Ramadhan memperhatikan Mamanya yang ikut masuk ke dalam mobil ketika dia hendak berangkat ke sekolah diantar oleh Ricky. Bocah cilik itu menatap heran ke arah Mamanya.
" Mama kok ikut?" Ramadhan mencari jawaban atas rasa penasarannya itu.
" Hmmm ..." Anindita ingin mengatakan hal yang sebenarnya kenapa dia ikut pergi bersamaan Ramadhan yang ingin berangkat sekolah. Namun, dirinya takut jika nantinya Ramadhan ingin ikut juga jika tahu dia, suaminya dan Arka akan berziarah ke makam Arya.
" Mama mau membeli sesuatu keperluan Adik Arka, Rama." Ricky menyelamatkan Anindita dari pertanyaan putranya.
" Mama mau shopping ke mall, ya? Nanti beliin lego Avengers buat Rama ya, Ma!?" Ramadhan langsung merequest pesanan kepada Mamanya ketika tahu Mamanya akan pergi ke mall.
" Untuk apa beliin terus Lego, Rama? Di rumah yang Papa beli 'kan sudah banyak." Anidita melarang Ramadhan yang meminta dibelikan mainan baru.
" Tapi 'kan ada lego yang baru, Ma!" ucap Ramadhan menyampaikan alasannya kenapa ingin dibelikan mainan.
" Sudah jangan beli mainan! Mama belikan makanan saja, ya!?" Anindita menawarkan opsi pengganti untuk Ramadhan. " Rama mau apa? Mau coklat? Permen? Chiki?" Anindita menawarkan beberapa makanan kesukaan putra pertamanya itu.
" Nggak mau, Ma. Makanan itu makan nggak sehat! Mama 'kan suka bilang sama Rama supaya jangan banyak makan permen, coklat, Chiki, itu nggak baik untuk kesehatan! Masa Ma lupa, sih?" Ramadhan melipat tangannya di dada memprotes beberapa makanan yang ditawarkan oleh Mamanya itu.
Mendengar jawaban cerdas dari putranya, Anindita dan Ricky saling berpandangan, Ricky bahkan mengulum senyuman menanggapi sikap kritis putranya tadi.
" Daripada Mama beli itu jadi penyakit, mendung beli Lego aja deh, Ma. Lego 'kan nggak bikin sakit, Ma." lanjut Ramadhan melanjutkan argumentasinya.
" Tapi mainan Rama sudah banyak, Nak. Untuk apa mainan banyak-banyak? Mendingan juga uangnya ditabungkan." Sejak kecil memang selalu hal-hal positif yang diajarkan Anindita kepada Ramadhan agar kelak Ramadhan menjadi lelaki yang baik dan bertanggung jawab dan bijak dalam mengeluarkan uangnya.
" Nanti mainan Rama yang lama bisa dikasih ke Adik Arka, Ma. Jadi Rama beli yang baru saja. Papa bilang kalau Rama ingin mainan, Rama bilang saja sama Papa, nanti Papa belikan, iya 'kan, Pa?"
Anindita menoleh suaminya mendengar alasan yang diberikan putranya, bahkan lirikannya kali ini terlihat tajam menatap sang suami yang langsung menyeringai seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
" Mama tetap nggak setuju Rama beli mainan baru! Mainan Rama yang lama-lama masih bagus, yang dibelikan Papa Arya, yang dibelikan Papa Ricky semua masih belum rusak. Mama nggak suka Rama membeli barang yang tidak diperlukan!" tegas Anindita tetap pada pendiriannya menolak Ramadhan yang meminta mainan baru.
" Sudahlah, Ma. Nggak apa-apa membelikan mainan baru untuk Rama. Bulan lalu Papa nggak membelikan mainan untuk Rama, kan?" Berbeda pendapat dengan istrinya, Ricky justru mengijinkan anaknya membeli mainan baru.
" Mas, Mas jangan terlalu memanjakan anak seperti itu! Jangan membiasakan anak mendapatkan apa yang diinginkannya, apalagi itu mainan, nggak ada manfaatnya!" Merasa apa yang dilakukan Ricky tidak mendidik anaknya dengan baik, Anindita memprotes suaminya.
" Rama masih kecil, kalau sudah besar sedikit pasti sudah nggak akan minta beli mainan lagi, iya kan, Rama?" Ricky justru membela Ramadhan dan menganggap apa yang diminta anak seusia Ramadhan adalah hal yang wajar.
" Iya, Ma. Papa betul." Ramadhan mengangkat ibu jarinya tangan setuju dengan ucapan Papanya yang dia rasa membelanya.
Anindita mendengus kasar, soal cara mendidik anak, dirinya dan Ricky mempunyai cara yang berbeda. Dia lebih menekankan hidup dalam kesederhanaan karena dia selama ini hidup dengan kesederhanaan, sedangkan Ricky selalu memanjakan Rama, karena merasa kehilangan waktu berharga bersama putranya saat kehilangan jejak Anindita, dan tentu saja penghasilannya sebagai executive assistant di Angkasa Raya Group membuatnya tidak sulit mengeluarkan uang untuk membelikan mainan untuk putranya sebagai penebus beberapa tahun yang terlewatkan tanpa kehadiran Rama kecil.
***
" Kalau sudah selesai telepon Pak Syaiful saja ya, Tita." Setelah menurunkan Ramadhan dan Tita, Ricky mengingatkan Tita untuk menelepon supirnya yang siang nanti akan menjemput Rama dari sekolah.
" Iya, Pak." sahut Tita.
" Rama belajar yang benar, ya!? Dengarkan Ibu guru yang mengajar dan jangan mengobrol sama teman saat Ibu guru menerangkan." Kali ini Ricky menasehati putranya agar mengikuti pelajaran dengan baik.
" Iya, Pa." Ramadhan mencium tangan Ricky lalu berganti mencium tangan Anindita juga mengecup pipi Mamanya itu.
" Jangan nakal di sekolah, Rama. Kalau mau beli jajan bilang sama Mbak Tita." Giliran Anindita yang menasehati Ramadhan.
" Iya, Ma. Rama masuk ke dalam dulu ya, Ma, Pa. Assalamualaikum ..." ucap bocah kecil itu.
" Waalaikumsalam ..." Anindita dan Ricky menyahuti bersamaan.
Setelah Ramadhan dan Tita masuk ke dalam pekarangan sekolah milik yayasan keluarga Poetra Laksmana, Ricky kembali melakukan mobilnya untuk berziarah ke makam Arya.
" Mas, aku dari awal sudah bilang, tidak ingin membesarkan Rama dengan kemewahan, jangan ajarkan dia membeli sesuatu barang yang nggak terlalu bermafaat untuknya. Aku nggak mau Rama menjadi manja, apa-apa dituruti, apa-apa dituruti." Anindita kembali mengeluhkan sikap Ricky tadi. Dan sikap Anindita adalah sikap kebanyakan para Mama yang lebih selektif ketimbang para Papa yang membiarkan saja anaknya menginginkan sesuatu.
" Jangan terlalu keras terhadap anak, Anin. Apa yang diinginkan Rama aku rasa masih dalam tahap yang wajar, dan aku masih sanggup memenuhi keinginannya, jadi aku rasa tidak masalah membelikan mainan untuk Rama." Tentu saja dengan penghasilan Ricky perbulan, membelikan mainan untuk Ramadhan hal kecil untuknya.
" Ck ..." Anindita berdecak tak setuju dengan pendapat Ricky.
" Sudahlah, Anin. Kita tidak perlu berdebat masalah ini. Aku tahu apa yang terbaik untuk Rama, dan aku tidak mungkin menjerumuskan anakku sendiri ke jalan yang salah." Ricky ingin menyudahi perdebatan kecil dengan istrinya soal membelikan mainan untuk Ramadhan, karena jika dilanjutkan, dia yakin istrinya itu tidak akan mau mengalah, karena dia menyadari sikap Anindita yang sangat keras kepala.
Ricky kembali berkonsentrasi dengan kemudinya, dia tidak ingin terus membuang waktu dengan berdebat. Dia ingin segera sampai di tempat pemakaman lalu mengantar Anindita pulang karena dia pun harus berangkat ke kantor pukul sembilan nanti.
Mobil yang dikendarai Ricky terparkir di depan area pemakaman. Dia lalu membukakan pintu untuk Anindita karena saat ini istrinya itu sedang menggendong Arka.
" Sini Arka sama Papa." Ricky meminta Anindita menyerahkan Arka kepadanya untuk dia gendong. " Arka mau ke makamnya Papa Arya, ya?" Ricky mencium pipi Arka seraya mengajak bayi berusia dua tahun itu berbicara.
Anindita memperhatikan sikap Ricky yang begitu menyayangi anaknya bersama Arya, seketika bibirnya yang tadi mencebik karena berdebat berubah tertarik membentuk lengkungan senyuman. Dia pun lalu berjalan lebih dulu masuk ke area pemakaman.
Anindita menarik nafas dalam-dalam saat memasuki area pemakaman. Rasanya baru kemarin dia kehilangan Arya, kini waktu sudah berlalu lebih dari dua tahun setengah. Anindita mengedar pandangan menuju letak makam Arya berada, namun langkahnya terhenti saat dia melihat dua orang wanita yang sedang duduk di hadapan makam suami pertamanya itu.
*
*
*
Bersambung ....
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
gia nasgia
aku belum baca ceritanya Rama dewasa 🤭
2023-07-16
0
'Nchie
mantan istri sama anaknya papa Arya atau adik2nya ya kira2?
2022-10-28
0
🍭ͪ ͩFajar¹
sepertinya 2 wanita di makam Arya adalah adik perempuan mendiang suami Anin.
2022-10-27
1