Chapter 3 - Hinaan

"Siapa dia?" Gumam Ratih dengan dada berdegub kencang. Tubuhnya serasa lemas sektika.

Wanita itu memeluk lengan suaminya, lalu mereka berhadapan. Wanita itu mencium punggung tangan Indra lalu pergi bersama tamu yang lain.

Ratih mengusap dahinya yang tiba-tiba berkeringat dingin. Ia menelan ludahnya dengan sangat susah. Matanya masih berpaku pada sosok suaminya yang tersenyum dan melambaikan tangan pada mobil yang makin jauh suaranya.

"Siapa wanita itu? Kenapa sampai peluk-peluk lengan mas Indra?" Ratih tersenyum kecut, pikirannya lebih cepat bekerja dari praduga dihati nya.

"Jangan bilang mereka punya hubungan, dan ibu merestui mereka. Lalu bagaimana dengan ku dan Altaf? Aku akan di ceraikan atau di madu?"

Ratih menggeleng kuat."tidak! Aku tidak mau di madu, sudah jelas bagaimana sakitnya nanti, apa lagi ibu juga tak menyukaiku. Sekarang saja, aku sudah seperti ini, jika dimadu aku tak yakin akan semakin di injak-injak. Aku nggak mau..." Gumam Ratih menggelengkan kepalanya, membayangkan kemungkinan yang terjadi.

"Lalu, apa kami bercerai? Jika begitu, bagaimana dengan Altaf?"

.

.

"Ratih."

"Iya mas,"

"Kemeja mas yang warna biru itu kemana ya?"

"Yang mana ya mas?"

"Itu yang tebel merek h&n."

"Oh, itu bukan nya dipinjam sama mas Gafar?"

"Loh, kok kamu pinjemin sih?"

"Bukan Ratih yang minjemin mas, kan mas sendiri yang kasih waktu itu."

Indra terdiam sejenak mengingat-ingat. "Kamu kok nggak cegah mas?" Begitu menyadari dan ingatannya pulih.

Ratih menghela nafasnya, memang dasarnya Indra cuma mau menyalahkanya. Ratih menatap sang suami sambil menggigit bibir bawahnya. ragu untuk bertanya, tapi tetap harus ia lakukan.

Indra terlihat mengetik sebuah pesan, begitu mendapat balasan. Dia langsung sumringah.

"mas,"

"Heemmm..." dehem Indra sibuk pada gawai ditangannya.

"semalam Ratih lihat mas nganter cewek di depan...."

"Mereka teman mas."

Ratih terdiam, sepertinya ia terlalu terburu-buru bertanya. ia masih memperhatikan ekspresi suaminya.

"Pakai yang merah aja dek." Ucap indra tanpa mengalihkan pandangannya dari gawainya."yang merah merek h&n yang ada motif nya itu."

Ratih pun mengambilkan baju yang Indra maksud.

"Ini mas."

Indra langsung memakainya. Wajahnya terlihat sangat bahagia, Ratih memandang suaminya.

"Mas mau kemana?"

"Pergi! Masa mas mau ke mana mesti laporan sama kamu sih?"

"Ya kan, Ratih istri sah mas Indra. Kami ikut ya mas, udah lama nggak jalan-jalan."

"Jangan! Nggak usah!" Jawab Indra dengan ketus tidak suka."Mas mau ketemu sama teman-teman mas, malu mas kalau bawa kamu juga. Kamu kucel dan bau bawang gini. Jadi istri tu yang bersih, yang wangi. Jadi suami betah tinggal di rumah. Senang ajak pergi-pergi. Nggak malu."

Ratih tersenyum kecut. Padahal karena siapa dia sampai jadi kucel tak terurus seperti ini, demi apa Ratih sampai rela bau bawang dan asap makanan? Kadang mereka-mereka memang tidak merasa, mau setulus atau sekeras apa Ratih berusaha. Tetap saja ia tak pernah dianggap.

"Mas aja nggak kasih Ratih uang buat semua itu, gimana Ratih mau cantik dan wangi. Setiap hari hanya beresin rumah yang nggak kelar-kelar."

"Tuh kan, kamu bantah lagi. Emang bener kata ibuk, kamu tu suka bantah terus, pantes aja ibuk nggak suka sama kamu. Udah, mas nggak mau berdebat. Mas mau pergi , dah di tunggu juga nih ma teman-teman. Mas pergi dulu."

Indra asal meloyor begitu saja. Berjalan ke depan, Ratih hanya mengikuti sampai di depan pintu kamar karena dia masih harus melanjutkan memasak untuk nanti siang.

Samar terdengar suara ibu mertua dan Indra yang sedang bercakap-cakap.

"Eh, anak ibuk sudah ganteng aja."

"Indra pergi dulu ya buk, hangout sama teman-teman." Pamit Indra mencium tangan ibunya, lalu menyalami Kaka dan pamannya yang kebetulan masih ikut duduk santai di teras.

"Tiara ikut?"

"Iya dong buk, makanya Aku juga ikut. Ini aja aku couplean sama dia " suara Indra terdengar sangat riang gembira.

"Bagus, ibuk malah setuju kamu sama Tia. Udah cantik, pinter, kaya lagi. Kemarin pas ke sini dia juga ramah banget. Asyik orangnya."

"Udah langsung lamar aja Ndra." Usul Gafar menimpali.

"Huuss..... Kalian ini, terus itu si Ratih mau di kemanakan?" Suara paman Indra sedikit tak suka. Walau bagaimanapun Ratih juga masih keluarga Bu Tias. Apalagi, Ratih sangat membantu tenaga sedari dulu.

"Halah, gampang dia itu. Kalau dia tidak setuju di madu ya ceraikan saja dia itu." Ucap Bu Ratih enteng sembari mengibaskan tangan di udara.

"Jangan gitulah Bu, nanti siapa yang ngurus rumah kalau cerai." Ujar Maya menantu Bu Tias, istri dari Gafar ikut nimbrung.

"Ah, gampang aja, nanti bisa cari pembantu. Atau suruh aja Tia tinggal di sini, bantu-bantu ibuk kerjakan kerjaan rumah." Ucap Bu Tias

"Pembantu mau bayar pake uang siapa, buk? Biar Tia aja tinggal di sini." Gafar mempertanyakan karena ia tak mau menambah jatah bulanan untuk ibunya.

"Ya kalianlah, kalian kan anak-anak ibuk. Ibuk ini janda, nggak kerja, sudah tua, kalian anak-anak yang sepatutnya mendukung finansial ibuk. Percuma dong ibuk dulu ngidupin kalian dan nyekolahin kalian tinggi-tinggi kalau kalian nggak suport ibuk sekarang."

Terdengar suara ******* bersamaan. Jelas sekali anak-anaknya keberatan. Yang sudah tentu membuat Bu Tias mendelik tak suka.

"Kalau nggak mau ya Tia tinggal di sini, bantu ibuk beresin rumah."tukas Bu Tias mendengus.

"Udah, tenang aja buk. Nanti biar Indra yang pikirkan. Lagian, Tia kan kerja juga, gajinya lebih gede dari Indra, nanti minta aja Tia buat bayar pembantu. Lagian masih ada Ratih buk. Nanti biar Ratih yang kerjain, kalau Tia biar puasin Indra di ranjang." Sela Indra dengan diakhiri kekehan, yang lain pun ikut tertawa.

Indra cepat-cepat pamit karena tak mau berlama-lama di rumah."Indra pamit dulu ya."

Ratih yang memang menguping pembicaraan mereka mengurut dada sabar. Ia menyusut airmatanya. Ia cukup tau, memang selama ini keluarga suaminya hanya menganggap nya sebagai pembantu. Namun dia tak menyangka mereka akan seterang-terangan itu bicara dan menghinanya.

Dan yang lebih menyakitkan lagi, suaminya begitu memandang rendah dirinya sekarang. Ditambah lagi, ia yang menyiapkan pakaian untuk suaminya berkencan dengan Tiara, wanita yang kini dekat dan di jodohkan dengan suaminya.

"Memang semua yang kulakukan tidak pernah mereka hargai. Tidak perduli seberapa aku mencoba bersabar dan melakukan semua ini. Aku tetaplah hanya dianggap pembantu tanpa bayaran." Gumam Ratih tersenyum getir dengan hati yang nyeri dengan penghinaan dari keluarga suaminya."ha-ha-ha.... Betapa bodohnya aku berharap mereka akan menerimaku."

.

.

.

Ratih menggendong Altaf lalu mengambil tas miliknya, yang berisi beberapa baju dan barang miliknya dan Altaf. Ratih sudah bertekat untuk pergi saja dari rumah. Daripada terus di jadikan pembantu dirumah itu, sudah berkorban tidak dihargai dan dianggap pula, siapa yang tak sakit. Ratih berjalan keluar melewati ruang depan lalu teras. Semua seolah tak perduli terus bercengkrama tak menghiraukan kehadirannya.

"Buk, mau pamit, Ratih mau pulang ke rumah."

Bersambung...

_______

Terpopuler

Comments

" sarmila"

" sarmila"

aku jga yg naca udah ngelus dada

2023-11-06

0

Rini Utya

Rini Utya

pulang saja.... mending dicerai

2023-04-07

0

Sri Yanti

Sri Yanti

pulang saja ....bagus ratih

2023-01-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!