SUAMIKU STROKE tapi tidak MATI
Namaku Aryani Putri. Aku di lahirkan di sebuah keluarga sederhana. Aku adalah anak tunggal. Ayahku hanya seorang buruh pabrik, sementara ibu ku bekerja paruh waktu di sebuah loundry dekat rumah kami.
Aku hanya lulusan SMU, karena kedua orang tuaku meninggal dunia, akibat kecelakaan tragis. Saat itu aku sudah duduk di kelas tiga SMU.
Dulu aku bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Karena menurutku profesi dokter itu sangat terhormat. Aku belajar dengan giat, agar nilai-nilai sekolahku bagus, dan aku bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah di kedokteran.
Aku sadar, orang tuaku tak akan mampu membiayai kuliah, kalau aku tidak mendapatkan beasiswa. Apalagi jurusan kedokteran yang terkenal sangat mahal.
Tapi namanya juga cita-cita, bolehkan setinggi gunung?
Sebenarnya sejak kelas dua SMU, aku sudah mendapatkan beasiswa dari sekolah. Karena nilai raportku selalu paling tinggi, diantara teman-temanku.
Aku bangga dengan prestasiku. Karena dengan begitu, aku tidak membebani orang tuaku, dengan biaya sekolah yang tinggi. Sekolahku memang terkenal mahal. Kebanyakan anak-anak orang kaya yang sekolah di situ.
Atas bantuan majikan tempat ibuku bekerja, aku bisa masuk ke sekolah itu. Dia bayar semua uang masuknya. Tanpa ibuku harus menggantinya.
Awalnya ayahku tidak setuju dengan bantuan itu. Karena tidak mau berhutang budi pada orang lain. Dia ingin anaknya bisa sekolah, dari hasil jerih payahnya.
Tapi aku dan ibu memaksa ayah untuk menyetujuinya. Banyak teman-teman SMP ku, yang juga melanjutkan ke sekolah itu. Karena kwalitas pendidikannya di atas rata-rata.
Akhirnya ayah menyerah pada kemauanku, dan menyetujuinya. Lagi pula aku adalah anak satu-satunya. Sebagai orang tua pasti ingin selalu menuruti, dan membahagiakanku.
Aku juga gak mau membebani orang tuaku, dengan bayaran sekolah yang mahal. Awalnya aku berniat membantu ibuku, bekerja paruh waktu juga, di loundry tempat ibuku bekerja.
Tapi ayah dan ibu melarangku. Tugasku hanya satu, yaitu belajar. Itu yang selalu mereka katakan kepadaku. Soal bayaran sekolah, semahal apapun, akan mereka usahakan. Walaupun harus banting tulang.
Aku bangga dengan mereka. Bangga karena mereka orang tua yang hebat. Dengan segala keterbatasan mereka, mampu membayar uang bulanan sekolah ku yang mahal.
Sebagai anak satu-satunya, tidak lantas membuatku jadi manja. Kehidupan kami yang pas-pasan, mendidik aku untuk tidak jadi anak yang manja.
Aku tidak bisa seperti teman-temanku, yang setiap weekend berlibur dengan keluarganya. Atau jalan ke mall dengan teman sebaya. Atau sekedar nongkrong di cafe, sepulang sekolah.
Aku selalu memanfaatkan waktuku untuk belajar. Aku tak mau mengecewakan orang tuaku, karena nilai pelajaranku jelek. Atau karena kenakalanku. Aku ingin jadi anak yang bisa di banggakan oleh mereka.
Aku membuktikannya, dengan nilai raport ku yang selalu paling tinggi, di antara teman-temanku. Hingga pada kelas dua, aku mengajukan beasiswa di sekolahku.
Dan Alhamdulillah, beasiswaku di setujui. Dengan catatan, nilai raportku di semester depan, tidak boleh turun. Kalau sampai nilai raportku turun, maka di semester berikutnya, beasiswaku di cabut.
Beasiswa itu murni dari sekolah. Subsidi silang istilahnya. Di peruntukan bagi anak-anak berprestasi. Untuk mensupport mereka agar tetap berprestasi.
Di kelasku ada seorang teman laki-laki yang juga mendapatkan beasiswa itu. Namanya Doni. Dia selalu jadi saingan beratku. Tapi kami bersaing secara sehat. Jika ada kesulitan dalam pelajaran, kami akan saling membantu.
Doni anak orang kaya. Bapaknya pemilik dealer mobil second. Kata teman-temanku. Makanya Doni sering berangkat ke sekolah naik mobil, berganti-ganti.
Walaupun anak orang kaya, tapi Doni tidak sombong. Tidak seperti teman lainnya, yang tidak pernah mau menyapaku. Karena mereka tau, aku anak orang tak mampu. Bahkan biaya masuk ke sekolah pun, di bayari oleh majikan ibuku.
Mereka tau kalau ibuku bekerja di loundry. Karena anak majikan ibuku juga sekolah di tempat yang sama denganku. Mungkin dia yang memberi tahu pada teman-temanku. Tapi aku tak pernah peduli.
Aku gak malu, jadi anak orang gak mampu. Aku gak malu, walaupun saat istirahat sekolah, hanya berdiam diri di kelas. Karena aku gak punya uang yang cukup, untuk jajan ke kantin. Harga makanan di kantin sekolahku, gak ada yang murah.
Aku manfaatkan waktu istirahat, untuk membuka-buka lagi pelajaran sebelumnya. Kadang Doni suka datang, membawakanku makanan atau minuman, yang di belinya di kantin sekolah.
Ya, hanya Doni teman yang baik padaku. Aku hampir tidak punya teman di sekolah ini. Mereka semua menjauhiku. Mengacuhkanku. Menganggap aku tak pernah ada.
Giliran ada tugas dari sekolah, baru mereka berlomba-lomba mendekatiku. Aku udah biasa dengan hal itu. Tapi aku tidak pernah mau memanfaatkan keadaan. Aku gak mau di bayar oleh mereka, untuk mengerjakan tugas mereka. Aku hanya mau membantu sekedarnya aja.
Sering mereka mengataiku sombong. Belagu. Atau apalah, kata-kata yang gak enak di dengar. Tapi aku cuek aja. Doni yang biasanya membelaku, kalau aku mulai di bully mereka.
Lama-lama hubunganku dengan Doni semakin dekat. Kami sering kerja kelompok bareng. Sering pulang sekolah bareng, karena rumahku searah dengan rumahnya.
Perasaanku pada Doni juga semakin dekat. Tapi aku menganggapnya sekedar cinta monyet. Cinta anak remaja. Yang mungkin nanti akan hilang, seiring berjalannya waktu.
Saat aku duduk di kelas tiga, kedua orang tuaku meninggal dunia. Kecelakaan tragis merenggut nyawa mereka berdua. Saat itu ayahku menjemput ibuku dari rumah saudaranya.
Aku yang mendengar kabar itu, langsung histeris dan pingsan di sekolah. Doni dan beberapa guru membawaku ke ruang UKS. Setelah aku siuman, Doni mengantarkan aku ke rumah sakit, dimana jenazah ayah dan ibuku berada.
Di sana aku menangis sejadi-jadinya. Doni yang selalu mendampingiku, berusaha menenangkanku.
Dengan bantuan dari orang tuanya Doni, jenazah kedua orang tuaku bisa di bawa pulang ke rumah.
Orang tuaku adalah korban tabrak lari. Tak ada yang bertanggung jawab untuk menanggung biaya rumah sakit. Untung masih ada orang baik yang mau membantuku. Termasuk orang tuanya Doni.
Setelah pemakaman kedua orang tuaku, nenek ku mengajak aku untuk tinggal di rumahnya. Aku pun menurut, karena memang hubunganku dengan nenek sangat dekat.
Kepergian orang tuaku sangat membuat aku terguncang. Berhari-hari aku menangis dan tidak mau keluar dari kamar, di rumah nenek ku. Aku pun sering bolos sekolah karena kondisi fisiku sering drop. Mungkin karena aku selalu memikirkan kepergian orang tuaku.
Sampai akhirnya, berimbas pada nilai pelajaran di sekolah. Akibatnya di semester terakhir, beasiswaku di cabut oleh pihak sekolah.
Untung masih ada nenek ku yang mau membiayai uang bayaran sekolahku. Jadi aku bisa terus melanjutkan sekolahku. Hingga aku lulus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Amtester Flagship
urshfzjgxjts
2023-06-14
0
Amtester Flagship
jgzhfzjgzhds
2023-06-14
0