Chapter 4 - Memilih pergi

"Buk, mau pamit, Ratih mau pulang kerumah ibuk."

"Kerjaan udah selesai belum?" Tanya ibu mertua tanpa menoleh dengan nada malas.

Ratih pun tak lantas menjawab.

"Jangan pergi deh kalau kerjaan belum selesai."ketus Bu Tias lagi.

"Kamu kok bawa tas besar, mau nginep di sana berapa hari?" Tanya Gafar melihat tas yang di bawa Ratih. Sontak membuat ibu mertua menoleh, memindai Ratih dan tasnya dengan mata mendelik tak suka.

"Jangan mimpi mau nginep di sana ya, siapa yang ngerjain kerjaan rumah kalau kamu lama-lama di sana? Sore harus sudah pulang." Sinis ibu mertua dengan cibiran."Di sini banyak kerjaan. Itu piring sama cucian semalam udah kamu selesaikan belum. Jangan sampai ibuk malu sama tamu kalau nanti itu piring sampai habis."

"Cucian baju kotorku sekalian ya, Ratih. Udah kutaruh sih di tempat cucian baju. Yaa, sapa tau aja nanti kamu pisahin." Celetuk Maya sembari sibuk dengan gawainya.

Ratih menghela nafasnya, memang sudah sangat keterlaluan keluarga suaminya ini. Semua Ratih yang kerjain, nggak pernah mikir dia yang kerepotan ngerjain semua sambil menjaga Altaf. Apa susahnya sih mencuci sendiri toh pakai mesin cuci bisa di tinggal, seperti yang biasa Ratih lakukan sambil mengerjakan yang lain. Tapi dasar keluarga Indra sudah menganggapnya sebagai pesuruh bukan bagian dari keluarga ataupun mantu.

Belum lagi makian dan cacian jika semua tidak segera selesai. Cukup, sudah cukup Ratih bersabar. Ia tak mendapat penghargaan atas semua bakti and usahanya. Bahkan Indra suaminya kini justru berkencan dengan wanita bernama Tiara.

"Ratih pamit mau pulang buk."

"Pulang?" Tatap Bu mertua dengan mata mendelik tak suka." Ya udah, kamu pulang aja sana nggak usah balik lagi ke sini. Nyusahin aja, berkurang jadi jatah makan nasi di rumah ini nggak ada kamu dan anakmu itu." Ketus Bu Tias sambil berdiri dari duduknya menatap remeh pada Ratih.

Bu mertuanya itu dengan tangan menunjuk keluar, seraya berkata."sana pergi!"

"Baiklah kalau itu maunya ibuk. Saya memang mau pergi kok. Semoga kalian dapat pembantu untuk di rumah ini. Geratis!"tutur Ratih cepat tanpa menyalami siapapun.

Ratih melangkah pasti menuju ke jalan depan di mana ojek onlinenya sudah menunggu dengan mengendong Altaf dan membawa tas berisi baju dan barang nya.

"Eee,, tunggu, berenti!" Teriak ibu Tias berjalan mendekati Ratih, terpaksa Ratih berhenti.

"Buka dulu itu tasnya, mau lihat aku, jangan-jangan kamu maling, bawa-bawa barang dari rumah ini."tuduh Bu Tias dengan kasar menarik tas dari tangan Ratih, sampai tas itu terlepas dan jatuh di halaman rumah.

"Astaghfirullah, buk..."

Mulut Ratih terbuka tak percaya dengan sikap dari ibu mertuanya yang tak mencerminkan sebagai orang tua.

"Orang miskin tiba-tiba mau keluar dari rumah ini. Mencurigakan! Takut ibuk kalau-kalau ada emas ibuk yang raib. Cepat buka!"

Ratih masih merasa kaget, dan hanya geleng-geleng kepala saja. Ratih tak habis pikir dengan kelakuan mertuanya itu yang terus berprasangka buruk tentang nya.

"Buruan buka iih." Geram bu Tias dengan menendang tas milik Ratih yang sudah terjatuh di halaman.

"Buk! Saya bukan maling, ini cuma baju Ratih dan Altaf." Ucap Ratih dengan suara yang sedikit bergetar menahan gejolak di dada.

"May, sini May, bantu ibuk buka tas ini." Panggil bu Tias sembari menggeser tas milik Ratih. Maya datang mendekat dan langsung membuka tas Ratih.

"Ibuk apa-apaan sih?" Protes Ratih sangat keberatan, bisa-bisanya ibu mertuanya itu menuduh dia mencuri. Altaf dalam gendongan sudah menangis. Ratih bingung antara mencegah tindakan tak bermoral mertua dan iparnya itu mengacak-acak tasnya dan menenangkan Altaf yang menangis karena takut.

"Puas? Puas? Ada barang ibuk di sini?"

Ratih menatap mertua dan iparnya yang tak menemukan apapun di dalam tas Ratih kecuali baju dan barang milik Ratih dan Altaf yang berserakan. Kedua wanita itu melengos tapi tak beranjak dari tempatnya berdiri. Mungkin juga keki karena tak menemukan apapun disana, tak sesuai harapan Bu Tias.

Ratih masih menenangkan Altaf yang menangis, sembari ia merapikan lagi barang yang sudah di buat berserakan oleh Bu Tias dan Maya. Sedikitpun mereka tak membantu. Hanya melihat dan mencibir jijik.

"Kalian, semoga kalian hidup tenang dan bahagia setelah ini." Kata Ratih dengan mata diliputi amarah menatap satu persatu orang yang ada di sana, termasuk paman dan Gafar yang duduk di teras tak mencegah atas tindakan Bu Tias dan Maya. Mau pergi saja dia mendapat perlakuan semacam ini dari keluarga suaminya."Jangan pernah datang dan memohon padaku nanti."

Ratih mencoba menenangkan Altaf yang masih saja menangis dalam gendongan nya, sembari membawa tas berisi barangnya pergi.

"Dasar mantu nggak tau diri. Jangan balik kamu ya. Nggak ada sopan-sopannya sama orang tua. Durhaka kamu. Awas aja kalau kamu balik kesini. Ku tendang jauh-jauh!" Hardik ibu mertua dengan arogannya berdiri dan menunjuk-nunjuk Ratih.

Namun, Ratih tak perduli, ia udah terlanjur sakit hati oleh sikap dan telah habis kesabarannya selama ini. Siapa juga yang Sudi kembali lagi kesana.

.

.

"Assalamualaikum."

"Mbak Ratih?" Seru adiknya Galang saat melihat Ratih memasuki rumah dengan tas dan Altaf digendongannya. Dengan sigap Galang membantu membawakan tas." Buk, mbak Ratih pulang."

Ibu Rohmah berjalan dengan tergopoh-gopoh dari arah dapur. Ia senang melihat Ratih bisa pulang di hari lebaran yang ke sekian.

"Alhamdulillah, kok kamu bisa pulang di hari ini nak?" Ibuk memeluk Ratih yang mencium punggung tangan ibunya.

Bu Rohmah mengambil Altaf dari gendongan lalu menciumi bocah menggemaskan itu.

"Ya mpun, cucu nenek kenapa kurus begini?" Gumam Bu Rohmah dengan air mata meleleh."kenapa kok sesenggukan Altaf? Habis nangis?"

"Maaf buk, Ratih boleh tinggal di sini kan?" Lirih Ratih menatap ibunya.

"Boleh nak, ini kan rumahmu juga."ucap Bu Rohmah menciumi Altaf yang berontak, akhirnya ibu menurunkan Altaf."kenapa Altaf nangis nak?"

"Nenek jahat." Kata Altaf yang masih sesenggukan dengan logat cedalnya. Wajah Bu Rohmah sedikit berubah.

"Sabar ya sayang, mulai sekarang, nggak ada yang akan jahatin Altaf lagi. Hemm?"

Bu Rohmah yang berjongkok di depan Altaf mendongak menatap Ratih.

"kamu udah makan belum? Ibuk habis manasin Opor sisa kemarin."

"Iya buk mau."

.

.

Malam itu Ratih menidurkan Altaf di kamar yang dulu ia tempati semasa masih Gadis. Saat ia mengecek hpnya. Ada puluhan pesan dari Indra. Ratih menghela nafasnya, ia menyiapkan mental sebelum membuka pesan dari suaminya itu, yang ia yakin pastilah berisi makian dan sejenisnya.

Namun ada setitik pengharapan bagi Ratih, akan bujuk rayu dari suaminya untuk kembali, walau bagai mana pun lima tahun pernikahan mereka tidak lah sebentar.

Ratih menahan nafasnya, lalu ia mencoba menenangkan diri.

"Apapun yang mas Indra kirim dan katakan, aku akan lapang dada menerimanya." Gumam Ratih dengan tangan yang bergetar menekan jempolnya pada layar gadget.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

aaaaaaa

2022-10-05

0

Nur Fateha

Nur Fateha

jangan mau kalau si Indra ngajak balikan...
lebih baik minta cerai aja daripada di jadikan pembantu gratis...

2022-10-03

1

princess butterfly

princess butterfly

langkah kamu udh bener ratih!

2022-10-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!