca dengan lekat membuat Caca sedikit merasa takut.
"Dia bilang itu anak dia! Bukan, itu anakku dan suami!" teriak wanita itu dengan menjambak rambutnya sendiri. Caca langsung memegang tangan wanita itu.
"Ambilkan suntik penenang," titah dokter dan langsung diambil oleh suster.
Bahkan, pasien memberontak untuk tak dipegang tangannya dan membuat Caca terkena beberapa pukulan dari wanita itu.
Suster yang melihat langsung menepis kasar tangan wanita itu pada Caca, "Jangan kasar, gak papa kok, Sus," kata Caca melihat suster yang mungkin tidak suka dengan perlakuan pasien satu ini.
Setelah suntikan penenang diberikan, wanita tersebut dibaringkan oleh Caca dan suster yang ada.
"Dokter, mari ke ruang rapat sebentar," ucap dokter yang memang menangani masalah Clara ini. Caca hanya melirik sekilas sambil merapikan selimut ke tubuhnya.
"Dokter Caca juga, ya," sambungnya yang membuat Caca membalikkan badan dan mengangguk.
Mereka keluar dari ruangan wanita yang sudah tidur, mungkin efek kecapean membuat dirinya lelah hingga tertidur.
"Tolong jangan tinggalkan dia sendiri," pesan Caca sebelum melangkah pergi. Suster hanya mengangguk patuh terhadap ucapan Caca.
Caca dan dua dokter lainnya masuk ke ruangan yang biasa digunakan untuk rapat atau meeting dengan dokter lainnya.
Setiap dokter di rumah sakit ini memiliki suster pribadi untuk pengatur jadwal dan sebagai pengganti jika dokter berhalang masuk karena suatu hal.
"Sejak awal, wanita itu memang sudah seperti tidak baik-baik saja," ucap dokter perawat wanita itu.
"Maksudnya?" kata dokter lain. Di ruangan ini, hanya Cacalah yang wanita sedangkan dua orang lainnya laki-laki.
Ketika akan melanjutkan percakapan, suara adzan dari handphone Caca berbunyi membuat kedua orang yang ada di depan Caca menatap ke arahnya.
Caca langsung merogoh saku jas dokter-nya dan mematikan suara adzan dari salah satu aplikasi milik-nya.
"Silahkan kerjakan kewajibannya dulu, Dok," ucap salah satu dokter menatap Caca yang menunduk. Caca menatap ke arah laki-laki paruh baya tersebut.
"Tidak papa, Dokter. Lanjut saja, kita juga baru saja bahas soal wanita itu," tolak Caca yang merasa tak enak.
"Tidak papa, lagian Tuhan lebih utama daripada pekerjaan, bukan?" tanyanya yang berbeda agama dengan Caca.
Caca tersenyum dan mengangguk ke arah laki-laki tersebut, "Baiklah kalau begitu, saya pergi terlebih dahulu, ya, Dokter." Caca bangkit dan tersenyum ke arah dua orang yang duduk bersebelahan itu.
Caca keluar dari ruangan dan pergi ke ruangannya untuk meletakkan jas dokter, ia segera menuju musala yang ada di rumah sakit ini.
Beberapa orang menyapanya dan Caca membalas dengan senyuman dari bibir yang diberi sedikit olesan lipstik yang tak mencolok itu.
Beberapa langkah akan sampai ke musala, suara dering handphone yang digenggam Caca berbunyi.
Membuat langkah kakinya terhenti dan menatap nomor siapa yang masuk ke ponselnya, "Assalamualaikum, Bunda! Apa kabar?!" seru Caca yang merasa rindu kepada wanita yang kini jauh darinya.
"Waalaikumsalam, alhamdulillah Bunda sehat. Kamu gimana?"
"Sehat, Bun. Bun, maaf ya. Caca mau shalat dzuhur dulu, Bun. Nanti malam Caca telpon balik, deh," kata Caca memberi tahu.
"Oh, maaf Bunda gak tau."
"Bunda pake minta maaf segala, kek apaan."
"Sekarang terasa banget, ya. Kalo anak itu super sibuk, bahkan sekedar ingin mengutarakan rasa rindu pun harus menunggu waktu yang tepat," ucap Milda yang membuat Caca bungkam.
"Bun ... bukan seperti itu."
"Yaudah, kamu shalat. Bunda matiin dulu, ya. Assalamualaikum." Milda mematikan panggilan sepihak dan membuat Caca tanpa sadar menitihkan air mata.
"Waalaikumsalam, Bunda," balas Caca sambil menatap handphone-nya.
Ia segera menghapus jejak air mata dan masuk ke musala, rasanya tak mungkin dirinya harus pulang sekarang.
Karena, baru beberapa bulan ia menjadi dokter di sini. Pun bukan mudah untuk masuk ke rumah sakit ini, jadi apakah harus dengan gampang melepaskan pekerjaan begitu saja?
Jika pun Caca pulang ke Indonesia nantinya, ia belum tentu langsung memiliki pekerjaan. Di lain sisi di sini fasilitas lebih lengkap serta gaji lebih tinggi pastinya dibanding di Indonesia.
Setelah selesai melaksanakan empat rakaat itu, Caca kembali berjalan ke arah ruangan pasien tadi. Kabarnya, pasien akan dipindahkan yang sebelumnya masih berada di ruang oprasi.
"Dokter Caca, pasien tidak mau dipindahkan kalau tidak ada Anda," ucap dokter yang menatap Caca masuk ke ruangan.
Caca mendekat dan mengusap tangan pasien, "Buk Clara, kita pindah ruangan, ya," kata Caca menatap wanita yang masih setia terbaring dengan selang infus di tangan.
Dua anggukan ia berikan ke Caca membuat suster langsung menyiapkan pemindahan wanita itu.
Setelah sampai di ruangan inapnya dan di samping kasur telah tersedia box anak juga sang buah hati telah berada di dalamnya.
Caca membiarkan semua orang keluar dan membiarkan dirinya tinggal di ruangan wanita itu, Caca yang kebetulan hari ini tidak ada pasien jadi bisa full time menemani wanita itu.
"Sekarang, cuma ada saya, Ibu dan Baby. Ibu bisa cerita kenapa dan ada apa," kata Caca duduk di bangku tunggu pasien yang tersedia.
"Laki-laki itu datang kembali dan ingin merebut anak saya, dia mengira bahwa itu anaknya padahal itu anak saya," jelasnya tanpa menatap ke arah Caca.
Caca yang tak mengerti dengan awal mulanya membuat alis wanita tersebut langsung tertaut, "Tapi, jika memang itu bukan anaknya apakah itu anak dari laki-laki lain?"
"Iya, Dok. Dia mengira bahwa itu anaknya, padahal sama sekali bukan. Saya sudah sampaikan beberapa kali dan tadi saya melihat di ada di sini dan itu sebabnya saya teriak tadi agar dia pergi dan tak mengambil bayi saya," ungkapnya dan menatap ke arah Caca.
Caca yang mulai paham dengan cerita dari wanita ini akhirnya melihat ke arah pintu, ia pun sedikit takut jika laki-laki itu sampai tiba-tiba ada di depan pintu.
Telepon yang ada di nakas langsung diraih Caca, "Pak, tolong segera ke ruang nomor 58," ucap Caca melalui telepon dan langsung mematikannya.
"Tenanglah, Ibu dan Baby akan baik-baik saja," kata Caca menenangkan dan mengembalikan telepon ke tempatnya semula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Yp
Jempol mendarat... Jangan lupa mampir di karya ku juga ya thor
2022-10-07
1
123
lanjut Thor
2022-10-03
0
Nur Adam
lnjt
2022-10-02
0