5. Pengkhianat

Caca tentu sangat merasa kesal melihat pemandangan di depan matanya. Tapi, jika ia membuat masalah lagi dengan Hana, mungkin nanti tamparan yang di dapat Kakak tirinya itu juga akan ia dapatkan. Lebih baik, untuk saat ini dia memilih lebih banyak memilih diam saja.

"Hana, Mama bisa minta tolong sama kamu?" lirih Nyonya Leni.

"Minta tolong apa, Mah?" tanya Hana sambil melepaskan pelukan Mamanya.

"Tolong urus segala kebutuhan yang di perlukan di pemakaman Papa. Dan tolong, kabari beberapa sanak saudara Papa serta RT setempat ya, Nak."

"Baik, Mah."

Selepas selesai berbicara dengan Hana, Nyonya Leni beralih menghampiri Alex dan membuat jantung pria itu berdetak kencang.

"Lex, Mama harap permasalahan antara kamu dan Hana cukup sampai di sini ya. Ingatlah, kenangan manis yang kalian lalui selama pacaran. Jangan sampai pernikahan yang sudah kalian idam-idamkan harus berakhir karena hal sepele. Lihat karena sikap kamu pada Hana, Papa meninggal. Jadi, Mama harap kalian bisa kembali akur agar Papa tidak sedih di atas sana," ujar Nyonya Leni.

Alex terpaksa mengangguk, tanpa menoleh ke arah Caca yang sudah memberikan tatapan tajam ke arahnya. Tentu, Caca merasa tidak terima jika Alex akan menuruti keinginan Mamanya untuk bersikap baik pada Kakak tirinya itu. Harapan Caca justru malah ingin melihat Alex dan Hana segera berpisah, agar dirinya bisa bersama selamanya dengan Alex.

Berbeda dengan Caca, Hana sudah tak peduli dengan nasib rumah tangganya. Meskipun jauh di lubuk hatinya ia masih sangat ingin kembali pada Alex, namun mengingat pengkhianatan yang dilakukan Alex dan Caca sepertinya tidak akan bisa menyelamatkan bahtera rumah tangga yang baru saja ia mulai.

"Kalau gitu aku sama Hana pamit ya, Mah. Kita mau mengurus segala keperluan untuk pemakaman Papa. Lagi pula, aku juga mau memberi kabar duka ini sama Papa dan Mama," ucap Alex.

"Iya, Lex. Ingat, pesan Mama tadi! Jangan berbuat kasar lagi sama Hana. Walaupun Mama belum tahu apa alasan kamu berbuat kasar sama Hana. Tapi, Mama ingin kalian berdua bisa kembali akur ya."

"Baik, Mah."

Ketika Hana dan Alex hendak pergi, Caca yang mulai terbakar api cemburu tidak diam begitu saja.

"Kak Hana, Mas Alex, aku ikut kalian ya," sela Caca.

"Tidak!!" seru Nyonya Leni. "Kamu tetap di sini sama Mama. Kita urus jenazah Papa dan tunggu Papa selesai dimandikan lalu di bawa pulang," tegas Nyonya Leni.

"Tapi, Mah.."

"Ca, sebaiknya kamu dengarkan kata-kata Mama. Apa kamu tega melihat Mama sendirian di rumah sakit mengurus jenazah Papa? Atau kamu mau ikut pulang sama Mas Alex aja, biar Kakak yang di sini? Hanya saja apa kata orang ya, bukan Istrinya yang menemani malah Adik iparnya," sindir Hana.

Sekarang keadaan berbalik. Caca malah semakin dibuat kesal oleh lisan Hana.

"Iya, aku akan nemenin Mama di sini," cetusnya kesal.

"Hmm bagus deh kalau kamu paham. Ayo Suamiku, kita segera pulang." Hana kembali membuat Caca muak dengan segala ucapannya. Apa lagi, Hana sengaja melingkarkan tangannya di lengan Alex dan bersikap manja kepada suaminya itu.

"Iya, Han. Ayo," jawab Alex pasrah sambil menundukkan kepalanya.

Ketika sudah berada di luar kamar, tanpa disuruh Alex, Hana langsung melepaskan tangannya.

"Tenang saja, Mas. Jangan kamu pikir, aku sudah memaafkanmu. Justru, aku sedang berpikir, untuk bisa segera lepas dari ikatan yang penuh kepalsuan ini!" tegas Hana yang langsung berjalan mendahului Suaminya.

Alex hanya menatap marah punggung Hana sambil mengepalkan kedua tangannya.

'Sombong banget kamu, Han. Kamu pikir aku akan sedih dengan ucapanmu barusan? Sama sekali tidak!!' batin Alex geram.

***

Keesokan paginya, suasana di pemakaman begitu menyayat hati. Kesedihan tampak terlihat jelas di wajah Nyonya Leni, Hana termasuk Caca yang sedari tadi menangis sambil berteriak memanggil Papanya. Apalagi, saat tubuh Pak Handoko sudah masuk ke dalam liang lahat dan tanah-tanah mulai menumpuki tubuhnya. Suara teriakan histeris mereka pun semakin keras.

Jeritan histeris Istri dan anak Pak Handoko membuat hati para pelayat ikut tersentuh. Mereka turut merasakan kehilangan atas kepergian Pak Handoko yang terkenal ramah, sopan dan berwibawa. Bahkan, sebagian pelayat juga bertanya-tanya dengan kepergian Pak Handoko yang mendadak. Apalagi, baru kemarin beliau masih terlihat segar bugar di acara pernikahan putrinya, Hana.

Beberapa pelayat sudah mulai meninggalkan area pemakaman. Begitu juga dengan Nyonya Leni, Hana, Caca dan Alex. Selama perjalanan pulang, tak satu pun diantara mereka yang bicara. Hanya terdengar suara isak tangis yang sesenggukan dari ketiganya.

Setibanya di rumah, Nyonya Leni bergegas masuk ke dalam kamar dan diikuti oleh Hana. Caca dan Alex masih berada di luar. Namun, Hana sudah tidak peduli. Kehilangan Papanya jauh lebih sakit dibandingkan dengan kelakuan bejatt yang dilakukan oleh Suami dan Adil tirinya.

Waktu kini sudah menunjukkan pukul 7 malam. Dan seperti biasa, semua berkumpul di meja makan. Suasana masih saja hening, hanya terdengar suara ketukan sendok dan garpu dari piring masing-masing.

Setelah semua selesai makan, Nyonya Leni pun akhirnya mulai mau membuka suaranya.

"Hana, boleh Mama tanya sesuatu?" tanya Nyonya Leni dengan ekspresi wajah yang terlihat serius.

"Tanya apa, Mah?" jawab Hana pelan.

"Sebenarnya, kemarin ada masalah apa antara kamu dan Alex? Sampai Alex begitu marah lalu berbuat kasar sama kamu?"

Ketiganya kompak menelan salivanya. Terlebih lagi Caca, telapak tangan dan kakinya mulai basah karena takut jika akhirnya Hana akan mengatakan tentang apa yang ia lakukan dengan Alex di kamarnya. Di malam pertama yang seharusnya menjadi momentum bahagia untuk Hana.

"Hana, kenapa kamu diam? Ayo sekarang cerita permasalahan kalian sama Mama. Kalian tahu tidak, karena perbuatan kalian ini, kalian sudah membuat Papa pergi meninggalkan kita semua," ucap Nyonya Leni sambil menangis terisak. Teringat dengan almarhum Suami tercinta.

Hana menatap mata Suami dan Adiknya silih berganti. Tapi, mengapa rasanya berat untuk Hana mengatakan kebenarannya. Melihat kesedihan yang dialami Mamanya, jelas nanti kebenaran yang akan ia katakan semakin melukai hati Mamanya.

Namun, jika ia menutupi kesalahan Alex dan Caca, yang ada seumur hidup Mamanya akan selalu menyalahkan dirinya atas kematian Papanya.

Hana kembali menelan ludahnya, lalu menarik nafas sepanjang mungkin. Tapi, belum sempat ia bicara, Hana dikejutkan oleh pernyataan Alex.

"Hana selingkuh, Mah. Aku melihat dia sedang melakukan video call dengan laki-laki lain saat aku mandi," ucap Alex sambil melempar tatapan sinis ke arah Hana.

"BOHONG, MAH!! Aku gak selingkuh!!" elak Hana dengan suara yang lantang.

"Iya, Mah. Kak Hana memang selingkuh di belakang Mas Alex. Sudah beberapa kali aku melihat Kak Hana di mall dengan cowok lain sebelum dia resmi menikah dengan Mas Alex," sahut Caca yang semakin membuat Hana merasa disudutkan atas kesalahan yang tidak pernah dia lakukan.

"BOHONG, MAH!! Caca dan Mas Alex bohong. Bukan aku yang selingkuh tapi mereka, Mah. Saat itu..."

"CUKUP!!" seru Nyonya Leni seraya menggebrak meja makan.

Air mata Nyonya Leni mengalir begitu deras, begitu juga dengan air mata Hana. Dia tidak menyangka, jika Adik tiri dan Suaminya memutar balikkan fakta yang ada dengan berbalik menyalahkannya.

Kebencian begitu terlihat di sorot mata Nyonya Leni. Ia langsung bangkit dari kursi, dan meminta Hana untuk ikut berdiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!