Malam minggu berikutnya, mas Arka mengajaku jalan lagi. Aku udah bilang sebelum berangkat tadi, gak mau ke cafe yang itu lagi. Yang kami datangi malam minggu kemarin.
"Enggaklah. Kemarin itu kan gara-gara bos kamu tuh. Nggagalin orang mau kencan aja" jawabnya sambil ketawa ngakak.
Begitulah mas Arka. Orangnya selalu ceria. Kalau ngomong pasti diakhiri dengan tawa. Makanya aku selalu menganggapnya gak serius.
Aku menganggapnya hanya teman saja. Walaupun jujur, aku menyukainya. Tapi sikapnya yang kelihatan selengekan, membuat aku ragu.
Membuat aku takut jatuh cinta kepadanya. Walaupun hampir setiap hari kami ketemu. Makan siang bareng. Selalu bertanya kabar via chat.
Aku takut dia hanya menganggapku teman ngobrol, teman becanda, teman jalan. Mungkin dia memang masih jomblo. Jadi gak salah kan kalau berteman dengan lawan jenis?
"Mau kemana ini?" tanyanya saat kami masih di dalam mobil.
"Terserah mas Arka aja deh. Asal jangan ke cafe itu lagi" jawabku mengingatkan lagi.
"Kalau kita jalan-jalan ke pantai aja gimana?" tanya mas Arka lagi.
Aku bengong mendengar jawabannya. Malam-malam begini jalan-jalan ke pantai? Setahuku orang kalau ke pantai itu siang hari, bukan malam hari.
"Kamu belum pernah ke pantai malam-malam?" tanya mas Arka, melihat aku bengong aja. Aku menganggukan kepala.
"Oke. Kalau begitu kita kesana sekarang. Biar kamu tau, kalau ke pantai itu gak mesti siang hari. Malam hari malah lebih asik. Gak panas" ajak mas Arka. Lalu melajukan mobilnya menuju ke pantai.
Benar juga, sampai di sana, area sekitar pantai lumayan rame. Walaupun gak seramai saat siang. Tapi malah enak. Gak berjubel. Gak kepanasan.
Hhhh, dasar aku aja yang kurang piknik. Dari jaman sekolah dulu, taunya cuma ruang kelas sama perpustakaan aja.
Jadi merasa aneh kalau orang main ke pantai malam hari. Padahal malah lebih syahdu. Angin bertiup kencang. Melihat ombak berkejaran dan pecah di bibir pantai. Suaranya yang lebih eksotis di malam hari.
Setelah memarkirkan mobilnya, mas Arka menggandengku menuju ke pantai. Aku melihat sekilas tangan mas Arka. Memberi tanda kalau aku bisa jalan sendiri.
"Kalau gak di gandeng, ntar kamu ilang di culik orang" kata mas Arka, sambil ketawa.
"Modus" ucapku singkat. Dia ketawa lagi.
Sebelum sampai di bibir pantai, kami mampir sebentar di sebuah kedai kecil. Mas Arka membeli beberapa cemilan dan minuman kaleng.
"Kenapa gak beli popcorn sekalian mas, biar berasa kayak mau nonton film di bioskop" ucapku. Heran melihat mas Arka yang heboh membeli makanan dan minuman.
"Kena angin pantai, ntar terbang semua popcorn nya " jawab mas Arka. Masuk akal juga alasannya, batinku.
Kami pun berjalan lagi menuju ke pantai. Tangan mas Arka yang kanan masih setia menggandengku. Sementara tangan kirinya membawa belanjaan yang tadi.
Sesampainya di pjnggir pantai, kami mencari saung kecil yang masih kosong. Banyak saung-saung di sewakan di pinggir pantai. Jadi kalau yang mau main air, bisa meletakan barang bawaannya di saung.
Kami mendapat saung yang paling ujung. Agak ngeri juga sih, karena sebelahnya rawa-rawa.
Suara deburan ombak sangat kencang terdengar. Karena kami sangat dekat dengan pantai. Sepertinya air laut sedang pasang.
Angin yang berhembus kencang membuat aku merasakan kedinginan. Mas Arka menatapku yang sedang melipat tanganku di dada.
"Dingin ya?" tanya mas Arka. Aku mengangguk.
Karena kami tidak merencanakan pergi ke pantai, jadi kami tidak menyiapkan jaket.
Mas Arka menggeser duduknya ke sebelahku. Tangannya merangkul bahuku. Jantungku berdegup kencang. Sangat kencang malah.
Aku menelan ludahku. Bingung harus bagaimana. Aku memandang jauh ke laut lepas. Ku lihat titik-titik terang di tengah laut. Mungkin itu kapal-kapal yang sedang berlayar di tengah lautan.
Aku mencoba mengalihkan pikiranku yang tiba-tiba jadi buntu. Karena aku gak mengira kalau mas Arka akan berada sangat dekat denganku. Apalagi memeluk bahuku.
Tiba-tiba aku berkhayal, andai saja dia kekasihku, pasti aku akan bersandar di bahunya. Lalu tanganku akan memeluk pinggangnya.
Ah, aku menggelengkan kepalaku. Menghilangkan pikiran kotor dari kepalaku.
"Ar...boleh aku ngomong sesuatu yang serius ke kamu?" tanya mas Arka.
Aku terkejut mendengarnya. Karena biasanya mas Arka kalau bicara cengengesan. Hampir gak pernah serius.
Reflek aku menoleh. Memandang wajahnya. Apa benar dia sedang serius, atau pura-pura serius? Lalu aku mengangguk.
"Aku...aku ingin menjalin hubungan yang serius dengan kamu Ar. Kamu mau kan, memulai hubungan yang serius denganku?" ucapnya pelan, tapi mantap.
Aku makin bengong aja mendengarnya. Benarkah ini mas Arka yang ngomong? Atau jangan-jangan dia lagi kesambet setan pantai.
"Mas Arka serius dengan omongan mas? Aku gak salah dengarkan ?" tanyaku, merasa kurang yakin dengan yang baru saja aku dengar.
Tangan mas Arka yang sudah tak lagi memelukku, mengambil tanganku, lalu menggenggamnya. Dia letakkan tanganku dan tangannya di dadanya.
"Aku serius Ar. Kamu mau kan?" pintanya. Aku tatap lagi wajahnya. Lekat. Aku melihat ada keseriusan di sana.
Dia seperti bukan mas Arka yang aku kenal biasanya.
Dia bukan mas Arka yang sukanya ngomong sambil ketawa.
Dia laki-laki yang serius menyatakan perasaannya padaku. Pada seorang gadis yatim piatu. Yang gak punya sesuatu untuk di banggakan.
Aku yang belum yakin dengan apa yang aku dengar, berusaha mengungkapkan semua tentang kekurangan diriku. Biar mas Arka tidak menyesali pilihannya.
Biar mas Arka yakin dengan keputusannya memilihku. Karena aku gak mau, dia menyesal nantinya.
Lalu aku bertanya lebih jauh. Tentang orang tuanya. Mas Arka hanya berkata, itu urusan nanti. Nanti kita mencari cara meyakinkan orang tuanya. Agar mereka bisa menerimaku.
Aku mengangguk, walau belum begitu yakin. Karena aku sadar diri. Karena aku gak mau nantinya aku di hina oleh mereka.
Lama kami saling diam. Larut dengan pikiran kami masing-masing. Suara debur ombak, semakin malam semakin terasa kencang. Anginpun bertiup semakin menusuk tulang.
Mas Arka kembali memeluk bahuku. Mendekapku erat dari samping. Lalu tangannya meraih satu tanganku. Dan membawa tanganku untuk melingkar di pinggangnya.
Aku menolehkan muka ke arahnya. Aku lihat matanya sedang menatapku. Lembut.
Kami masih saling diam. Hanya mata kami yang bicara. Aku malu. Aku kembali menatap laut yang menghampar di depanku. Dengan ombaknya yang saling berkejaran.
Tangan mas Arka meraih wajahku. Di hadapkannya lagi wajahku ke wajahnya. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Semakin dekat. Hingga tak ada jarak.
Dan....bibirnya mendarat sempurna di bibirku. ******* dengan lembut. Hanya sesaat. Lalu dia melepaskannya. Aku menatap kembali ke arah laut.
Ada kebahagiaan.
Ada rasa malu.
Ada rasa ingin lebih lama lagi.
Ciuman sesaat itu mengingatkanku pada sosok Doni. Orang pertama yang menciumku di tengah hujan.
Dan yang sekarang baru saja aku rasakan, adalah ciuman keduaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments