Waroh sudah tergeletak dengan mulut yang berbuih. Sebuah botol racun serangga telah tergeletak di sebelahnya. Abah Ucup panik melihat Putri sulungnya tak sadarkan diri. Sang Ibu juga menangis histeris sambil memangku anak nya. Ia tak menyangka jika sang anak menenggak racun serangga hanya karena patah hati.
"Gimana ini Bah!"
"Ya dibawa ke puskesmas toh! Abah ngeluarin motor dulu."
Abah Ucup pun membuka sarungnya dan ia lilitkan di pundaknya hingga seperti tali. Tak berapa lama. Abah Ucup pun menggendong Waroh. Ia naikan sang anak ke atas motor. Sehingga mereka menuju ke puskesmas dengan mengendarai motor posisi Waroh diapit oleh Abah Ucup dan Bu Salamah. Beruntung suasana masih gelap. Sehingga tak ada yang melihat kepergian mereka. Abah Ucup cukup cepat mengemudikan sepeda motornya. Ia sampai ke kecamatan sebelah yang jarak tempuh 20 menit dari desa Sumber Waras.
Tiba di Puskesmas tersebut terdapat seorang perawat yang berjaga. Perawat itu cepat memberikan pertolongan. Lalu ia menelpon dokter. Tak lama seorang dokter datang dengan mengenakan pakaian biasa. Dokter itu memeriksa kondisi Waroh. Abah Ucup dan Bu Salamah menunggu di luar. Mereka menanti kabar dari dalam.
Bu Salamah masih menangis tersedu-sedu di depan ruangan puskesmas itu. Ia menyalahkan suaminya.
"Ini semua gara-gara Abah. Kalau sampai Waroh kenapa-kenapa. Lah wes ngerti itu Rohim mau melamar Waroh kok malah disuruh ngelamar Laila."
Abah Ucup hanya diam. Dia tidak mau ribut di tempat umum. Kepalanya sakit. Namun ia tetap pada pendiriannya. Namun karena istrinya terus menyalahkan dirinya dan suaranya makin keras. Abah Ucup pun jengah. Abah Ucup pun menyatakan pendapatnya.
"Kamu itu perempuan ngerti apa! Dari dulu ga becus ngurus Waroh. Itu Waroh itu ya hasil didikan mu toh! Apa-apa mau nya dituruti. Maunya harus pokoknya harus. Itu yang bikin kita malah malu kalau ia menikah dengan Rohim. Kamu mau anak kita jadi buah bibir orang kalau menikah dengan Rohim tapi dia malah kurang ajar sama suaminya?"
"Loh justru beruntung toh Bah. Siapa tahu Rohim itu bisa membimbing Waroh biar jadi lebih baik."
"Lah iya kalau lebih baik. Kalau mereka cerai karena anakmu ga tahan hidup sama Rohim? Aku ini bapaknya. Aku paham anak ku satu-satu. Waroh itu kalau ingin apa harus. Nanti kalau sudah bosan wes ga dianggap lagi. Ganti lain lagi. Dia itu kepingin sama Rohim karena Rohim itu banyak di kagumi Sama gadis-gadis."
"Bapak itu apa-apa Laila terus. Jadi Waroh begini jadinya."
"Apapun yang terjadi pokoknya Laila itu untuk Kang Rohim. Titik. wes ga pakai Koma!"
Bu Salamah masih menangis namun ia diam. Ia sudah sangat paham watak Abah Ucup yang keras. Suaminya itu tak akan berubah. Namun Bu Salamah yang jarang kumpul di majelis pengajian atau orang-orang Sholeh. Sehingga cara berpikirnya berbeda dari Abah Ucup. Walau ia tak paham agama tapi ia yang sering ngobrol dengan pak Toha. Ia pernah mendengar dari pak Toha. Saat duduk main gaplek di tempat orang hajatan.
"Memangnya bisa kita yang begini ini punya ilmu?"
"Bisa Bah. Salah satu upaya untuk mendapatkan keberkahan ilmu kata beliau Guru saya dulu, adalah dengan menghormati guru kita. karena Guru adalah yang menjadi perantara aliran ilmu Allah. Nah keberkahan itu bisa di dapat dari adab seorang murid atau santri kepada gurunya. Contoh saya itu loh, walau saya lebih tua sama Rohim. Tapi dia itu berilmu. Maka saya Menghormati beliau. Saya itu selalu memperlakukan beliau dengan baik. Karena bagi saya dia adalah Guru saya dalam mempelajari ilmu-ilmu agama untuk menjalankan perintah Allah."
Disana membuat Abah terkesan dengan sosok Rohim. Ia membayangkan betapa Rohim itu adalah sosok yang begitu baik. Jika Pak Toha seorang PNS di kecamatan dan takmir di masjid Nurul Iman saja menghormati Rohim. Apalagi dia yang hanya orang biasa. Terlebih anaknya di kamar oleh Rohim. Maka tentu ia ingin menghormati orang berilmu itu dengan memberikan yang terbaik kepada Rohim. Sehingga jika Laila dan Waroh pilihannya. Maka Abah Ucup lebih memilih anak bungsunya untuk menjadi istri Rohim.
Karena Laila akhlaknya baik. Sedari kelas lima SD anaknya itu terbiasa mondok di saat malam hari di desa Tegal Jati yang berjarak dua desa dari desanya. Saat pagi putrinya akan pulang. Sampai ketika SMP sang anak minta agar boleh mondok 24 jam. Maka sejak SMP putri bungsunya akan pulang kerumah hanya ketika libur lebaran. Bahkan ketika libur sekolah putrinya tak ingin pulang dengan alasan kasihan Buk Nyai sendirian ketika musim libur. Ditambah lagi saat SMA sang anak mondok di pulau Jawa sampai ke jenjang S1 nya di Jawa.
Karena bagi Laila keberkahan ilmu itu tidak ada di buku, tidak ada di toko, apalagi yang menjual. Sedangkan ilmu ada bukunya, ada tokonya. Maka ia mencari keberkahan ialah dari gurunya. Ia selalu patuh pada gurunya. Ia selalu membantu, melayani kebutuhan gurunya. Tanpa ia sadari keberkahan dari Guru telah ia dapatkan dengan ia yang memiliki kemudahan mempelajari setiap ilmu-ilmu di pondok pesantren. Kemudahan dalam mencari ilmu dunia pun ia peroleh hingga ia mendapatkan beasiswa menyelesaikan S1 nya.
Guru yang ridho dan doa dari sang guru agar muridnya diberikan kemudahan dalam setiap mencari ilmu. Di dunia pesantren sebuah keberkahan dari guru itu begitu kental saat mondok. Maka akan terasa aneh bagi orang yang tak pernah mondok saat melihat alumni pondok atau santri yang begitu hormat pada gurunya. Namun hal ini tentu pada santri yang paham akan ilmu pentingnya menghormati guru demi keberkahan ilmu tadi. Jika santri yang hanya mondok tanpa ingin mencari ilmu maka akan lain cara mereka bersikap kepada guru, dan sudah tentu terjadi seperti pada Waroh.
Putri Sulung Abah Ucup itu hanya mondok saat malam di waktu ia SD. Saat seterusnya ia tak pernah ingin mondok. Jika mengaji ia hanya berangkat, karena senang akan ada uang jajan dan bebas dari tugas rumah. Bukan niat menuntut ilmu.
Walau kulit putri keduanya tak seputih Waroh, namun wajah Laila cukup manis. Ia memiliki bulu mata yang lentik. Hidungnya cukup mancung, kulitnya kuning Langsat. Laila lebih mirip dengan Abah Ucup, sedangkan Waroh lebih mirip Bu Salamah dengan kulit putih.
Saat Abah masih menghisap rokok lintingannya. Dokter keluar dari ruangan.
"Alhamdulilah masih bisa diselamatkan Pak. Tapi harus kita rawat dulu berapa hari ya Pak, Bu?"
"Alhamdulilah...." Bu Salamah cepat menghampiri putrinya yang sedang akan dipindahkan ke ruang inap. Sedangkan Abah Ucup pun mengikuti dari arah belakang.
"Angel, angel nduwe anak kok Atos e koyo watu." Gerutu Abah Ucup dalam hati.
[Susah. Susah punya anak kok keras kayak batu]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Rozh
ceritanya bagus bgt kak
2024-01-03
2
Sang
simbah @Andini Andana karya ini langsung saya referensikan untuk simbah loh, banyak ilmu terselip di karya othor ini, ajak kak @Ai Emy Ningrum juga yok, kita bisa rapat bareng di karya kak othor ini, udah banyak yg tamat loh mbah 😁😁😁
2023-06-14
3
Samaniah
lha yo piye neh to pak ne...waroh kan yo anakmu🤣🤣🤣
2023-02-12
0